Fenomena Sinetron Umar bin Khattab

Pertanyaan:

Adakah fatwa ulama terkait sinetron Umar bin Khattab yang ditayangkan di 
televisi?

Dari: Aji

Jawaban:

Alhamdulillahi Rabbil ‘alami ash-shalatu was salamu ‘ala nabiyyina Muhammad wa 
‘ala alihi wa ash habihi ajma’in

Permasalahan sinetron Umar bin Khattab tentu saja yang dimaksud itu bukan Umar, 
akan tetapi tentang pemikirannya. Sebelum membahas tentang hukum permasalahan 
ini, saya ingin mengingatkan bahwasnya setiap permasalahan itu ada manfaat dan 
ada madharatnya. Ketika dipilihnya seorang figur dengan tema-tema tertentu, 
pastinya ada manfaat yang bisa dipetik darinya.

Akan tetapi ketika kita memandang permasalahan ini, harus dipandang secara 
umum. Ditimbang kadar kerusakannya dan dilihat juga sebesar apa manfaatnya. 
Apabila manfaatnya lebih besar, maka kita dahulukan manfaat atau kemaslahatan 
ini. Sebaliknya, apabila kerusakan atau mafsadatnya yang ditimbulkan lebih 
besar, maka kita dahulukan menghindari kerusakan. Demikian juga apabila manfaat 
dan mafsadatnya seimbang, maka menurut para ulama, kita harus mengedepankan 
menghindari kerusakan (dengan tidak melakukan perbuatan tersebut).

Kerusakan pertama:

Permasalahan memvisualisasikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 
seperti Umar dan yang lainnya, apabila seseorang merenungkan, maka mafsadatnya 
atau kerusakannya jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya. Dan kerusakan 
terparahnya adalah terkait dengan informasi yang disebarkan oleh sinetron ini. 
Secara umum, informasi yang disebarkan oleh sinetron ini adalah informasi yang 
tidah shahih. Ini kerusakan yang pertama.

Kerusakan yang kedua:

Sinetron ini bisa jadi sebuah pengantar untuk mengadakan sinetron-sinetron 
serupa. Padahal metode pembelajaran melalui sinetron ini adalah metode Barat. 
Bisa jadi kedepannya orang-orang akan memfilmkan para nabi, seperti yang 
dilakukan orang-orang Barat. Mereka memvisualisasikan Nabi Isa, Nabi Musa, dan 
Nabi Muhammad. Oleh karena itu, ketika kita membuka pintu untuk yang demikian, 
maka pintu sinetron kenabian pun akan terbuka pula. Bisa jadi seseorang 
memvisualisasikan nabi-nabi yang lain, kemudian baru divisualisasikanlah Nabi 
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kerusakan ketiga:

Adegan-adegan dalam sinetron tersebut. Apabila seseorang menceritakan tentang 
Umar, tentunya akan bercerita kehidupannya di masa jahiliyah dan masa Islam. 
Bisa kita dapati adanya adegan Umar atau orang-orang yang bersujud kepada 
patung, wal ‘iyadzubillah, dan adanya script yang menuntut seseorang 
mengucapkan kalimat kufur, bahkan ada yang mencaci dan mencela Nabi shallallahu 
‘alaihi wa sallam, seperti yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy.

Apabila pemeran dalam film ini adalah seorang muslim, maka dia kafir dengan 
mengucapkan kalimat tersebut walaupun itu hanya sebuah sandiwara. Apabila 
pemerannya bukan seorang muslim, maka bagaimana kita ridha seseorang mengatakan 
yang jelek terhadap Nabi atau terhadap agama Allah Tabaraka wa Ta’ala.

Kerusakan keempat:

Tentu saja terdapat maksiat-maksiat, seperti tampilnya wanita-wanita yang 
membuka aurat, adanya suara musik, muncul pemikiran-pemikiran yang keliru, 
mencukur janggut, berdusta, hianat, atau sifat-sifat yang tampak yang 
diperankan oleh pemeran sahabat-sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang demikian ini pernah terjadi. Saya pernah mendengar seseorang yang 
berargumentasi tentang masalah janggut dengan melihat tipisnya janggut pemeran 
Amr bin Ash dalam film, maka ia menganggap demikianlah sunahnya janggut. Ini 
baru dengan melihat laki-laki yang memerankan Amr bin Ash. Ia tidak mengatakan, 
“Aku telah melihat Amr bin Ash (yang sesungguhnya)” ini baru pemeran. Bagaimana 
apabila dengan melihat aktor dan artis tersebut orang terpikir, kira-kira 
demikianlah ini Umar, ini Amr bin Ash, ini Aisyah, atau Fathimah, atau selain 
mereka dari kalangan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian 
bagaimana kalau dalam film lain aktor dan artis ini memerankan orang-orang yang 
meminum khamr, bermain perempuan dan lain-lain?!

Oleh karena itu, tidak dibenarkan dan tidak boleh sinetron yang demikian. Para 
ulama berpendapat visualisasi sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 
merupakan perendahan terhadap kedudukan mereka.

Disadur dari ceramah Syaikh Utsman bin Muhammad al-Khomis


________________________________
 Dari: "abie.kus...@gmail.com" <abie.kus...@gmail.com>
Kepada: assunnah@yahoogroups.com
Dikirim: Kamis, 9 Agustus 2012 11:04
Judul: Re: [assunnah] Tanya : CD siroh


 
Ana setuju, sebagai awam kita tidak tahu apakah cerita itu shahih atau tidak.

Sent using a Sony Ericsson mobile phone

---- Original message ----
From: LINA NZA <linan...@yahoo.com>
Sent:
To: assunnah@yahoogroups.com <assunnah@yahoogroups.com>
Subject: Re: [assunnah] Tanya : CD siroh

Bismillahirrahmaanirrahiim,

Wa 'alaikum salaam warahmatullah wabarakaatuh,

Ana cuma mau kasih masukan ukht, 

Tayangan siroh Nabawiyah yang di tv ada beberapa yang banyak tambahan, entah 
itu tokoh2nya, alur cerita/sejarahnya dll yang dikemas untuk tontonanbukan 
tuntunan. Belum lagi tidak bisa di pastikan siapa yang membuat film tersebut, 
apakah menguasai siroh nabawiyah sesuai Alquran dan sunnah?. Jadi rasanya 
kurang bijak kalau tanyangan tersebut di jadikan bahan pengetahuan.

Uhibbuki fillah,
um adiv

________________________________
From: "qonita_sole...@yahoo.com" <qonita_sole...@yahoo.com>
To: Milis assunnah <assunnah@yahoogroups.com>
Sent: Wednesday, August 8, 2012 7:23 PM
Subject: [assunnah] Tanya : CD siroh

Assalamualaykum WrWb,

Saya sangat tertarik dengan film umar bin khatab yg ditayangkan MNC tv saat 
sahur. Dimanakah sy bs mendapatkan CD siroh sejenis (yg ada terjemahan bhs 
Indonesia)?
Saya sudah berusaha belajar siroh melalui buku2 namun terkendala dengan hafalan 
nama tokoh dan peristiwa. Mdh2n dengan CD siroh ini akan lebih terbantu.  Mohon 
info-nya.  Terimakasih.
Wassalamualaykum WrWb,
Powered by Telkomsel BlackBerry®

   

 

Kirim email ke