TIGA IBADAH PENTING DALAM BULAN RAMADHAN
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
http://almanhaj.or.id/content/2810/slash/0/tiga-ibadah-penting-dalam-bulan-ramadhan/

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla yang senantiasa 
memberikan banyak kenikmatan, sehingga tidak terhitung nilai dan jumlahnya. 
Nikmat tersebut dicurahkan siang dan malam kepada kita. Semoga Allah Azza wa 
Jalla menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang senang bersyukur kepadaNya. 
Yaitu dengan meningkatkan taqwa dan taqarrub kepadaNya. 

Dengan dekatnya bulan Ramadhan, kami ingin mengingatkan diri kami sendiri, dan 
juga kepada kaum Muslimin, bahwa pada bulan yang penuh barakah ini mengandung 
tiga jenis ibadah yang agung, yaitu zakat, puasa dan tarawih. 

Tentang zakat, alhamdulillah banyak kaum Muslimin yang melaksanakannya pada 
bulan ini. Syari'at zakat merupakan bagian dari ibadah. Juga merupakan salah 
satu kewajiban dalam Islam. Dengan menunaikan zakat, berarti kita telah 
bertaqarrub, mendekatkan diri kepada Allah, dan telah melaksanakan salah satu 
rukun Islam. Zakat yang dikeluarkan itu, bukanlah beban yang akan menyebabkan 
kita miskin, sebagaimana kekhawatiran yang dibisikkan setan kepada orang yang 
lemah imannya. Tetapi, justru membayar zakat akan menambah harta seseorang. 
Allah Azza wa Jalla berfirman: 

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ 
يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu 
berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya 
dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui. [al 
Baqarah/2 : 268]

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ 
أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ 
يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan 
hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 
tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai: seratus biji. Allah melipat-gandakan 
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi 
Maha Mengetahui. [al Baqarah/2 : 261].

وَمَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ 
وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ 
فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ ۗ وَاللَّهُ 
بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari 
keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang 
terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu 
menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka 
hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. [al 
Baqarah/2 : 265]. 

Dalam membayarkan zakat, hendaklah kita tunaikan dengan penuh amanah. Kita 
keluarkan zakat dari benda-benda yang wajib dizakati, sedikit atau banyak. Kita 
hitung dengan teliti. Sehingga barang yang sudah wajib dizakati, sedikit pun 
tidak terabaikan. Karena tujuan menunaikan zakat adalah untuk membebaskan diri 
dari tanggungan kewajiban, dan menyelamatkan diri dari ancaman yang amat 
dahsyat. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ 
هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا 
بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ 
وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan 
kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. 
Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan 
itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah 
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang 
kamu kerjakan. [Ali Imran/3 : 180] 

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ 
اللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ 
يَوْمَ يُحْمَىٰ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمْ 
وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ ۖ هَٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا 
كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada 
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) 
siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, 
lalu dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) 
kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,maka 
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan". [at Taubah/9 : 34-35]. 

Tentang ayat yang pertama, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ 
الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ ثُمَّ يَأْخُذُ 
بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا 
كَنْزُكَ 

Orang yang dianugerahi harta oleh Allah Azza wa Jalla, kemudian dia tidak 
menunaikan zakatnya, maka pada hari Kiamat harta itu dijelmakan ke wujud seekor 
ular yang sangat berbisa, memiliki dua lidah lalu dia menerkam dengan dua 
rahangnya seraya berkata : "Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu".

Sedangkan tentang ayat kedua, telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 
'alaihi wa sallam :

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا 
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ 
عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ 
كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ 
سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى 
الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ 

Tidak ada seorang pun pemilik emas dan perak yang tidak menunaikan zakatnya, 
kecuali nanti pada hari Kiamat dia akan dibuatkan lempengan-lempengan dari api, 
kemudian dipanaskah di atas api. Lempengan itu digunakan untuk menyetrika 
bagian samping tubuh, kening dan punggungnya. Tatkala lempengan itu mulai 
mendingin, akan dikembalikan (untuk dipanaskan lagi). (Kejadian ini) 
berlangsung selama lima puluh ribu tahun, sampai semua hamba selesai diadili. 
Lalu dia akan melihat jalan, mungkin ke surga atau mungkin ke neraka.

Setelah menyimak nash-nash di atas, semestinya kita takut dengan 
ancaman-ancaman tersebut. Tunaikanlah zakat dengan penuh amanah, dan berikanlah 
kepada yang berhak menerimanya, tidak asal mengerjakan. Harta zakat jangan 
digunakan untuk kepentingan yang lain. Kita berharap, semoga zakat yang kita 
bayarkan diterima Allah Azza wa Jalla.

Adapun jenis ibadah kedua yang ada pada bulan ini, yaitu puasa Ramadhan. Ibadah 
ini, juga merupakan salah satu rukun Islam. Manfaat puasa telah dijelaskan oleh 
Allah k dalam al Qur`an surat al Baqarah/2 ayat 183, yaitu agar kita menjadi 
orang yang bertaqwa. 

Itulah hakikat tujuan puasa, yaitu agar kita menjadi orang yang bertaqwa kepada 
Allah Azza wa Jalla. Yakni dengan menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi 
laranganNya. Maka seorang muslim semestinya melaksanakan yang telah menjadi 
kewajibannya. Dalam menjalankan puasa, seorang muslim juga dituntut untuk 
menjauhi hal-hal yang diharamkan , seperti berkata dusta, ghibah (menggunjing) 
dan lainnya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي 
أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah 
tidak butuh pada puasanya. [HR Bukhari-Muslim].

Hadits ini menunjukkan, orang yang berpuasa, sangat ditekankan untuk 
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang diharamkan ini. Mengapa? Karena sangat 
berpengaruh terhadap puasa yang sedang dijalankan.

Namun amat disesalkan, banyak kaum Muslimin, ketika menjalankan ibadah puasa 
pada bulan ini, keadaannya tidak berbeda antara saat berpuasa dan tidak puasa. 
Ada di antaranya yang tetap saja menganggap remeh kewajiban-kewajiban, atau 
tetap saja melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Sungguh sangat 
disesalkan. Seorang mu'min yang berakal, ia tidak akan menjadikan hari-hari 
puasanya sama dengan hari-hari yang lain. Pada saat berpuasa, ia akan lebih 
bertaqwa kepada Allah, dan lebih bersemangat menjalankan perintah.

Semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk orang-orang menjalankan 
ibadah puasa dengan benar, dan semoga puasa yang kita lakukan diterima Allah 
Azza wa Jalla.

Jenis ibadah yang ketiga dalam bulan Ramadhan, yaitu ibadah shalat tarawih. 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat mengajurkan ibadah ini. Beliau 
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan dalam sabdanya :

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ 
ذَنْبِهِ

Orang yang melaksanakan qiyam ramadhan (tarawih) karena iman dan ingin 
mendapatkan balasan, maka dia akan diampuni dari dosanya. (HR Bukhari-Muslim).

Qiyam Ramadhan ini juga mencakup shalat-shalat sunat pada malam-malam Ramadhan 
dan shalat tarawih. Oleh karena itu, seharusnya kita memperhatikan dan 
senantiasa menjaganya. Kita laksanakan dengan penuh antusias bersama imam, dan 
tidak meninggalkan imam. Demikian ini karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa 
sallam telah bersabda :

مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ 

Barangsiapa shalat bersama imam sampai imam itu selesai, maka dituliskan 
baginya shalat satu malam.

Adapun kepada para imam yang menjadi imam dalam shalat terawih, hendaknya 
bertaqwa kepada Allah Azza wa Jalla dalam menjalankannya. Seorang imam 
hendaklah tetap menjaga thuma’ninah dan dengan perlahan-perlahan, sehingga para 
ma'mum memiliki kesempatan untuk menjalankan hal-hal yang diwajibkan atau 
disunatkan, sesuai dengan kemampuannya.

Sungguh, pada masa sekarang ini, kita melihat fenomena yang amat menyedihkan. 
Ada di antara para imam yang melaksanakan shalat tarawih secara cepat, sehingga 
meninggalkan thuma’ninah. Padahal, thuma'ninah merupakan salah satu rukun 
shalat. Pelaksanaan ibadah shalat yang tidak memperhatikan thuma'ninah adalah 
haram. Hal ini disebabkan : Pertama, karena ia meninggalkan thuma'ninah. Kedua, 
meskipun tidak sampai meninggalkan thuma'ninah, akan tetapi perbuatan imam 
tersebut telah menyebabkan orang-orang yang ma'mum kepadanya merasa kelelahan, 
dan tidak bisa melaksanakan yang seharusnya mereka lakukan. Dan perlu 
diketahui, orang yang menjadi imam dalam shalat, tidaklah sama dengan shalat 
sendirian. Seorang imam wajib memperhatikan para ma'mumnya, menunaikan amanah 
yang ada di pundaknya, serta melaksanakan shalat sebagaimana mestinya. 

Para ulama menyebutkan, seorang imam dimakruhkan untuk mempercepat shalat, 
sehingga menyebabkan ma'mum tidak bisa melaksanakan hal-hal yang disunatkan. 
Lalu bagaimana kalau sang imam mempercepat shalatnya, sehingga para ma'mum 
tidak bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan? 

Terakhir, kami nasihatkan kepada diri kami sendiri, juga kepada kaum Muslimin, 
hendaklah kita bertaubat dan kembali ke jalan Allah Azza wa Jalla, melaksanakan 
ketaatan-ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan kemampuan, 
baik pada bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

(Diangkat dari Ahkamus Shiyam)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 068/Tahun X/1427/2006M. Penerbit Yayasan 
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 
57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]                                        
    

Kirim email ke