Benar bu..
Dalam pembahasan tentang Pernikahan, ditemukan hal yang menarik mengenai
masalah perwalian, dimana bisa terjadi seorang mempelai pria yang juga
merangkap sebagai wali untuk mempelai wanita. Dengan kata lain, seorang
ikhwan menikahkan akhwat untuk dirinya sendiri. Yang tak lain mempelai pria
tersebut adalah saudara sepupu, anak paman dari saudara ayah mempelai
wanita.

Ingat bahwa, saudara sepupu bisa saling menikah.
Wallahu'alam

2012/9/25 Hani Handayani <hani_...@yahoo.co.uk>

> **
>
>
> Bismillah.
>
> "Pendapat yang râjih dalam permasalahan ini, ialah pendapat madzhab
> Syafi'iyyah yang menyatakan bahwa urutan wali bagi wanita dalam pernikahan
> sebagai berikut.
>
> 1. Bapak.
> ....
> 6. Anak-anak paman. "
>
>
> Anak-anak paman bukankah sepupu? Jadi, sepupu bisa bertindak sebagai
> walikah...? Mohon penjelasannya.
>
> Jazakumullahu khairan.
>
> *--------------------------------------------*
> *"Barangsiapa yang meringankan bagi seorang mu'min satu kesusahan di
> dunia niscaya Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat,
> barangsiapa yang mempermudah kesulitan orang sedang kesulitan niscaya Allah
> akan mempermudah kesulitannya di dunia dan akhirat, dan barangsiapa yang
> menutup aib seorang muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan
> akhirat, dan Allah akan selalu membantu seorang hamba selama hamba tersebut
> membantu saudaranya" [HR.Muslim]*
> *-------------------------------------------------------------------------
> *
> *
> *
>
>   ------------------------------
> *From:* Abu Harits <abu_har...@hotmail.com>
> *To:* assunnah assunnah <assunnah@yahoogroups.com>
> *Sent:* Monday, 24 September 2012, 19:57
> *Subject:* RE: [assunnah]>>Tanya Wali Nikah<<
>
>
>  From: zellama...@yahoo.co.id
> Date: Sat, 22 Sep 2012 20:01:35 +0800
> *Assalaamu*'*alaykum* warahmatullaahi wabarakaatuh
>    Mohon penjelasan perihal menentukan Wali nikah dalam kasus berikut :
> Fulana (F) berusia 24 tahun, memiliki 1 orang adik laki-laki usia 19
> tahun. Bapak mereka sudah lama meninggal dunia, mereka tinggal bersama
> ibunya, kakek dan nenek (orang tua dari pihak ibu).
> Dalam proses khitbah Fulana bulan kemarin, tidak melibatkan keluarga dari
> Bapak Fulana dan mereka tidak diberitahu. Yang hadir yakni :
> 1 Ibu, kakek dan nenek Fulana (orang tua dari ibunya)
> 2. Adik laki2 ibu Fulana (Paman)
> 3. Adik Fulana
> Dari pihak laki-laki A(calon) :
> 1. Bapak dan Ibu A
> 2. A dan Kakak-kakak A
>  Salah satu kesepakatan tsb, ditunjuk adik Fulana sebagai wali. Setahu
> kami, Bapak Fulana memiliki banyak saudara kandung, beberapa sudah
> meninggal dunia. Tinggal 1  laki-laki yaitu kakak Bapaknya yang sekarang
> sedang bertugas di Bandung yang sampai saat ini belum diberitahu kalau
> keponakannya mau walimah. Sedangkan saudara kandung wanita mukim tidak jauh
> dari rumah keponakannya ini.
>  Beberapa saudara meragukan kesiapan adik Fulana sebagai wali karena
> dianggap masih terlalu muda dan kurang serius, namun dari pihak keluarga
> ibunya tetap menunjuk adik Fulana mengingat Fulana tidak memiliki saudara
> laki-laki lain.
>  Dalam kejadian seperti ini, siapakah yang lebih berhak menjadi wali
> Fulana? Mohon pencerahannya. Jazakumullahu khoiron.
>  *Wassalaamu*'*alaykum* warahmatullaahi wabarakaatuh
> >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
>
> Jawaban.
> Izin wali dalam pernikahan merupakan syarat sah suatu akad nikah. Oleh
> karena itu sangat penting untuk mengetahui perwalian dan derajatnya dalam
> pernikahan. Sehingga, bila wali wanita tidak ada, maka diganti wali
> berikutnya.
>
> Pendapat yang râjih dalam permasalahan ini, ialah pendapat madzhab
> Syafi'iyyah yang menyatakan bahwa urutan wali bagi wanita dalam pernikahan
> sebagai berikut.
>
> 1. Bapak.
> 2. Kakek.
> 3. Saudara.
> 4. Anak-anaknya.
> 5. Paman-pamannya.
> 6. Anak-anak paman.
>
> Adapun hakim atau wali hakim, ialah diperuntukan bagi wanita yang tidak
> ada walinya. Dan seorang wali dibolehkan mewakilkan kepada orang lain, baik
> ada halangan maupun tidak. Orang yang ditunjuk sebagai wakilnya tersebut
> memiliki hak seperti yang menunjuknya sebagai wakil.[1]
> Selengkapnya baca di
> http://almanhaj.or.id/content/2529/slash/0/al-qurn-jadi-mas-kawin-perwakilan-wali-mahram/
>
> • Wali
> Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan
> orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu
> kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian
> saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [1]
>
> Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang
> wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits,
> Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah
> ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu,
> dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [2]
>
> Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi
> wanita sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan
> mereka. Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi
> wanita, wajib ada wali yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya.
> Tidak boleh bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi
> maka tidak sah pernikahannya.
>
> Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
>
> أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا
> بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ، فَإِنْ دَخَلَ بِهَا
> فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتَحَلَّ مِنْ فَرْجِهَا، فَإِنِ اشْتَجَرُوْا
> فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ.
>
> “Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil
> (tidak sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang
> menggaulinya, maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab
> menghalalkan kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa)
> adalah wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali.” [3]
>
> Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
>
> لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
>
> “Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]
>
> Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
>
> لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ
>
> “Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]
>
> Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang
> gadis atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.
> Selengkapnya baca di
> http://almanhaj.or.id/content/3230/slash/0/syarat-rukun-dan-kewajiban-dalam-aqad-nikah/
>
> Wallahu Ta'ala A'lam
>
>
>
>   
>



-- 
*Abu Yazid Abdul Hamid
(Victor Johnson)*

Kirim email ke