BERTAUBAT SEBELUM TIDUR

Oleh
Ustadz Muhammad Wasitho Abu Fawwaz, Lc

http://almanhaj.or.id/content/3618/slash/0/bertaubat-sebelum-tidur/

Hidup di dunia ini hanya sementara. Saat kematian menjemput seseorang,
berarti harus berpisah dengan dunia dan segala isinya. Dan itu pasti
terjadi. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ

Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. [al-Anbiyâ’/21:35]

Dalam ayat lain Allâh berfirman :

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ
مُشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu
(berada) dalam benteng yang tinggi lagi kokoh. [an-Nisâ`/4: 78]

Kematian akan menimpa semua orang, baik yang shalih atau yang durhaka, yang
kaya raya ataupun yang miskin papa, yang terpandang ataupun tidak, yang
ikut berjihad ataupun duduk santai di rumahnya, dan lain sebagainya.
Semuanya pasti akan mati bila ajalnya telah tiba ajalnya dan semuanya akan
binasa, karena Allâh Azza wa Jalla berfirman :

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

Semua yang ada di bumi itu fana (tidak kekal) [ar-Rahmân/55:26]

Kemudian sesudah mati, kita semua akan dihidupkan kembali untuk
mempertanggung jawabkan semua amal perbuatan kita. Allâh Azza wa Jalla
berfirman, yang artinya, "Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah
mati.” [Hûd/11:7]

MARI SEGERA BERTAUBAT KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA
Jika memang demikian, sementara sudah dapat dipastikan bahwa setiap manusia
tidak akan luput dari kelalaian, kesalahan dan dosa kecuali yang dirahmati
Allâh dan diberi al-‘ishmah (terpelihara dari salah dan dosa) seperti para
nabi dan rasul, maka sudah seharusnya kita semua untuk segera bertaubat
kepada Allâh Azza wa Jalla dan tidak menunda-nundanya. Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :

كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ

Setiap anak adam (manusia) pernah berbuat kesalahan, namun sebaik-baik
orang yang berbuat kesalahan ialah orang yang segera bertaubat (kepada
Allâh).” [HR. Ibnu Mâjah 2/1420, no.4251][1]) .

Allâh memerintahkan kita agar segera bertaubat, sebagaimana firman-Nya :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ

Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allâh, hai orang-orang yang beriman
agar kamu beruntung.” [an-Nûr/24:31].

Dan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا

Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allâh dengan taubat
yang benar (ikhlas). [at-Tahrîm/66:8]

Dan hendaknya kita sering beristighfâr (mohon ampun kepada-Nya) atas
dosa-dosa yang telah kita perbuat selama ini. Karena Allâh Dzat yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang akan senantiasa menerima taubat dari para
hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosa sebesar dan sebanyak apapun. Allâh Azza
wa Jalla berfirman, yang artinya, "Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang
melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa
dari rahmat Allâh. Sesungguhnya Allâh mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
[az-Zumar/39: 53]

Di dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu
anhu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي
وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ
آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي
غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي
بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا
لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Allâh berfirman: Wahai anak Adam selama engkau masih berdoa kepada-Ku dan
berharap kepada-Ku, Aku ampuni engkau apa pun yang datang darimu dan aku
tidak peduli. Wahai anak Adam walaupun dosa-dosamu mencapai batas langit
kemudian engkau meminta ampun kepada-Ku, Aku akan ampuni engkau dan Aku
tidak peduli. Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh
bumi dosa dan engkau tidak menyekutukan-Ku, maka Aku akan menemuimu dengan
sepenuh itu pula ampunan. [HR. Tirmidzi IV/548,no.3540][2]

Hendaknya kita mempersiapkan diri dengan bekal taqwa untuk menempuh
perjalanan menuju ke negeri akhirat yang merupakan tempat tinggal abadi.

BEBERAPA HAL YANG DAPAT MENDORONG SEORANG HAMBA AGAR SEGERA BERATUBAT
KEPADA ALLAH SEBELUM TIDUR
Kenapa sebelum tidur ? Terdapat banyak hal yang dapat membantu seorang
hamba untuk segera bertaubat kepada Allâh kapan pun dan dimanapun. Namun
dalam pembahasan kali ini kami akan menyebutkan sebagian amalan yang
diharapkan dapat mendorong seorang hamba bertaubat kepada Allâh sebelum
tidurnya. Di antaranya:

1. Melakukan Muhâsabah (Introspeksi Diri).
Muhâsabah ialah usaha seseorang untuk mengevaluasi segala perbuatannya,
baik sebelum maupun sesudah melakukannya. Sebelum tidur hendaklah seorang
hamba mengintrospeksi diri atas segala perkataan maupun perbuatannya
sepanjang hari, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allâh maupun hak-hak
sesama manusia. Jika dia telah melakukan amal shalih, maka hendaknya dia
bersyukur dengan memuji Allâh dan memohon kepada-Nya tambahan nikmat. Dan
memohon kepada-Nya pula agar senantiasa diberi taufiq dan kesanggupan untuk
dapat melaksanakan amal ketaatan. Namun jika sebaliknya, maka hendaknya dia
segera bertaubat dan memohon ampunan kepada-Nya serta bertekad untuk segera
melakukan kebaikan.

Tentang muhâsabah, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allâh dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat);
dan bertakwalah kepada Allâh [al-Hasyr/59:18]

Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu berkata, “Hisablah diri kalian sebelum
dihisab, dan timbanglah amal kalian sebelum ditimbang (oleh Allâh) ….”.

2. Mengingat Alam Kubur Yang Sangat Gelap Dan Dia Akan Menyendiri di sana
Ketika akan tidur, hendaknya seseorang mengingat suasana alam kubur yang
sangat gelap, dia akan berada di sana seorang diri tanpa teman, hanya
amalannya selama di dunia yang mendampinginya. Dengan mengingat kondisi
ini, hati akan merasa takut kepada Allâh dan siksa-Nya yang sangat pedih,
sehingga dia terdorong untuk segera bertaubat kepada Allâh dan banyak mohon
ampun kepada-Nya.

3. Banyak Mengingat Kematian
Setiap muslim dan muslimah, yang sehat ataupun yang sedang sakit, tua
maupun muda, hendaknya selalu mengingat kematian yang datang secara
tiba-tiba. Ingatan ini bisa menghalangi dan menghentikan seseorang dari
perbuatan maksiat serta memotivasinya untuk beramal shalih.

Mengingat kematian ketika dalam kesempitan akan bisa melapangkan hati
seorang hamba. Kalau dia ingat kematian ketika hatinya sedang senang, maka
dia itu menyebabkan dia tidak lupa diri. Dengan begitu ia selalu dalam
keadaan siap untuk pergi meninggalkan dunia dan menghadap Allâh Azza wa
Jalla .

Mengingat mati bisa melembutkan hati dan menghancurkan sikap tamak terhadap
dunia. Karenanya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan
anjuran untuk banyak mengingatnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ

Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian) [HR.
At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258][3]

Orang cerdas yang sesungguhnya ialah orang yang banyka mengingat mengingat
mati dan mempersiapkan bekal untuk mati. Hal ini sebagaimana diriwayatkan
dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, “Aku sedang
duduk bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang
seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, mukmin
manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di
antara mereka.’ ‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu
lagi. Beliau menjawab:

أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ
اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ

“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk
kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” [HR. Ibnu
Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam
Ash-Shahihah no. 1384]

Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang
banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara : bersegera
untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan antusias dalam beribadah.
Sebaliknya, siapa yang melupakan mati, ia akan dihukum dengan tiga perkara
: menunda taubat, tidak ridha dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah,
wahai orang yang tertipu; Yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak
merasakan sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya ! Cukuplah kematian
sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan memupus
angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan
membayangkan tibanya hari kematianmu dan perpindahan hidupmu dari tempatmu
yang sekarang?” [Lihat at-Tadzkîrah, hlm. 9].

4. Menyadari Hakikat Kehidupan Dunia Yang Fana Dan Akhirat Yang Kekal
Keberadaan makhluk di dunia ini hanyalah sementara, dan semua yang ada di
alam semesta ini akan hancur kecuali Allâh semata yang kekal dan abadi.
Allâh berfirman :

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ

“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” [Ar-Rahman/55: 26]

Sedangkan kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang hakiki, kekal dan
abadi, sebagaimana firman-Nya:

وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

“Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”. [Al’A’la/87:
17].

Dan dia mengetahui pula bahwa Allâh Subhanahu wa Ta’ala telah
menciptakannya di dalam kehidupan ini tiada lain hanya untuk mengujinya,
siapa di antara para hamba-Nya yang paling baik amal perbuatannya,
sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al-Mulk, ayat 2.

Dengan demikian, maka diapun segera terdorong untuk bertaubat kepada Allâh,
memohon ampunan kepada-Nya, dan mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat
yang hakiki nan abadi.

Demikian tulisan singkat tentang bertaubat sebelum tidur. Mudah-mudahan
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, dan menjadi amal shalih bagi
penulisnya. Amin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syaikh al-Albâni rahimahullah meng-hasan-kannya dalam Takhrîj
Misykâtul Mashâbîh, no.2341
[2]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini hasan dalam Silsilatul Ahâdîts
Ash-Shahîhah 1/249, no.127.
[3]. Syaikh al-Albâni menilai hadits ini, “Hasan shahih.” (Takhrîj
Misykâtul Mashâbih, no.1607)

Kirim email ke