MANUSIA-MANUSIA SPERTI KELEDAI

Oleh Ustadz Rijal Yuliar

http://almanhaj.or.id/content/3599/slash/0/manusia-manusia-seperti-keledai/


مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ
كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ


Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepada mereka (kitab suci) Taurat,
kemudian mereka tiada menunaikannya adalah seperti keledai yang membawa
kitab-kitab besar lagi tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang
mendustakan ayat-ayat Allah. Dan Allâh tiada memberi petunjuk bagi kaum
yang zhalim [al-Jumu`ah/62:5]

PENJELASAN AYAT
Salah satu sifat buruk bangsa Yahudi telah disibak melalui ayat di atas.
Allâh Azza wa Jalla menyebutkan ayat ini setelah memberitakan anugerah
besar yang diterima umat berupa diutusnya seorang Nabi akhir zaman di
tengah mereka dengan mengemban risalah terbaik sepanjang masa.

Syaikh ‘Abdur Rahmân as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Setelah Allâh Azza
wa Jalla menyebutkan anugerah (besar) kepada umat ini; dengan diutusnya
seorang Nabi yang ummi (buta huruf; tidak mampu baca tulis), serta
keistimewaan lain yang telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala khususkan bagi
mereka, yang tidak dianugerahkan kepada siapapun selain mereka sehingga
umat ini mengungguli manusia yang terdahulu dan yang datang kemudian,
maupun Ahlu kitab (Yahudi dan Nasrani) yang mengklaim bahwa merekalah para
ulama rabbani dan para ahli ibadah yang sesungguhnya. Selanjutnya Allâh
Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
telah Allâh Subhanahu wa Ta’ala embankan taurat kepada mereka dan
diperintahkan untuk mempelajari dan mengamalkannya, namun ternyata mereka
tidak mengemban (amanat itu dengan baik) dan tidak pula menjalankannya.
Karenanya, mereka tidak memiliki keutamaan sedikit pun, justru mereka bak
keledai yang memikul kitab-kitab ilmu di atas punggungnya. Apakah keledai
itu dapat memanfaatkan kitab-kitab yang berada di atas punggungnya??!
Apakah mereka akan mendapatkan kemuliaan dengan keadaan tersebut?! Ataukah
nasibnya hanyalah sekedar memikul saja?! Demikianlah perumpamaan para ulama
Yahudi yang tidak mengamalkan Taurat, dimana perintah teragung dan paling
utama yang ada padanya adalah agar mengikuti (petunjuk) Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman kepadanya. Oleh sebab itu, orang
semacam mereka hanya akan menjumpai kerugian dan hujat keburukan atas diri
mereka sendiri?! Perumpamaan yang sangat sesuai dengan kondisi mereka… “[1]

Tidak saja mengabaikan kandungan kitab suci, mereka juga mengotak-atik dan
merubahnya sesuai dengan hawa nafsu. Imam Ibnu Katsîr t menyatakan “Allâh
Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan celaan bagi kaum Yahudi yang telah diberi
Taurat untuk diamalkan, namun mereka tidak menunaikannya. Perumpamaan
mereka dalam hal itu tak ubahnya seperti keledai yang membawa kitab-kitab,
keledai tidak mengetahui apa yang terdapat padanya sekalipun dia
memikulnya. Demikian pula (kaum Yahudi) dalam membawa kitab suci yang
dikaruniakan kepada mereka, mereka hanya menghafal teks-teksnya saja, tanpa
memahami dan tidak pula mengamalkan substansinya. Justru mereka
menyelewengkannya, menyimpangkan serta merubahnya. Dengan itu mereka
menjadi lebih buruk daripada keledai. Karena keledai tidaklah berakal,
sementara mereka memiliki akal namun tidak mempergunakannya....”.[2]

Asy-Syaukâni rahimahullah menyebutkan bahwa Maimûn bin Mihrân rahimahullah
berkata “keledai tidak mengetahui apa yang ada di atas punggungnya, apakah
kitab suci (dari Allâh) ataukah sampah ? Demikianlah kaum Yahudi.”[3]

Hidayah akan sulit datang kepada mereka karena sifat kezhaliman sangat
melekat pada diri mereka. Karena itu, di akhir ayat, Allâh Azza wa Jalla
berfirman:

وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan Allâh tiada memberikan hidayah bagi kaum yang zhalim”,

Maksudnya, Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membimbing dan memberikan
hidayah taufik kepada orang-orang yang menzhalimi diri mereka sendiri
dengan mengkufuri ayat-ayat Rabb mereka dikarenakan sifat kezhaliman dan
pembangkangan masih menjadi karakter yang melekat pada mereka.[4]

PERUMPAMAAN YANG SANGAT BURUK
Seperti telah dikemukakan di atas, Allâh Azza wa Jalla menyerupakan bangsa
Yahudi dengan keledai yang termasuk jenis binatang yang bodoh dan tidak
disukai manusia. Sudah tentu, permisalan tersebut betul-betul mengandung
celaan bagi bangsa Yahudi. Syaikh al-`Utsaimin rahimahullah menegaskan [5]
, “Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla tidaklah menyerupakan manusia dengan
jenis binatang melainkan dalam konteks celaan dan hinaan. Sebagaimana
firman ayat di atas yang menyebutkan penyerupaan dengan keledai, dan ayat
lain yang menyebutkan penyerupaan dengan anjing. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا
فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾ وَلَوْ شِئْنَا
لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ
أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا
بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri (meninggalkan)
ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai akhirnya dia tergoda),
maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalaulah Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami meninggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat
itu, namun dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka
perumpamaannya adalah seperti anjing; bila kamu menghalaunya, dia
menjulurkan lidahnya dan bila kamu membiarkannya, maka dia akan menjulurkan
lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami…” [al-A`raf/7:175-176]

Begitu pula, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggunakan binatang
sebagai perumpamaan untuk maksud yang sama (cercaan), seperti sabda beliau
berikut ini:

الْعَائِدُ فِيْ هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَقِيْءُ ثُمَّ يَعُوْدُ فِيْ قَيْئِهِ

Seorang yang menarik kembali (hadiah) pemberiannya, maka dia tak ubahnya
seperti seekor anjing yang muntah kemudian menelan kembali muntahannya
itu[6]

Demikianlah Allâh Subhanahu wa Ta’ala memberikan perumpamaan yang begitu
mendalam tentang kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala
dan tidak mengamalkannya. Mereka seperti keledai bodoh yang hanya merasakan
kelelahan dengan beban buku-buku tebal yang berada di atas punggungnya
saja, tanpa mengetahui apa yang ada padanya. Perumpamaan ini serupa dengan
firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah
orang-orang yang lalai” [Al-A`raf: 7/179].

Dan pada bagian akhir ayat utama di atas Allâh Subhanahu wa Ta’ala
menyatakan.

بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ
لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu
wa Ta’ala itu. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tiada memberi petunjuk kepada
kaum yang zhalim”.

Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafizhahullâh dalam kitab tafsirnya menyebutkan
sebuah pelajaran berharga bahwa dalam ayat tersebut termuat cercaan bagi
orang-orang yang menghapal ayat-ayat Kitâbullâh (al-Qur’ân) namun mereka
tidak mengamalkan isi kandungannya”.[7]

RAGAM SIKAP MANUSIA TERHADAP AYAT-AYAT ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Demikianlah perumpamaan kaum Yahudi dalam hal kebodohan mereka tentang
Taurat dan keagungan ayat-ayatnya, seperti keledai dalam kebodohan mereka
memikul kitab-kitab (di punggungnya), hanyalah akan menjadi beban yang
melelahkan. Setelah menjelaskan kandungan makna ayat di atas, Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah t menjabarkan ragam sikap dan reaksi manusia dalam
berinteraksi dengan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala sebagai petunjuk:

Pertama: yang menerimanya secara lahir dan batin. Mereka ada dua macam:
1. Orang-orang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Mereka itulah para
ulama yang memahami dengan baik dan benar tentang maksud-maksud ayat-ayat
Allâh Subhanahu wa Ta’ala, selanjutnya mereka dapat memetik intisari
pelajaran serta rahasia hikmah yang terkandung di dalamnya.

2. Orang-orang yang menjaga kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala, mengingat
serta menyampaikannya, namun mereka bukan termasuk yang dapat memetik
intisari hukum maupun pelajaran di dalamnya dan tidak pula mampu
mengungkapkan kandungan hikmahnya.

Kedua: Orang-orang yang menolak secara lahir dan batin serta
mengingkarinya. Golongan ini pun terbagi menjadi dua macam :

1. Kaum yang mengetahui kebenaran kitab Allâh Subhanahu wa Ta’ala serta
meyakini keabsahannya, namun mereka takluk oleh kedengkian hati,
kesombongan maupun ambisiusme kepemimpinan di hadapan kaum mereka sehingga
semua itu membuat mereka menolak kitab suci Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

2. Adapun yang lainnya adalah para pengikut jenis pertama kelompok ini.
Mengagungkan atau mengkultuskan mereka dalam setiap ucapan, sikap dan
keputusan. Menjadikan mereka sebagai panutan yang diikuti.

Ketiga:
1. Mereka yang telah mendapatkan pelita hidayah kemudian menjadi buta dan
tersesat, telah berilmu kemudian menjadi gelap hati tanpa cahaya, telah
beriman namun kemudian berpaling kafir mengingkari. Mereka itu adalah para
pemuka kaum munafiqin.

2. Atau mereka yang memiliki pandangan lemah. Mereka menjauh dari
mendengarkan al-Qur’ân, kalaupun mereka mendengarnya, maka mereka menutup
telinga seraya berkata “jauhkan kami dari ayat-ayat ini!”. Bahkan
seandainya mereka mampu, niscaya mereka akan mengambil tindakan buruk bagi
siapapun yang memperdengarkan al-Qur’ân atau mengajarkannya kepada mereka.
Nau`udzubillâh min dzâlik

Keempat: Kaum Mukminin yang menyembunyikan keimanan di hadapan kaum mereka
seperti sebagian keluarga Fir`aun, atau seperti an-Najasyi yang dikabarkan
bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyalatkan
jenazahnya...[8]

PERUMPAMAAN INI TIDAK KHUSUS BAGI KAUM YAHUDI
Para Ulama menjelaskan bahwa ayat ini tidak hanya berlaku pada kaum Yahudi
saja, akan tetapi juga mencakup siapapun yang mengabaikan ayat-ayat Allah,
termasuk umat Muhammad yang mengabaikan ayat-ayat al-Qur’ân. Imam Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan ayat di atas dengan berkata,
“Allâh Azza wa Jalla menggambarkan manusia yang telah ditugasi mengemban
kitab suci-Nya untuk diyakini, dicermati, diamalkan dan didakwahkan, namun
ternyata mereka menyelisihinya, mereka sekedar menghapalnya tanpa tadabbur
(penghayatan), tidak mengikuti petunjuknya, tidak pula berhukum dengannya
dan mengamalkannya, sungguh mereka itu ibarat keledai yang membawa
kitab-kitab namun tidak memahami isi yang terdapat di dalamnya. Nasib
mereka persis sama seperti nasib keledai. Perumpamaan ini sekalipun
mengetengahkan contoh kaum Yahudi, akan tetapi maknanya mencakup siapapun
yang mengemban kitab suci al-Qur’ân, akan tetapi tidak mengamalkannya,
tidak menunaikan kandungan al-Qur’an atau memperhatikannya sebagaimana
mestinya”.[9]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan bahwa mengamalkan ilmu
yang telah diketahui merupakan konsekuensi logis. Di hari Kiamat kelak,
setiap hamba akan dimintai pertanggungjawaban dari ilmu yang telah ia
miliki, apakah sudah diamalkan, atau bahkan mungkin diselewengkan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
عُمْرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيْمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ
مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ
أَبْلَاهُ

Tidaklah bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ditanya
tentang umurnya, bagaimana ia menghabiskannya; tentang ilmunya; apa yang ia
kerjakan dengannya; tentang hartanya, dari manakah dia mendapatkannya dan
bagaimana ia membelanjakannya, serta tentang raganya; bagaimana ia
mempergunakannya”.[10]

PELAJARAN BERHARGA YANG DAPAT DIAMBIL DARI PEMBAHASAN AYAT INI DIATNTARANYA.
1. Al-Qur’ân adalah wahyu Ilâhi sehingga semua kabar maupun perumpamaan
yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan dalam al-Qur’ân merupakan kebenaran yang
hakiki.

2. Allâh Azza wa Jalla menurunkan kitab suci-Nya untuk dipelajari kemudian
diamalkan dan disampaikan kepada yang belum mengetahuinya.

3. Ancaman buruk bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allâh
Subhanahu wa Ta’ala dan mengabaikan kandungannya, yaitu keserupaan dengan
kaum Yahudi dan keledai.

4. Orang-orang Yahudi, manusia yang bodoh lagi dungu dengan mendustakan
ayat-ayat Allâh Azza wa Jalla yang telah mereka ketahui akan kebenarannya,
sehingga Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyerupakan mereka dengan hewan pandir
seperti keledai.

5. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk menjauhkan diri dari sifat-sifat
musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla dalam semua urusan.

6. Wajib atas seluruh kaum Muslimin untuk mengamalkan al-Qur’ân dengan
sebaik-baiknya.

7. Keselamatan dan hidayah seorang hamba hanyalah di tangan Allâh Subhanahu
wa Ta’ala semata.

8. Hidayah Allâh Azza wa Jalla tidaklah akan diberikan kepada orang-orang
yang zalim.

Semoga Allâh Subhanahu wa Ta’ala selalu membimbing setiap jejak langkah
kita dalam menapaki hidup ini dengan pelita al-Qur’ân, dan cahaya Sunnah
Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi was sallam. Wallahu A`lam Bishshawab

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Tafsir as-Sa’id, hlm. 945
[2]. Tafsir Ibnu Katsîr 5/117
[3]. Fathul Qadîr 5/316
[4]. Lihat Tafsir ath-Thabari 12/92-93 , Tafsir as-Sa’di hlm. 945
[5]. ?
[6]. HR. al-Bukhâri no. 2589, Muslim no. 4152
[7]. Tafsir Aisarut Tafasir, surat al-Jum'ah ayat 5
[8]. Ijtimâ` al-Juyûsy al-Islâmiyah, Ibnul Qayyim, hlm. 26
[9]. I`lâmul Muwaqqi`in `an Rabbil `Alamin 2/288
[10]. HR. At-Tirmidzi no: 2417

Kirim email ke