ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Oleh
Ustadz Abu Ihsan al-Atsari
http://almanhaj.or.id/content/3456/slash/0/islam-dan-lingkungan-hidup/

Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan
terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak
langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan
melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, seyogyanya setiap Muslim
memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena
pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat
manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla
ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan
hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena
bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh Azza wa Jalla dan kita
hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang
telah Allâh Azza wa Jalla tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak
boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang
muncul.

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

تِلْكَ آيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَمَا اللَّهُ
يُرِيدُ ظُلْمًا لِلْعَالَمِينَ

Itulah ayat-ayat Allah Azza wa Jalla. Kami bacakan ayat-ayat itu
kepadamu dengan benar dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya
hamba-hambaNya. [Ali Imrân/3:108]

Allah Azza wa Jalla menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini
merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka
yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat
beribadah hanya kepada Allâh semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا
خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka. [Ali Imrân/3:191]

Syariat Islam sangat memperhatikan kelestarian alam, meskipun dalam
jihâd fi sabîlillah. Kaum Muslimin tidak diperbolehkan membakar dan
menebangi pohon tanpa alasan dan keperluan yang jelas.

Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini
merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh Azza wa Jalla
menyebutkan firmanNya :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي
النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar). [ar-Rûm/30:41]

Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’
berkata, 'Telah nampak kerusakan,' maksudnya hujan tidak turun di
daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa
binatang-binatangnya.”

Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu
ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan
hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan.
Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.”
Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.

Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan
manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena
ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka
lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.

Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna
firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di
laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan
buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah
berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi,
berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan
langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun
di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada
masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan
menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk
Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah
membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka
dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah
delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa
berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi
sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan
syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setiap kali
keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan.
Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya,
"Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba,
kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan
ketenangan.”[1]

Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam
sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk
menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah
satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun
esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di
sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?

Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam
pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, "Bercocok tanam termasuk
fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk
bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”[2]

Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda :

مَا مِنْ مُسْلِمٍ غَرَسَ غَرْسًا فَأَكَلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ أَوْ
دَابَّةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ

Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan
yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya
sebagai pahala sedekah.[3]

Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang
akan terus mengalirkan pahala baginya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

سَبْعٌ يَجْرِي لِلعَبْدِ أَجْرُهُنَّ وَ هُوَ فِي قَبْرِهِ بَعْدَ
مَوْتِهِ : مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا أَوْ أَجْرَى نَهْرًا أَوْ حَفَرَ
بِئْرًا أَوْ غَرَسَ نَخْلاً أَوْ بَنَى مَسْجِدًا أَوْ وَرَثَ مُصْحَفًا
أَوْ تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لََهُ بَعْدَ مَوْتِهِ .

Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba
sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang
yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon
kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang
memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.[4]

Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar
areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan
merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir
bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara
akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya
karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan
kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam.
Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan
kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ?
Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi
bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka
lakukan ?

Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi
kebaikan dan keberkahan bumi.

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk
perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan
longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang
mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan
menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mereka
meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan
agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena
maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana
halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen
buah-buahan.

Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah
ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya
seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang
bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”

Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas
manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.

Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa
mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar
daripada buah-buahan yang ada sekarang.”[5]

Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut
pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa.
Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh
manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

نَزَلَ الحَجَرُ الأَسْوَدُ مِنَ الجَنَّّةِ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ
الثَّلْجِ ، فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ

Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu
menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.[6]

Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga
dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa
menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga
memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.

Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla
, kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi
musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan
dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru
membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan
beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat
yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !

Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois
memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam
sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang !?

Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan
bumi ini, mengatur kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata.
Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di
akhirat kelak.

Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya
kewajiban untuk melestarikan alam semesta.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, "Firman
Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), 'Dan janganlah kamu berbuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.' Allâh
melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam,
setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam
urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan,
maka hal itu lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh
Azza wa Jalla melarang hal itu dan memerintahkan para hamba-Nya agar
beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”

Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia
lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan.
Coba anda lihat, hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan
alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru
menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh
memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga
keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup
manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :

وَالْأَرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا
فِيهَا مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْزُونٍ

Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung
dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
[al-Hijr/15:19]

Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa
Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.

Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla
menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya,
menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya
yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan
berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs
Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala
sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya
(proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh
Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang lainnya. Di antara
para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah
ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap
sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”

Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang siklus
hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan
kehidupan makhluk di muka bumi.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ
فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ
يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ ۖ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ
عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ

Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan
dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan
menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari
celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya
yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].

Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan
(sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi,
mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai,
danau dan laut.

Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa
Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari
terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka
bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita
di sekitar kita.

Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa
dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam
ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang
sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.

Referensi:
1. al-Qur'ân al-Karîm.
2. Umdatut Tafsîr Ibnu Katsîr.
3. Tafsir ath-Thabari.
4. al-Fawâid, Ibnul Qayyim.
5. Shahîh al-Bukhâri.
6. Shahîh Muslim.
7. Riyadhus Shâlihîn, an-Nawawi.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. HR Bukhâri (6512).
[2]. Tafsîr al-Qurthubi (III/306).
[3]. HR Bukhâri (6012).
[4]. Dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ (3602) dari Anas.
[5]. al-Fawâid, hlm. 65.
[6]. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (I/166), Ibnu Khuzaimah (I/271) dan
dishahihkan oleh al-Albâni dalam Silsilatul Ahâdîtsis Shahîhah (2618).


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke