QIYAS ALA IBLIS

Oleh
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri, MA
http://almanhaj.or.id/content/3602/slash/0/qiys-ala-iblis/

PENDAHULUAN
Akal sehat adalah diantara sekian nikmat terbesar yang Allâh Azza wa Jalla
berikan kepada umat manusia. Dengannya kita bisa membedakan antara yang
baik dari yang buruk, berguna dari yang berbahaya.

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ

Dan Allâh telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibumu, sedang kalian tidak
mengetahui apa-apa, dan Allâh menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kalian bersyukur. [an-Nahl/16:78]

Akan tetapi, sangat disayangkan, kenikmatan besar ini oleh sebagian orang
tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan sebaliknya, mereka
menggunakan akal pikirannya untuk mencampur adukkan kebaikan dengan
keburukan serta mencampur adukkan suatu yang berguna dengan yang berbahaya.
Mereka dengan sengaja dan penuh sadar menyamakan antara yang hina dengan
yang mulia dan kebenaran dengan kebatilan. Dengan sikap mereka ini, akal
sehat mereka menjadi mati dan tidak berguna, sehingga pembeda antara mereka
dengan hewan ternak, yaitu akal sehat seakan telah sirna. Tidak heran bila
mereka celaka di dunia dan sengsara di akhirat.

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ
قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا
وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ
أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

Sungguh telah Kami campakkan ke dalam neraka kebanyakan dari jin dan
manusia. Mereka memiliki hati akan tetapi mereka tidak berfikir dengannya,
mereka memiliki mata, akan tetapi mereka tidak melihat denganya, dan mereka
memiliki pendengaran, sedangkan mereka tidak mendengarkan dengannya. Mereka
itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah
orang-orang yang lalai. [al- A’râf/7:179]

Melalui tulisan ini, saya mengajak Anda untuk mengenali beberapa bukti
nyata dari penyalahgunaan akal, sehingga menghasilkan kesimpulan yang sesat
nan menyesatkan. Besar harapan saya, anda dapat mengambil pelajaran dari
kesalahan mereka.

QIYAS ALA IBLIS BIANG KEHANCURAN
Ibnul Qayyim rahimahullah menegaskan, ”Para Ulama’ telah menegaskan bahwa
makhuk pertama yang berdalil dengan qiyâs ialah Iblis. Tidaklah matahari
dan bulan disembah melainkan karena praktek qiyâs yang tidak pada
tempatnya. qiyâs semacam inilah yang diakui oleh para penghuni neraka
setelah mereka masuk ke dalamnya sebagai kesalahan. Mereka berkata :

تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ ﴿٩٧﴾ إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ
الْعَالَمِينَ

Sungguh kami dahulu bernar-benar dalam kesesatan yang nyata, karena kami
telah menyamakan kalian dengan Rabb Penguasa semesta alam.
[As-Syu’arâ’/26:97-98]

Dan Allâh Azza wa Jalla juga mencela pelakunya dengan berfirman :

ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ

… Lalu orang-orang kafir menyamakan Rabb mereka dengan selain-Nya.
[al-An’âm/6:1].

Maksudnya mereka menganalogikan Rabb dengan yang lain, menyamakan-Nya
dengan yang lain dalam hal peribadahan. ………“Tidaklah terjadi kerusakan dan
kebinasaan di muka bumi, melainkan akibat dari penggunaan qiyâs (analogi)
yang salah. Bahkan dosa pertama yang dilakukan kepada Allâh tak lain dan
tak bukan kecuali hasil dari qiyâs yang salah. Penerapan qiyâs semacam ini
dari iblis telah menyebabkan penderitaan bagi nabi Adam dan anak
keturunannya. Pendek kata, biang dari seluruh kehancuran di dunia dan
akhirat adalah penerapan qiyâs yang salah.” [I’ilâmul Muwaqqi’în, 2/29]

Berikut beberapa contoh nyata dari qiyâs ala iblis yang telah mendatangkan
kesengsaraan bagi umat manusia, baik di dunia atau di akhirat:

QIYAS ALA IBLIS PERTAMA : KEMULIAN DIPANDANG DARI ASAL KETURUNAN
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا خَيْرٌ
مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ

Allâh berfirman, "Apa yang membuatmu enggan untuk sujud (kepada Adam)
ketika Aku perintahkan engkau ?" Iblis menjawab, "Aku lebih baik darinya,
Engkau menciptakan aku dari api sedangkan ia Engkau ciptakan dari tanah.”
[al A’arâf/7:12]

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan qiyâs yang dilakukan iblis ini dengan
mengatakan, "Ucapan Iblis terkutuk “aku lebih baik darinya” adalah alasan
yang lebih buruk dibanding kesalahannya ….. Iblis terkutuk memandang asal
usul penciptaan dan melalaikan penghargaan besar yang diterima oleh Adam.
Allâh Azza wa Jalla menciptakan Adam langsung dengan tangan-Nya dan
meniupkan ruh ke jasadnya. Iblis telah salah dalam menerapkan qiyâs ,
karena ia menggunakan qiyâs guna menentang dalil.” [Tafsir Ibnu Katsîr,
2/248]

Syaikh Muhammad bin Amin as-Syinqithi rahimahullah berkata, “Iblis
menganalogikan dirinya dan asal usul ciptaannya, yaitu api, serta ia juga
menganalogikan Adam Alaihissallam dengan asal ucul ciptaannya, yaitu tanah.
Dari analogi (qiyas) ini, Iblis menarik kesimpulan bahwa dirinya lebih
mulia dibanding Adam Alaihissallam , sehingga tidak layak bila ia yang
lebih mulia diperintah untuk sujud kepada Adam Alaihissallam . Iblis
bersandarkan kepada qiyâs padahal ia dapat dalil tegas yang
memerintahkannya untuk sujud kepada Adam Alaihissallam . Menurut ulama’
ahli ushul fiqih, qiyâs semacam ini disebut dengan qiyâs fasid i’itibâr
(tidak pada tempatnya). [Adhwa'ul Bayân, 1/33]

Demikianlah pola pikir Iblis, kemuliaan dan harga diri selalu dikaitkan
dengan asal usul keturunan atau nasab. Padahal kemulian yang sejati
hanyalah terletak pada kedekatan hamba kepada pemilik segala kemuliaan
yaitu Allâh. Allah Azza wa Jalla berfirman ;

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang paling mulia dari kalian ialah orang yang paling
bertaqwa dari kalian.[al-Hujurat/49:13]

Bila demikian, relakah anda untuk meneruskan pola pikir Iblis terkutuk ini,
yaitu dengan beranggapan bahwa kemulian bersumber dari suku, bangsa dan
nasab ? Masihkah Anda beranggapan bahwa “darah biru” lebih tinggi
kedudukannya dan lebih terhormat daripada yang “berdarah merah”? Simaklah
petuah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini :

مَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ

Barang siapa yang amalannya tidak menyegerakannya (masuk surga) niscaya
nasab keturunannya tidak dapat menyegerakannya. [Riwayat Muslim, no. 2699]

Imam Nawawi rahimahullah ketika menerangkan hadits ini, beliau rahimahullah
mengatakan, "Orang yang amalannya hanya sedikit, ia tidak dapat mencapai
kedudukan orang-orang yang banyak beramal. Oleh karena itu, tidak
sepantasnya ia hanya mengandalkan kemuliaan nasab, dan nama harum orang
tua, sedangkan ia tetap bermalas-malasan untuk beramal. [Syarh Shahih
Muslim, Imam nawawi, 17/22]

QIYAS ALA IBLIS KEDUA : KEBEBASAN MEMBERI PEMBELAAN
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قَالُوا وَهُمْ فِيهَا يَخْتَصِمُونَ ﴿٩٦﴾ تَاللَّهِ إِنْ كُنَّا لَفِي
ضَلَالٍ مُبِينٍ﴿٩٧﴾إِذْ نُسَوِّيكُمْ بِرَبِّ الْعَالَمِينَ

Mereka berkata -sambil bertengkar di dalam neraka-, "Sungguh demi Allâh,
kami dahulu semasa hidup di dunia dalam kesesatan yang nyata, karena kami
menyamakan kamu dengan Rabb semesta alam.” [as- Syu’arâ’/26:96-98]

Dasar pemikiran orang-orang musyrikin dalam menyamakan Allâh dengan
selain-Nya ialah dalam hal syafa’at atau pembelaan. Mereka beranggapan
bahwa sesembahan mereka memiliki keleluasaan dalam memberikan pembelaan
kepada mereka di hadapan Allâh Azza wa Jalla.

هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ

Mereka adalah para pembela kami kelak di sisi Allâh. [Yûnus/10:18]

Mereka mengira bahwa para pemberi syafa'at (pembelaan) dapat memberikan
pembelaan sesuka hatinya di hadapan Allâh, sebagaimana yang biasa mereka
lakukan di hadapan para penguasa dunia. Tidak diragukan, bahwa analisa
mereka ini salah total. Akibat dari analisa salah ini tentu akan
menghasilkan qiyâs atau analogi yang salah pula. Karena para pemberi
syafa'at di hadapan Allâh Azza wa Jalla hanya berani dan kuasa memberikan
syafaat bila mendapatkan izin dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

مِنْ شَفِيعٍ إِلَّا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ

Tiada pemberi syafa'at kecuali setelah mendapat izin dari-Nya. [Yûnus/10:3]

Sebagaimana para pemberi syafa'at di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala hanya
berani dan bisa memberi syafa'at kepada orang yang Allâh Azza wa Jalla
ridhai saja.

وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَىٰ

Tidaklah mereka memberi syafa'at kecuali kepada orang yang Allâh ridhai.
[al-Anbiyâ/21:28]

Karenanya kelak di hari Kiamat, orang-orang musyrik akan menyesali qiyâs
sesat mereka ini.

QIYAS ALA IBLIS KETIGA : MENYAMAKAN SIFAT ALLAH DENGAN SIFAT MAKHLUK
Sahabat Abdullâh bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma mengisahkan, bahwa Ada tiga
orang; dua orang berasal dari Quraisy dan seorang dari Tsaqif, atau
sebaliknya dua orang Tsaqif dan seorang Quraisy. Pemahaman mereka dangkal,
sedangkan lemak perut mereka tebal (gendut). Salah seorang dari mereka
berkata, "Menurut pendapat kalian, apakah Allâh Azza wa Jalla mendengar
ucapan kita ?" Orang kedua menjawab, "Allâh Azza wa Jalla mendengar bila
kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita berkata lirih." Orang
ketiga mengatakan, "Jikalau Allâh mendengar kita bila kita bersuara keras,
maka Ia juga mendengar bila kita bersuara lirih." Mengganggapi kejadian
ini, Allâh Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya :

وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا
أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَٰكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا
يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ

Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan
dan kulit kamu terhadap dirimu sendiri. Akan tetapi kamu menduga Allâh
tidak mengetahui banyak hal dari apa yang kamu kerjakan. [Fusshilat/41:22]
[Riwayat Bukhâri, no. 4539 dan Muslim, no. 2775]

Ibnu Hajar as-Asqalâni rahimahullah menjelaskan, “Ibnu Batthal rahimahullah
mengatakan, 'Dalam hadits ini terdapat pengakuan terhadap qiyâs yang benar
dan pengingkaran terhadap qiyâs yang salah. Karena orang yang berkata
“Allâh mendengar bila kita bersuara keras dan tidak mendengar bila kita
berkata lirih” telah salah dalam menerapkan qiyâs. Ia menyerupakan
pendengaran Allâh dengan pendengaran makhluk yang hanya bisa mendengar
suara keras dan tidak bisa mendengar suara lirih. Sedangkan yang berkata,
“Jikalau Allâh mendengar kita bila bersuara keras, maka Ia juga mendengar
bila kita bersuara lirih”, qiyâsnya benar, karena ia tidak menyerupakan
Allâh Azza wa Jalla dengan makhluk-Nya dan ia mensucikan Allâh dari
menyerupai mereka. Hanya saja ia tetap dianggap dangkal pemahamannya,
karena orang yang benar dalam menerapkan qiyâs ini tidak beriman dengan
kandungan ucapannya, akan tetapi ia masih ragu, karenanya ia berkata,
“Jikalau..”. [Fathul Bâri, Ibnu Hajar, 13/496].

Inilah dasar pemikiran setiap orang yang mengingkari seluruh atau sebagian
dari nama dan sifat Allâh. Mereka mengira bahwa penetapan nama-nama dan
sifat- sifat tersebut untuk Allah Azza wa Jalla berarti menyerupakan Allâh
dengan makhluk-Nya. Padahal tidak demikian, nama dan sifat Allâh sesuai
dengan keagungan Diri-Nya, karena sifat segala sesuatu sesuai dengan diri
(dzat) sesuatu tersebut. Karenanya para Ulama’ menegaskan bahwa pembahasan
tentang sifat adalah cabang atau bagian dari pembahasan tentang dzat. Bila
Dzat Allâh tidak menyerupai dzat makhluk-Nya, maka demikian pula dengan
sifat-sifat dan nama-nama-Nya.

PENUTUP
Demikianlah saudara, tiga contoh qiyâs atau analogi Iblis yang terbukti
telah menyengsarakannya dan juga para pengikutnya. Sudah sepantasnya bagi
Anda untuk bersikap ekstra hati-hati dalam menggunakan qiyâs dalam
berdalil. Yakinkanlah terlebih dahulu bahwa Anda telah layak untuk berdalil
dengan qiyâs, dan selanjutnya cermatilah qiyâs Anda. Sudahkan qiyâs yang
Anda terapkan benar-benar memenuhi persyaratannya dan sesuai pada
tempatnya? Jangan sampai qiyâs Anda serupa dengan qiyâs Iblis, sehingga
anda terjerumus dalam sengsara. Semoga penjelasan singkat ini membangkitkan
kewaspadaan pada diri anda, sehingga tidak gegabah dalam berdalilkan dengan
qiyâs, wallahu Ta’ala a’alam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

Kirim email ke