MEWASPADAI BUDAYA-BUDAYA JAHILIYAH

Oleh
Ustadz DR Ali Musri Semjan Putra
http://almanhaj.or.id/content/3512/slash/0/mewaspadai-budaya-budaya-jahiliyah-1/

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam untuk
nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia.
Semoga shalawat dan salam juga terlimpahkan kepada keluarga dan para
sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan
petunjuk mereka sampai hari kiamat.

Pada masa jahiliyah, orang-orang Arab memiliki berbagai budaya dan
kebiasaan yang mereka lakukan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Kebudayaan itu ada yang berbentuk keyakinan, ibadah, akhlak dan
hukum-hukum kemasyarakatan. Adapun tujuan kita mengenal persoalan ini,
ialah agar kita tidak terjerumus ke dalam budaya-budaya jahiliyah
tersebut.

Pada abad globalisasi ini betapa cepat pertukaran peradaban namun
sebagian kita tidak memiliki filter untuk menyaring kebudayaan dan
peradaban tersebut. Sehingga sebagian kita terjerumus dan jatuh ke
dalam berbagai jurang kesesatan umat-umat yang lain. Sebagaimana telah
disinyalir oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ
وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ
لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ
وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ (متفق عليه).

"Sesunguhnya kalian akan mengikuti kebiasaan umat-umat sebelum kalian,
sejengkal demi sejengkal, sedepa demi sedepa, sehingga seandainya
mereka masuk lubang dhab (sejenis kadal), niscaya akan kalian ikuti,"
maka para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, (maksudmu) orang-orang
Yahudi dan Nasrani?" (Jawab Rasulullah): "Siapa lagi?!" [HR al-Bukhâri
dan Muslim]

Jika kita melihat ke tengah masyarakat, tentu kita akan mendapatkan
sebagian besar mereka sudah terpengaruh oleh kebudayaan dan peradaban
umat-umat lain. Baik dengan sengaja menirunya dengan alasan model dan
gaya, atau karena bodoh terhadap ajaran agama kita sendiri, tidak
menyadari bahwa kebiasaan dan gaya tersebut merupakan perilaku umat
jahiliyah dahulu.

Tentang budaya dan kebiasaan orang-orang jahiliyah ini, maka Allah
telah menjelaskan dalam banyak ayat, dan begitu pula Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits, agar umat ini
terhindar dan tidak menyerupai kebiasaan mereka yang menyimpang dari
kebenaran. Yaitu sebagaimana yang telah diturunkan Allah Azza wa Jalla
kepada para nabi dan rasul-Nya. Baik yang berbentuk keyakinan, ibadah,
akhlak maupun hukum kemasyarakatan. Sebagaimana firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala :

وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ

Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Qur`ân supaya jelas jalan
orang-orang yang berdosa. [al-An'âm/6:55].

Allah menjelaskan jalan orang-orang yang berdosa agar kita menghindari
dan menjauhinya, agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa, sekaligus
menjauhi jalan dan sebab-sebab yang menimbulkan dosa. Diantara
jalan-jalan dosa adalah meniru budaya dan peradaban orang-orang
jahiliyah serta jalan umat yang dilaknat dan disesatkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala . Karena ketidaktahuan terhadap sebab-sebab
kebatilan bisa membawa seseorang kepada kebatilan itu sendiri.
Sebaliknya jika seseorang mengetahui jalan dan sebab kebinasaan, maka
ia akan selalu mawas diri. Di samping itu ia akan memberitahukan
kepada orang lain agar menghindari sebab-sebab dan jalan kebinasaan
tersebut.

Hal inilah yang diungkapkan sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu :

كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ
أَنْ يُدْرِكَنِي (صحيح البخاري برقم (7084) ، وصحيح مسلم برقم (1847).

Adalah para sahabat bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tentang hal yang baik-baik saja, namun saya bertanya kepada
beliau tentang hal yang jelek, karena saya takut akan terjerumus ke
dalamnya. [HR al-Bukhâri dan Muslim].

Sahabat Hudzaifah Radhiyallahu anhu menggambarkan kepada kita, di
antara faktor penyebab yang menjerumuskan seseorang ke dalam kejelekan
adalah tidak mengetahui perihal kejelekan itu sendiri. Hal ini
ditegaskan lagi oleh khalifah yang kedua, yaitu 'Umar bin Khaththab
Radhiyallahu anhu dalam ungkapannya:

إِنَّمَا تَنْقُضُ عُرَى الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً إِذَا نَشَأَ فِي
اْلإِسْلاَمِ مَنْ لاَ يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةِ

(sesungguhnya putusnya tali Islam itu sedikit demi sedikit apabila
tumbuh dalam Islam orang yang tidak mengenal jahiliyah), karena bila
seseorang yang tidak mengetahui kebatilan, ia tidak akan mengingkari
kebatilan tersebut. Bila demikian halnya, tentu kebatilan itu hari
demi hari akan semakin meluas, hingga kemudian diangap sebagai
kebenaran. Pada akhirnya, bila ada yang mengingkari, maka ia akan
dianggap mengingkari kebenaran. Sehingga terjadi penilaian yang amat
keliru, yang batil dianggap benar, dan yang benar dianggap batil.

Gejala ini sudah mulai nampak dalam kehidupan kita. Ketika ada
perhatian dari sebagian orang yang peduli untuk menanggulangi berbagai
penyimpangan moral dalam masyarakat, kemudian datang kelompok lain
dengan menamakan diri pembela hak asasi dan kebebasan. Seolah yang
memiliki kebebasan dan hak asasi hanyalah orang yang melanggar. Adapun
orang yang patuh, kemanakah hak asasi dan kebebasan mereka? Semestinya
yang mendapatkan hukuman ialah orang yang menyimpang, tetapi justru
malah memproleh pembelaan. Sebaliknya, orang yang berjalan di atas
kebenaran dianggap tidak berwawasan, tidak toleransi, tidak bisa
berbeda pendapat, fanatik, mau menang sendiri, dan seterusnya berbagai
celaan diarahkan kepada mereka.

Segala perkara jahiliyah dikubur di bawah telapak kaki Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sebagai bentuk peringatan kepada umat
Islam agar tidak menggali kembali perkara-perkara jahiliyah tersebut,
apalagi melestarikannya.

Sebagaimana dinyatakan dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَلاَ كُلًّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ
مَوْضُوْعٌ (رواه مسلم)

Katahuilah segala sesuatu dari urusan jahiliah di bawah telapak kakiku
terkubur. [HR Muslim]

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Sabda Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam 'Seluruh perkara-perkara jahiliyah berada di bawah
telapak kakiku,' termasuk dalam hal tersebut, ialah segala hal yang
mereka lakukan dalam berbagai ibadah dan budaya, seperti hari-hari
besar mereka dan lain-lain dari kebiasaan mereka, ... tidak termasuk
kedalam hal itu budaya mereka yang diakui dalam Islam,seperti manasik
dan diyat orang yang terbunuh, dan lain-lain. Karena yang dipahami
dari ungkapan budaya-budaya jahiliyah, ialah hal-hal yang tidak diakui
oleh Islam, dan termasuk juga di dalamnya yaitu kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah yang tidak dilarang secara khusus"[1].

Dalam sabda yang lain beliau tegaskan:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلَاثَةٌ مُلْحِدٌ فِي الْحَرَمِ
وَمُبْتَغٍ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ وَمُطَّلِبُ دَمِ
امْرِئٍ بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ (رواه مسلم)

"Diriwayat dari sahabat Ibnu Abbas z bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: "Manusia yang paling dimurkai Allah ada tiga; orang
melakukan dosa di tanah haram, orang yang mencari kebiasaan jahiliyah
dalam Islam dan orang yang mengincar darah seseorang tanpa hak untuk
ia tumpahkan (membunuhnya)". [HR Muslim]

Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Setiap orang yang
ingin melakukan sesuatu dari sunnah jahiliyah, ia termasuk dalam
hadits ini. Sunnah jahiliyah ialah segala kebiasaan (adat-budaya) yang
mereka lakukan. Karena sunnah ialah adat, yaitu kebiasaan yang
berulang agar bisa melingkupi semua orang. Yaitu hal-hal yang mereka
anggap ibadah ataupun yang tidak mereka anggap ibadah ... Barang siapa
yang melakukan sesuatu dari adat-adat mereka, maka sesungguhnya ia
telah menginginkan sunnah jahiliyah. Hadits ini umum mewajibkan
diharamkannya mengikuti segala sesuatu dari kebiasaan-kebiasaan
jahiliyah, dalam hal perayaan hari-hari besar, dan juga di luar
perayaan hari-hari besar".[2]

Beliau rahimahullah mengungkapkan lagi pada kitab lainnya: "Sabda
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam 'Yang mencari dalam Islam sunnah
jahiliyah,' termasuk ke dalamnya, yaitu segala kejahiliyahan secara
mutlak; agama Yahudi, Nasrani, Majusi, Shaibah, agama penyembah
berhala, agama syirik, atau adopsi dari sebagian ajaran-ajaran
agama-agama jahiliyah tersebut, maka seluruh bid'ah dan ajaran yang
telah mansukh (dihapus), telah menjadi jahiliyyah dengan diutusnya
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sekalipun kalimat jahiliyah
lebih dominan penggunaannya kepada orang-orang Arab, tetapi maknanya
sama".[3]

Berikut kami sebutkan di antara bentuk-bentuk budaya jahiliyyah yang
berhubungan dengan keyakinan.

Sebagaimana diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam sabda beliau:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ
وَلَا صَفَرَ (أخرجه البخاري و مسلم)

Dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu meriwayatkan, bahwa
Rasulullah bersabda: "Tidak benar (meyakini) penyakit berpindah, tidak
benar mempercayai gerak-gerik burung, tidak benar meyakini burung
hantu, tidak benar anggapan bulan Safar adalah bulan sial". [HR
al-Bukhâri dan Muslim].

زَادَ مُسْلِمٌ : « وَلَا نَوْءَ وَلَا غُولَ » .

Dalam riwayat Imam Muslim ada tambahan: "Tidak benar juga meyakini
bintang, dan tidak pula mempercayai hantu".

Dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, ada
beberapa kebiasan orang jahiliyah sebagaimana penjelasan para ulama
dalam mengomentari maksud hadits tersebut.

Pertama : al-'Adwâ.
Yaitu berkeyakinan bahwa suatu penyakit dapat berpindah kepada orang
lain dengan sendirinya tanpa ada takdir dari Allah.

Di antara budaya keyakinan orang-orang jahiliyah, yaitu mempercayai
bahwa penyakit dapat berpindah dengan sendirinya kepada orang lain,
tanpa ada takdir dari Allah. Hal ini dapat mengurangi atau membatalkan
kemurnian tauhid seseorang kepada Allah. Karena yang dapat menimpakan
penyakit dan musibah hanya Allah semata.

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan dalam firman-Nya:

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا
فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ
يَسِيرٌ لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا
بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh)
sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah
tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.
[al-Hadid/57:22-23].

Namun bukan berarti kita tidak boleh menghindari sebab-sebab yang
dapat mencelakan ataupun yang membahayakan. Karena dalam melakukan
sebab-sebab itu kita tidak boleh meyakini bahwa sebab itu sendiri yang
dapat menyelamat kita. Jika Allah berkendak, bisa saja Allah berbuat
sesuatu pada kita tanpa ada sebab. Sebagian ulama mengatakan,
meninggalkan sebab adalah menyalahi akal sehat, dan bergantung kepada
sebab adalah kesyirikan.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan anak maka kita harus menikah. Namun
tidak berarti setiap orang yang menikah pasti mendapatkan anak. Karena
ada orang yang beristeri empat tidak mempunyai anak. Oleh sebab itu,
dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan:

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفَرَّ مِنَ
الْمَجْذُوْمِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الأَسَدِ (رواه البخاري)

Tidak benar (meyakini) penyakit berpindah (sendiri), tidak benar
mempercayai gerak-gerik burung, tidak benar meyakini burung hantu,
tidak benar anggapan bulan Safar adalah bulan sial, dan hindarilah
orang yang berpenyakit kusta sebagaimana kamu menghindar dari singga.
[HR al-Bukhâri].

Penggalan terakhir dari hadits "dan hindarilah orang yang berpenyakit
kusta sebagaimana kamu menghindar dari singa" telah dibuktikan oleh
ilmu medis modern kebenarannya. Tetapi Islam telah jauh lebih maju
sebelum ahli medis membuktikannya. Ini merupakan salah satu bukti dari
sekian banyak bukti kebenaran Islam dan keagungannya.

Dalam hadits di atas terdapat keterangan tentang hukum mengambil sebab
keselamatan dari penyakit menular. Dalam sabda lain beliau katakan:

لَا يُورِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ (رواه مسلم)

Jangan campurkan onta yang sakit ke dalam onta yang sehat. [HR Muslim].

Sebagian ulama berpendapat, dua konteks hadits di atas tidak saling
bertentangan. Konteks pertama ditujukan pada orang yang kuat iman dan
tawakalnya kepada Allah, terutama bila ada maslahah yang lebih besar,
seperti petugas kesehatan dan regu penyelamat. Maka hendaklah ia
memantapkan keimanan dan tawakalnya kepada Allah jika situasi
mengharuskannya untuk berkorban. Konteks hadits kedua ialah bagi orang
yang kurang iman dan tawakalnya kepada Allah. Wallahu a'lam.[4]

Kedua : ath-Thiyarah.
Yaitu menebak apa yang akan terjadi dengan perantara burung. Atau
mengundi nasib berdasarkan gerak-gerik binatang, seperti burung dan
lainnya. Adakalanya disebut at- tathoyyur, namun maksudnya sama.

Di antara budaya orang-orang jahiliyah, yaitu jika akan berpergian
atau melakukan sesuatu; ketika keluar dari rumah, mereka terlebih
dahulu memperhatikan binatang yang melintas di hadapan mereka.
Binatang yang sering dijadikan pegangan ialah burung. Jika binatang
itu melintas dari arah kiri ke kanan mereka, menurut mereka hal itu
pertanda perjalanan dan rencananya akan sukses, maka mereka pun
melanjutkan perjalanan dan rencananya. Dan jika binatang tersebut
melintas sebaliknya, maka ini pertanda sial atau malapetaka akan
merintangi mereka. Sehingga mereka pun tidak melanjutkan perjalanan
dan rencananya.[5]

Hal ini jelas bertentangan dengan akal sehat, dan apalagi dengan
aqidah Islam. Karena binatang tersebut bergerak tanpa pertimbangan
akal, dan tidak pula ditugaskan Allah untuk memberitahukan hal-hal
yang ghaib kepada manusia.

Melakukan atau meninggalkan sebuah perbuatan karena faktor gerak-gerik
binatang sebagai ukuran baik dan buruk adalah perbuatan syirik. Karena
telah menggantungkan harapan kepada selain Allah. Hal tersebut
hanyalah prasangka yang dibisikan setan untuk menjerumuskan manusia ke
lembah kesyirikan. Oleh sebab itu, perbuatan tersebut dilarang dalam
Islam. Disebutkan dalam sabda Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قاَلَ قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللَّهُ
بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ قَالَ
فَلَا تَأْتِهِمْ قَالَ وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ قَالَ ذَاكَ
شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلَا يَصُدَّنَّكُمْ رواه مسلم.

Dari Sahabat Mu'awiyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu anhu
berkata: Aku berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
"Ya Rasulullah, saya baru saja meninggalkan kejahiliyahan. Sesunguhnya
Allah telah mendatangkan Islam, dan sebagian kami (pada masa
jahiliyah) ada yang mendatangi tukang tenung (dukun)," beliau
menjawab, "Engkau jangan mendatangi mereka". "Dan di antara kami ada
yang mengundi nasib dengan burung," beliau menjawab, "Yang demikian
adalah sesuatu yang terbayang dalam dada kalian, maka janganlah hal
itu menghambat kalian (dari melakukan sesuatu)". [HR Muslim].

Dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain disebutkan:

من حديث ا بْنِ مَسْعُودٍ مَرْفُوْعًا : الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ
شِرْكٌ وَمَا مِنَّا إِلَّا ... وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ
بِالتَّوَكُّلِ
بْنِ مَسْعُودٍ (رواه أبو داود والترمذي وصححه . وجعل آخره من قول ابن مسعود)

Dari Sahabat Ibnu Mas'ud secara marfu' (langsung kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) : "Mempercayai gerak-gerik burung
adalah syirik, mempercayai gerak-gerik burung adalah syirik (beliau
mengulanginya dua kali), tiada di antara kita kecuali (pernah
terlintas dalam ingatannya), tetapi Allah menghilangkan perasaan itu
dengan bertawakkal kepada Allah". [HR Abu Dâwud dan at-Tirmidzi; dan
at-Tirmidzi menshahîhkannya, dan menganggap akhir hadits tersebut
merupakan ungkapan dari Ibnu Mas'ûd Radhiyallahu anhu].

Dalam dua hadits ini disebutkan, perasaan pesimis yang timbul dengan
mendasarkan pada gerak-gerik burung merupakan sikap keraguan belaka.
Cara untuk menghilangkan perasaan tersebut, ialah dengan bertawakkal
kepada Allah. Karena Allah tidak menjadikan gerak-gerik binatang atau
burung sebagai dalil dan tanda-tanda untuk mengetahui hal-hal yang
akan terjadi.

Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih senang kepada sikap optimis
dari sikap pesimis, sebagaimana sabda beliau:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ
وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ كَلِمَةٌ
طَيِّبَةٌ

Dari Sahabat Anas Radhiyallahu anhu, ia berkata Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda: "Tidak benar (meyakini) penyakit
berpindah, tidak benar mempercayai gerak-gerik burung, dan aku lebih
suka kepada sikap pesimis," para sahabat bertanya: "Apa sikap pesimis
itu?" Beliau menjawab,"Yaitu kalimat yang baik". [HR al-Bukhâri dan
Muslim].

وَلأَبِي دَاوُدَ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ ، قال
: ذُكِرَتْ الطِّيَرَةُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقَالَ أَحْسَنُهَا الْفَأْلُ وَلَا تَرُدُّ مُسْلِمًا
فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُلْ اللَّهُمَّ لَا
يَأْتِي بِالْحَسَنَاتِ إِلَّا أَنْتَ وَلَا يَدْفَعُ السَّيِّئَاتِ
إِلَّا أَنْتَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِكَ

Imam Abu Dawud meriwayatkan dengan sanad yang shahîh dari Sahabat
'Uqbah bin 'Amir Radhiyallahu anhu, ia berkata: "Seseorang menyebut di
hadapan Rasulullah tentang mempercayai gerak-gerik burung, beliau pun
menyanggah; yang terbaik ialah bersikap optimis, jangan sampai hal itu
mengembalikan seorang muslim (dari tujuannya); jika salah seorang dari
kalian melihat sesuatu yang tidak ia senangi, maka hendaklah ia
berkata: 'Ya Allah, tiada yang mampu mendatangkan kebaikan kecuali
Engkau, dan tiada yang mampu menolak kejelekkan kecuali Engkau, tiada
daya dan upaya kecuali dengan (pertolongan) Engkau'."

Dalam sabda lainnya Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan,
barang siapa yang melakukan ath-thiyarah, maka ia telah berbuat
syirik. Dan sebagai kafarat, ialah membaca do'a yang beliau sebutkan
dalam hadits ini:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ عْنْ حَاجَتِهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ أَنْ يَقُولَ
أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا خَيْرَ إِلَّا
خَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ (رواه أحمد، وصححه الألباني في "إصلاح
المساجد": 116)

Dari sahabat Ibnu 'Umar Radhiyallahu anhu, ia berkata: telah bersabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : "Barang siapa yang
dikembalikan ath-thiyarah dari keperluannya, maka ia telah berbuat
syirik". Para sahabat bertanya: "Apa kafarah untuk itu, ya
Rasulullah?" Rasulullah menjawab: "Dia mengucapkan,'Ya Allah, tiada
ketentuan nasib kecuali ketentuan Engkau. Dan tiada (yang dapat
memberi) kebaikan kecuali Engkau. Tiada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Engkau'." [HR Imam Ahmad, dan dishahîhkan oleh Syaikh
al-Albâni dalam kitab Islâhul-Masajid, 116].

Ketiga : al-Hâmah.
Yaitu meyakini bahwa burung hantu merupakan jelmaan dari seseorang
yang dibunuh, dan pembunuhan itu tidak dibalas dengan pembunuhan pula.

Di antara budaya kaum jahiliyah, yaitu sebuah keyakinan barang siapa
yang mati terbunuh lalu tidak dibalas dengan pembunuhan juga, maka ia
akan menjadi burung hantu yang senantiasa meminta tolong dan
menundukkan wajahnya sampai dibalas atas pembunuhannya.[6]

Keyakinan ini mirip dengan reinkarnasi yang diyakini orang-orang
Hindu. Yaitu bila seseorang mati dan memiliki amal yang baik, maka
ruhnya akan berpindah pada tubuh baru yang lebih baik. Sebaliknya jika
amalnya jelek, maka ruhnya akan berpindah ke tubuh binatang. Keyakinan
ini tanpa adanya hari berbangkit dan berhisab, karena mereka tidak
mempercayai adanya hari akhirat.[7]

Hal ini banyak pula diyakini oleh orang-orang yang tidak mengerti
Islam. Mereka tidak sadar bahwa anggapan ini bertentangan dengan
aqidah Islam. Dalam agama Islam, seseorang yang sudah meninggal,
ruhnya tidak akan pernah kembali lagi ke dunia, tetapi berada di alam
barzah. Keyakinan sebagian orang adanya orang jadi-jadian, seperti
jadi ular, babi, harimau, pocong dan seterusnya, ini merupakan
keyakinan batil dan kufur.

Sebetulnya yang menyerupai mayat atau yang jadi-jadian tersebur adalah
qorin orang tersebut. Qorin, artinya malikat atau jin yang senantiasa
bersama manusia semasa ia hidup. Setiap manusia memiliki dua qorin,
satu dari malaikat dan satu lagi dari jin. Semasa hidup di dunia,
qorin dari malaikat senantiasa memotivasi manusia ke arah yang baik.
Adapun qorin dari jin, ia senantiasa memotivasi ke arah yang buruk.
Maka yang menyerupai si mayat atau kadangkala berbentuk binatang,
ialah qorin dari jin tersebut. Ia dapat menyerupai si mayat dalam
bentuk dan suara. Hal ini disebutkan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam sabdanya:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا وَقَدْ
وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ وَإِيَّايَ إِلَّا أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ
فَأَسْلَمَ فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ (رواه مسلم)

Dari Sahabat 'Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu anhu , ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : "Tidak
seorang pun di antara kalian kecuali bersamanya ada qorinnya dari
Jin". Para sahabat bertanya:"Engkau juga, ya Rasulullah?" Jawab
Rasulullah, "Termasuk saya, tetapi Allah telah menolong saya di
atasnya, maka saya selamat. Sehingga ia tidak menyuruhku kecuali
kepada yang baik". [HR Muslim].

Kata-kata فَأَسْلَمَ dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat
dalam menafsirkannya. Ada yang berpendapat bahwa Rasul Shallallahu
‘alaihi wa sallam selamat darinya berkat bantuan Allah, dan sebagian
ulama memahami bahwa qorin tersebut masuk Islam. Wallahu a'lam.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa qorin itu dua, satu dari jin dan
satu lagi malaikat.

وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِيْنُهُ مِنَ الْجِنِّ وَقَرِيْنُهُ مِنَ
الْمَلاَئِكَةِ (رواه مسلم)

Dan sesungguhnya bersamanya ada qorrin dari jin dan qorin dari
malaikat. [HR Muslim].

Jadi tidak benar anggapan sebagian orang bahwa orang yang sudah mati
bila ruh tidak diterima Allah ia akan gentayangan di muka bumi. Akan
tetapi ruh yang tidak dibukakan pintu langit untuknya akan ditempatkan
di sijjîn, yaitu salah satu bagian alam barzah. Sijjîn merupakan
tempat ruh orang-orang kafir.[8]

Adapun ruh para syuhadâ`, mereka berada dalam perut burung surga, ia
makan dan minum dari buah-buahan dan sungai-sngai surga, sampai
kembali lagi kepada jasadnya yang asli setelah hari berbangkit tiba.
Disebutkan dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَنْ مَسْرُوقٍ قَالَ سَأَلْنَا عَبْدَ اللَّهِ عَنْ هَذِهِ الْآيَةِ
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا
بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ قَالَ أَمَا إِنَّا قَدْ
سَأَلْنَا عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ أَرْوَاحُهُمْ فِي جَوْفِ طَيْرٍ خُضْرٍ
لَهَا قَنَادِيلُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَسْرَحُ مِنْ الْجَنَّةِ
حَيْثُ شَاءَتْ (رواه مسلم)

Dari Masrûq, ia berkata: Aku bertanya kepada 'Abullah bin Mas'ud
tentang ayat "Janganlah kalian kira orang-orang yang mati (berjihad)
di jalan Allah dalam keadaan mati, tetapi mereka dalam keadaan hidup
diberi rizki di sisi Tuhan mereka," Ibnu Mas'ud menjawab: "Kami telah
menanyakan tentang hal itu (pada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
)," beliau bersabda: "Ruh-ruh mereka dalam perut burung hijau, baginya
lentera yang digantungkan dengan 'Arasy, ia berpergian dalam surga
kemana saja ia suka". [HR Muslim].[9]

Keempat : Shafar
Yaitu meyakini bulan Shafar sebagai bulan sial.

Orang-orang jahiliyah memiliki budaya keyakinan bahwa sebagian hari
atau bulan membawa kesialan dan malapetaka. Sebagaimana keyakinan
mereka terhadap bulan Shafar dan Syawwal. Pada bulan tersebut, mereka
meninggalkan urusan-urusan yang penting atau besar, seperti
pernikahan, perniagaan dan perjalanan.

Keyakinan ini juga ditiru oleh sebagian orang-orang sekarang, seperti
meyakini malam Jum'at Kliwon (penanggalan Jawa) adalah hari sial dan
berbahaya jika pergi ke laut untuk menangkap ikan pada malam itu.
Begitu pula meyakini hari Selasa sebagai hari api, maka tidak boleh
berpergian pada hari itu, dan masih banyak lagi keyakinan-keyakinan
lain yang dihubungkan dengan hari, bulan dan tahun. Begitu pula dengan
keyakinan orang-orang Cina dalam menyebut nama-nama tahun. Tahun Naga
adalah tahun yang kurang menguntungkan, tahun Kuda adalah tahun yang
menguntungkan dan seterusnya.

Keyakinan semacam ini menunjukkan bahwa ada yang dapat mendatangkan
mudharat selain Allah. Padahal hari dan bulan hanyalah sekedar tempat
dan waktu melakukan aktifitas bagi manusia, sehingga sama sekali tidak
ada hubungannya dengan bencana ataupun malapetaka. Semua yang terjadi
itu sesuai dengan kehendak Allah dan ketentuan-Nya, tanpa ada campur
tangan makhluk sedikit pun dalam mengatur alam raya ini. Oleh karena
itu, barang siapa yang meyakini seperti kepercayaan orang jahiliyah
tersebut, maka ia telah berbuat syirik dalam tauhid rububiyah. Kerena
kebatilan keyakinan itu, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengingkarinya, sebagaimana terdapat dalam hadits yang sedang kita
bincangkan ini.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10-11/Tahun XI/1428/2007M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Al-Istiqâmah, 111.
[2]. Al-Iqthidhâ`, 76-77.
[3]. Al-Istiqâmah, 78-79.
[4]. Taisîr al-'Azîz, 371-374. Lihat pula Ma'ârijul-Qabûl, 1/985.
[5]. Miftâh Darus-Sa'âdah, 2/234.
[6]. Al-Bad'u wat-Târîkh, 2/118-119.
[7]. Al-Bad'u wat-Târîkh, 4/33. Lihat pula Taisîr al-'Azîz, 379.
[8]. Tafsîr ath-Thabarî, 24/282. Tafsir al-Baghawi, dan Tafsir Ibnu
Katsîr, 3/413.
[9]. Lihat pembahsan ini dalam Majmu' al-Fatâwâ. 4/224, 9/289. Ar-Rûh,
39 dan Hadiy al-Arwâh, 17.


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke