BEBERAPA KARAKTERISTIK ‘AQIDAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH[1]

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
http://almanhaj.or.id/content/3423/slash/0/beberapa-karakteristik-aqidah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/

Sesungguhnya orang yang mau berfikir obyektif, jika ia mau melakukan
perbandingan antara berbagai keyakinan yang ada di antara ummat
manusia saat ini, niscaya ia menemukan beberapa karakteristik dan
ciri-ciri dari ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang merupakan ‘aqidah
Islamiyyah yang haqq (benar) berbeda dengan lainnya.

Di antara karakter dan ciri-ciri ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:

1. Keotentikan Sumbernya.
Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah semata-mata hanya bersandarkan
kepada Al-Qur-an, hadits dan ijma’ para ulama Salaf serta penjelasan
dari mereka. Ciri ini tidak terdapat pada aliran-aliran mutakallimin
(pengagung ilmu kalam), ahli bid’ah dan kaum Shufi yang selalu
bersandar kepada akal dan pemikiran atau ke-pada kasyaf, ilham, wujud
dan sumber-sumber lain yang berasal dari manusia yang lemah. Mereka
jadikan hal tersebut sebagai patokan atau sandaran di dalam
masalah-masalah yang ghaib.

Sedangkan Ahlus Sunnah selalu berpegang teguh kepada Al-Qur-an dan
Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ijma’ Salafush Shalih
dan penjelasan-penjelasan dari mereka. Jadi: ‘aqidah apa saja yang
bersumber dari selain Al-Qur-an, hadits, ijma’ Salaf dan penjelasan
mereka itu, maka termasuk kesesatan dan kebid’ahan.[2]

2. Berpegang Teguh Kepada Prinsip Berserah Diri Kepada Allah Dan
Kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam.
‘Aqidah adalah masalah yang ghaib, dan hal yang ghaib itu hanya tegak
dan bersandar kepada kepasrahan (taslim) serta keyakinan sepenuhnya
(mutlak) kepada Allah (dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Maksudnya, hal tersebut adalah apa yang diberitakan Allah dan
Rasul-Nya (wajib diterima dan diyakini sepenuhnya). Taslim merupakan
ciri dan sifat kaum beriman yang karenanya mereka dipuji oleh Allah,
seraya berfirman:

الم ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ

“Alif Laam Miim. Kitab Al-Qur-an ini tidak ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, (yaitu) mereka beriman kepada yang
ghaib...” [Al-Baqarah: 1-3]

Perkara ghaib itu tidak dapat diketahui atau dijangkau oleh akal. Oleh
karena itu, Ahlus Sunnah membatasi diri di dalam masalah ‘aqidah
kepada berita dan wahyu yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
Rasul-Nya. Hal ini sangat berbeda dengan ahli bid’ah dan mutakallimin
(ahli kalam). Mereka memahami masalah yang ghaib itu dengan berbagai
dugaan. Tidak mungkin mereka mengetahui masalah-masalah ghaib. Mereka
tidak melapangkan akal-nya[3] dengan taslim, berserah diri kepada
Allah dan Rasul-Nya, dan tidak pula menyelamatkan ‘aqidah mereka
dengan ittiba’ dan mereka menghalangi kaum Muslimin awam berada pada
fitrah yang telah Allah fitrahkan kepada mereka.[4]

3. Sejalan Dengan Fitrah Yang Suci Dan Akal Yang Sehat.
Hal itu karena ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jam’ah berdiri di atas prinsip
ittiba’ (mengikuti), iqtida’ (meneladani) dan berpedoman kepada
petunjuk Allah, bimbingan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
‘aqidah generasi terdahulu (Salaful Ummah). ‘Aqidah Ahlus Sunnah
bersumber dari sumber fitrah yang suci dan akal yang sehat serta
pedoman yang lurus. Betapa sejuknya sumber rujukan ini. Sedangkan
‘aqidah dan keyakinan golongan yang lain itu hanya berupa khayalan dan
dugaan-dugaan yang membutakan fitrah dan membingungkan akal belaka.[5]

4. Mata Rantai Sanadnya Sampai Kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wa Sallam, Para Sahabatnya Dan Para Tabi’in Serta Para Imam Yang
Mendapatkan Petunjuk.
Tidak ada satu prinsip pun dari prinsip-prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah yang tidak mempunyai dasar atau sanad atas qudwah (contoh)
dari para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in serta para Imam yang
mendapatkan petunjuk hingga hari Kiamat. Hal ini sangat berbeda dengan
‘aqidah kaum mubtadi‘ah (ahli bid’ah) yang menyalahi kaum Salaf di
dalam ber-‘aqidah. ‘Aqidah mereka merupakan hal yang baru (bid’ah)
tidak mempunyai sandaran dari Al-Qur-an dan As-Sunnah, ataupun dari
para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Tabi’in. Oleh
karena itu, mereka berpegang kepada kebid’ahan sedangkan setiap bid’ah
adalah sesat.[6]

5. Jelas Dan Gamblang.
‘Aqidah Ahlus Sunnah mempunyai ciri khas yaitu gamblang dan jelas,
bebas dari kontradiksi dan ketidakjelasan, jauh dari filsafat, serta
kerumitan kata dan maknanya, karena ‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber
dari firman Allah yang sangat jelas, yang tidak datang kepadanya
kebathilan (kepalsuan), baik dari depan mau-pun dari belakang, dan
bersumber dari sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
beliau tidak pernah berbicara dengan hawa nafsunya. Sedangkan ‘aqidah
dan keyakinan yang lainnya berasal dari ramuan yang dibuat oleh
manusia atau ta’-wil dan tahrif mereka terhadap teks-teks syar’i.
Sungguh sangat jauh perbedaan sumber dari ‘aqidah Ahlus Sunnah dan
kelompok yang lainnya. ‘Aqidah Ahlus Sunnah adalah tauqifiyyah
(berdasarkan dalil/nash) dan bersifat ghaib, tidak ada pintu bagi
ijtihad sebagaimana yang telah dimaklumi.[7]

6. Bebas Dari Kerancuan, Kontradiksi Dan Kesamaran.
Tidak ada kerancuan pada ‘aqidah Islamiyyah yang murni ini, tidak pula
kontradiksi dan kesamaran. Hal itu karena ‘aqidah tersebut bersumber
dari wahyu, kekuatan hubungan para penganutnya dengan Allah, realisasi
ubudiyyah (penghambaan) hanya kepada-Nya semata, penuh tawakkal
kepada-Nya semata, kekokohan keyakinan mereka terhadap al-haqq
(kebenaran) yang mereka miliki. Orang yang meyakini ‘aqidah Salaf
tidak akan ada kebingungan, kecemasan, keraguan dan syubhat di dalam
beragama. Berbeda halnya dengan para ahli bid’ah, tujuan dan sasaran
mereka tidak pernah lepas dari penyakit bingung, cemas, ragu, rancu
dan mengikuti kesamaran.

Sebagai contoh yang sangat jelas sekali adalah keraguan, kegoncangan
dan penyesalan yang terjadi pada para tokoh terkemuka mutakallimin
(ahli kalam), tokoh filosof dan para tokoh Shufi sebagai akibat dari
sikap mereka menjauhi ‘aqidah Salaf. Dan sebagian mereka kembali
kepada taslim dan pengakuan terhadap ‘aqidah Salaf, terutama ketika
usia mereka sudah lanjut atau mereka menghadapi kematian, sebagaimana
yang terjadi pada Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H)
rahimahullah. Beliau telah merujuk kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah (‘aqidah Salaf) sebagaimana yang dinyatakan di dalam
kitabnya, al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah, setelah sebelumnya menganut
‘aqidah mu’tazilah, kemudian talfiq (paduan antara ‘aqidah mu’tazilah
dan ‘aqidah Salaf) dan akhirnya kembali kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah. Hal serupa juga dilakukan oleh Imam al-Baqillani (wafat
th. 403 H) sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab at-Tamhiid, dan
masih banyak lagi tokoh terkemuka lain-nya.[8]

7. ‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Merupakan Faktor Utama Bagi
Kemenangan Dan Kebahagiaan Abadi Di Dunia Dan Akhirat
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah merupakan faktor utama bagi
terealisasinya kesuksesan, kemenangan dan keteguhan bagi siapa saja
yang menganutnya dan menyerukannya kepada ummat manusia dengan penuh
ketulusan, kesungguhan dan kesabaran. Golongan yang berpegang teguh
kepada ‘aqidah ini yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah golongan yang
diberikan kemenangan dan pertolongan, sebagaimana sabda Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِيْنَ عَلَى الْحَقِّ لاَ
يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ وَهُمْ
كَذَلِكَ.

“Akan tetap ada satu golongan dari ummatku yang berdiri tegak di atas
al-haqq (kebenaran), tidak akan membahayakan bagi mereka orang-orang
yang tidak menghiraukan mereka hingga datang perintah Allah dan mereka
tetap seperti itu.”[9]

8. ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Adalah ‘Aqidah Yang Dapat
Mempersatukan Ummat.
‘Aqidah Ahlus Sunnah merupakan jalan yang paling baik untuk menyatukan
kekuatan kaum Muslimin, kesatuan barisan mereka dan untuk memperbaiki
apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan
‘aqidah Ahlus Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada Al-Qur-an dan
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta jalannya kaum
Mukminin, yaitu jalannya para Sahabat. Keistimewaan ini tidak mungkin
terealisasi pada suatu golongan mana pun, atau lembaga da’wah apapun
atau organisasi apapun yang tidak menganut ‘aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Sejarah adalah saksi dari kenyataan ini! Hanya negara-negara
yang berpegang teguh kepada ‘aqidah Ahlus Sunnah sajalah yang dapat
menyatukan kekuatan kaum Muslimin yang berserakan, hanya dengan
‘aqidah Salaf, maka jihad serta amar ma’ruf dan nahi munkar itu tegak
dan tercapailah kemuliaan Islam.[10]

9. Utuh, Kokoh Dan Tetap Langgeng Sepanjang Masa.
‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah utuh dan sama dalam masalah
prinsipil (ushuluddin) sepanjang masa dan akan tetap seperti itu
hingga hari Kiamat kelak. Artinya ‘aqidah Ahlus Sunnah selalu sama,
utuh dan terpelihara baik secara riwayat maupun keilmuannya,
kata-kata, maupun maknanya. Ia diwariskan dari generasi ke generasi
berikutnya tanpa mengalami perubahan, pencampuradukan, kerancuan dan
tidak mengalami penambahan maupun pengurangan. Hal tersebut karena
‘aqidah Ahlus Sunnah bersumber dari Al-Qur-an yang tidak datang
kepadanya kebathilan baik dari depan maupun dari belakang dan dari
Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah berbicara dengan hawa nafsu.[11]

10. Allah Menjamin Kehidupan Yang Mulia bagi Orang Yang Menetapi
‘Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Berada dalam naungan ‘aqidah Ahlus Sunnah akan menyebabkan rasa aman
dan kehidupan yang mulia. Hal ini karena ‘aqidah Ahlus Sunnah
senantiasa menjaga keimanan kepada Allah dan mengandung kewajiban
untuk beribadah kepada Allah sebagai satu-satunya yang berhak
diibadahi dengan benar. Orang yang beriman dan bertauhid akan
mendapatkan rasa aman, kebaikan, kebahagiaan dunia dan akhirat. Rasa
aman senantiasa menyertai keimanan, apabila keimanan itu hilang maka
hilang pula rasa aman.

Firman Allah:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ
لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan
keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”
[Al-An’aam: 82]

Orang yang bertaqwa dan beriman akan mendapatkan rasa aman yang
sempurna dan petunjuk yang sempurna di dunia dan akhirat. Adapun orang
yang berbuat syirik, bid’ah dan maksiyat mereka adalah orang yang
selalu diliputi dengan rasa takut, was-was, tidak tenang dan tidak ada
rasa aman. Mereka selalu diancam dengan berbagai hukuman dan siksaan
pada setiap waktu.[12]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box
7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Pembahasan ini dinukil dari kitab ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal
Jamaa’ah; Mafhuu-muha, Khashaa-ishuha, Khashaa-ishu Ahlihaa (hal. 37)
karya Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, cet. I/ tahun 1416 H dan kitab
Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 37-38).
[2]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 33-34).
[3]. Hal ini tidak boleh difahami bahwa Islam mengekang akal,
menonaktifkan fung-sinya dan menghapus bakat berfikir yang ada pada
manusia, namun sebaliknya, Islam menyediakan bagi akal banyak sarana
untuk mengetahui, mengamati, berfikir dan berkarya, sesuatu yang cukup
merangsang keinginannya terhadap ciptaan Allah. Wallaahu a’lam.
[4]. Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 34).
[5]. Ibid.
[6]. Lihat Majmuu’ Fataawaa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (I/9) dan
Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 35).
[7]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 35).
[8]. Lihat Majmuu’ Fataawa Syaikhil Islaam Ibni Taimiyyah (IV/72-73)
dan Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 35-36).
[9]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1920) dan at-Tirmidzi (no. 2229),
dari Sahabat Tsauban Radhiyallahu anhu. Perintah Allah, yaitu
datangnya angin yang mewafatkan Mukmin dan Mukminah (di akhir zaman).
Lihat Syarah Shahiih Muslim (XIII/66).
[10]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 37-38).
[11]. Ibid, hal. 38-39.
[12]. Lihat ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah; Mafhuumuha,
Khashaa-ishuha, Khashaa-ishu Ahlihaa (hal. 37) karya Muhammad bin
Ibrahim al-Hamd, cet. I/ th. 1416 H, dengan sedikit tambahan.


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke