APAKAH HARUS DI BULAN RAMADHAN?
http://almanhaj.or.id/content/3137/slash/0/apakah-harus-di-bulan-ramadhan/


Bulan Ramadhan yang ditunggu oleh kaum Muslimin telah tiba. Kerinduan telah 
terobati dan penantian telah berakhir. Selayaknya setiap insane Muslim 
memanfaatkan kesempatan emas ini sebelum Ramadhan berlalu. Marilah kita 
mengoreksi diri agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa silam. Semoga 
sisa usia yang terbatas dengan ajal ini bisa termanfaatkan dengan baik untuk 
meraih pahala sebanyak-banyaknya dan menjadi penghapus segala dosa.

Kedatangan bulan Ramadhan teramat sangat sayang bila dibiarkan begitu saja. 
Itulah sebabnya, semangat berlomba melakukan kebaikan bergelora pada bulan yang 
penuh barakah ini. Namun, haruskah semangat berlomba-lomba ini hanya ada di 
bulan ini saja ? Ingat, Allah Azza wa Jalla berfirman :

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan [al-Baqarah/2:148]

Sebagai upaya mengingatkan diri, kami mencoba menyajikan beberapa masalah yang 
biasa dilakukan oleh kaum Muslimin di bulan Ramadhan. Selamat menelaah!

1. SEMANGAT BERIBADAH
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah ditanya tentang sebagian 
kaum Muslimin yang kurang perhatian terhadap ibadah shalat sepanjang tahun. 
Namun, ketika Ramadhan tiba, mereka bergegas melakukan shalat, puasa dan 
membaca al-Qur’ân serta mengerjakan berbagai ibadah yang lain. Terhadap orang 
seperti ini, Syaikh rahimahullah mengatakan : “Hendaknya mereka senantiasa 
menanamkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla di dalam hati mereka. Hendaklah 
mereka beribadah kepada Allah Azza wa Jalla dengan melaksanakan semua yang 
menjadikan kewajiban mereka di setiap waktu dan dimanapun juga. Karena, tidak 
ada seorang pun yang mengetahui kapan maut menjemputnya? Bisa jadi, seseorang 
mengharapkan kedatangan bulan Ramadhan. Namun, ternyata dia tidak 
mendapatkannya. Allah Azza wa Jalla tidak menentukan batas akhir ibadah kecuali 
kematian. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabb kalian sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) 
[al-Hijr/15:99]

Pengertian al-Yaqîn dalam ayat di atas adalah kematian.[1]

Bagi yang masih bermalasan-malasan melakukan ibadah di luar bulan Ramadhan, 
hendaklah ingatbahwa kematian bisa mendatangi seseorang dimana saja dan kapan 
saja. Ketika kematian sudah tiba, kesempatan beramal sudah berakhir, dan tiba 
waktunya mempertanggungjawabkan kesempatan yang Allah Azza wa Jalla berikan 
kepada kita. Sudah siapkah kita empertanggungjawabkan amalan kita, jika 
sewaktu-waktu dipanggil oleh Allah Azza wa Jalla ? Allah Azza wa Jalla 
berfirman :

إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا 
فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي 
نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari 
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam 
rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan 
diusahakannya besok. Serta tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana 
dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 
[Luqmân/31:34]

Renungkanlah pesan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullâh 
bin ‘Umar bin Khaththâb Radhiyallahu ‘anhu, seorang Sahabat dan putra dari 
seorang Sahabat pula yang berbunyi :

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلِ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ 
يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ 
تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَا تِكَ لِمَوْ 
تِكَ

Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau orang yang sedang melakukan 
perjalanan !” Ibnu Umar mengatakan : “Jika engkau berada di waktu sore, jangan 
menunggu waktu pagi dan jika engkau berada di waktu pagi, jangan menunggu waktu 
sore. Ambillah (kesempatan) dari waktu sehat untuk (bekal) di waktu sakitmu dan 
ambillah kesempatan dari waktu hidupmu untuk bekal matimu [HR. Bukhâri]

Banyak lagi ayat dan hadits senada dengannya yang menganjurkan kita agar 
bertakwa setiap saat. Ya Allah Azza wa Jalla, tanamkanlah ketakwaan dalam 
jiwa-jiwa kami dan bersihkanlah jiwa-jiwa kami ! Sesungguhnya tidak ada yang 
bisa membersihkan jiwa-jiwa kecuali Engkau.

2. ZAKAT MÂL
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ditanya: “Apakah sedekah dan zakat hanya 
dikeluarkan pada bulan Ramadhan?” Beliau rahimahullah menjawab : “Sedekah tidak 
hanya pada bulan Ramadhan. Amalan ini disunnahkan dan disyariatkan pada setiap 
waktu. Sedangkan zakat, maka wajib dikeluarkan ketika harta itu telah genap 
setahun, tanpa harus menunggu bulan Ramadhan, kecuali kalau Ramadhan sudah 
dekat. Misalnya, hartanya akan genap setahun (menjadi miliknya) pada bulan 
Sya’ban, lalu dia menunggu bulan Ramadhan untuk mengeluarkan zakat, ini tidak 
masalah. Namun, jika haulnya (genap setahunnya) pada bulan Muharram, maka 
zakatnya tidak boleh ditunda sampai Ramadhan. Namun, si pemilik harta, bisa 
juga mengeluarkan zakatnya lebih awal, misalnya dibayarkan pada bulan Ramadhan, 
dua bulan sebelum genap setahun. Memajukan waktu pembayaran zakat tidak 
masalah, akan tetapi menunda penyerahan zakat dari waktu yang telah diwajibkan 
itu tidak boleh. Karena kewajiban yang terkait dengan suatu sebab, maka 
kewajiban itu wajib dilaksanakan ketika apa yang menjadi penyebabnya ada. 
Kemudian alasan lain, tidak ada seorang pun yang bisa menjamin bahwa dia akan 
masih hidup sampai batas waktu yang direncanakan untuk melaksanakan ibadahnya 
yang tertunda. Terkadang dia meninggal (sebelum bisa melaksanakannya-pent), 
sehingga zakat masih menjadi tanggungannya sementara para ahli waris terkadang 
tidak tahu bahwa si mayit masih memiliki tanggungan zakat.[2]

Keistimewaan bulan Ramadhan memang menggiurkan setiap insan yang beriman dengan 
hari Akhir. Mungkin inilah sebabnya, sehingga sebagian orang yang terkena 
kewajiban zakat menunda zakatnya, padahal mestinya tidak. Apalagi kalau melihat 
kepentingan orang-orang yang berhak menerima zakat. Dan biasanya, mereka lebih 
membutuhkan zakat di luar bulan Ramadhan, karena sedikit orang bershadaqah, 
berbeda dengan pada bulan Ramadhan, banyak sekali orang-orang yang mau 
bershadaqah. Dan ini memang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam. Di luar Ramadhan, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkenal 
dermawan, dan ketika Ramadhan tiba beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih 
dermawan lagi [3], sampai dikatakan : Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
lebih dermawan dibandingkan dengan angin yang bertiup.[4]

3. MENGKHATAMKAN AL-QUR’ÂN ?
Di antara hal yang sangat menggembirakan dan menyejukkan hati ketika memasuki 
bulan Ramadhan yaitu semangat kaum Muslimin dalam melaksanakan ibadah, termasuk 
di antaranya membaca al-Qur’ân. Hampir tidak ada masjid yang kosong dari kaum 
Muslimin yang membaca al-Qur’ân. Pemandangan seperti ini jarang bisa didapatkan 
di luar bulan Ramadhan, kecuali di beberapa tempat tertentu. Yang menjadi 
pertanyaan, haruskah seorang Muslim mengkhatamkan bacaan al-Qur’ânnya di bulan 
Ramadhan ? 

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn rahimahullah menjawab : “Mengkhatamkan 
al-Qur’ân pada bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa bukan suatu hal 
yang wajib. Namun, pada bulan Ramadhan, semestinya kaum Muslimin memperbanyak 
membaca al-Qur’ân, sebagaimana Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. 
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangi oleh malaikat Jibrîl pada 
setiap bulan Ramadhan untuk mendengarkan bacaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam.[5]

Dalam hadits shahîh dijelaskan :

إِنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمَ كَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ سَنَةٍ فِي 
رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ فَيَعْرِضُ عَلَيْهِ رَسُوْل ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقُرْ آنَ فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيْلُ كَان رَسُوْل 
ُاللَّهِ صَلَى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّ 
يْحِ المُرْ سَلَةِ 

Sesungguhnya Jibril mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap 
tahun pada bulan Ramadhan sampai habis bulan Ramadhan. Beliau Shallallahu 
‘alaihi wa sallam memperdengarkan bacaan al-Qur’ân kepada Jibril. Ketika Jibril 
menjumpai Rasulullah, beliau lebih pemurah dibandingkan dengan angin yang 
ditiupkan [HR Muslim]

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Dalam hadits ini terdapat beberapa 
faidah, di antaranya ; menjelaskan kedermawanan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi 
wa sallam, juga menjelaskan tentang anjuran untuk memperbanyak kebaikan pada 
bulan Ramadhan; dianjurkan untuk semakin baik ketika berjumpa dengan 
orang-orang shalih; di antaranya juga anjuran untuk bertadarrus al-Qur’ân”[6]

4. ZIARAH KUBUR
Sudah menjadi pemandangan yang biasa terjadi di lingkungan kita, khususnya 
Indonesia, pada harihari menjelang bulan Ramadhan ataupun di penghujung bulan 
yang penuh barakah ini, sebagian kaum Muslimin berbondong-bondong pergi ke 
kuburan untuk ziarah. Waktu dan biaya yang mereka keluarkan seakan tidak 
menjadi masalah, asalkan bisa menziarahi kubur sanak famili. Bagaimanakah 
sebenarnya tuntunan dalam ziarah kubur ? Bolehkah kita menentukan hari-hari 
tertentu untuk melakukan ziarah kubur?

Ziarah kubur itu disyari’at supaya yang masih hidup bisa mengambil pelajaran 
dan bisa membantu mengingat akhirat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda :

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَ كِّرُكُمْ الآخِرَةَ

Hendaklah kalian ziarah kubur, karena ziarah kubur bisa membuat kalian 
mengingat akhirat. [HR Ibnu Mâjah] [7]

Dalam hadits ini dijelaskan dengan gambling bahwa tujuan ziarah kubur itu 
supaya bisa mengingat akhirat. Jadi, manfaatnya untuk yang masih hidup. Dalam 
hadits lain dijelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
mengajarkan do’a kepada para Sahabat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang 
hendak ziarah kubur.

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الذِّيَارِ مِنَ الْمُؤْ مِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ 
وَإِنَّا إِنْ شَا ءَاللّهُ لاَ حِقُوْنَ أَسْاَلُ اللَّهَِ لَنَا وَلَكُمْ الْعَا 
فِيَةَ

Semoga keselamatan bagi kalian wahai kaum Mukminin dan kaum Muslimin, penghuni 
kuburan. Sesungguhnya kami pasti akan menyusul kalian insya Allah. Aku memohon 
keselamatan buat kami dan buat kalian [HR Muslim]

Ini menunjukkan manfaat lain dari ziarah kubur yaitu berkesempatan untuk 
mendo’akan kaum Muslimin yang sudah meninggal, meskipun untuk mendo’akan mereka 
tidak harus ziarah ke kuburan mereka.

Sedangkan mengenai penentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur, para Ulama 
menyatakan tidak ada riwayat yang menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu 
‘alaihi wa sallam menentuan hari-hari tertentu untuk ziarah kubur.[8] Ziarah 
kubur bisa dilakukan kapan saja dan hari apa saja. Ziarah kubur bisa dilakukan 
ketika ada kesempatan, tanpa menentukan waktu-waktu tertentu. Mengkhususkan 
hari tertentu untuk ziarah kubur bisa menyebabkan pelakunya terseret ke dalam 
perbuatan bid’ah. Apalagi jika disertai dengan halhal menyimpang, seperti 
ziarah kubur dengan tujuan meminta sesuatu kepada penghuni kubur atau meyakini 
si penghuni kubur memiliki kemampuan untuk menangkal bahaya atau memberi 
manfaat. Jika demikian, maka si pelaku bisa terjebak dalam perbuatan syirik, 
iyâdzan billâh.

5. I’TIKAF
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at 
I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?

Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan 
Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan 
I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau tidak bisa 
melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu.[9] Namun, seandainya ada yang 
melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu boleh. Karena Umar 
Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf selama satu malam atau satu 
hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda 
: “Penuhilah nadzarmu !”[10] Namun kaum Muslimin tidak dituntut untuk 
melakukannya di luar Ramadhan.[11]

Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan 
oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita semua.(Redaksi)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858197]
_______
Footnote
[1]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/88
[2]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimin , 18/459. 
fatwa tentang larangan menunda pembayaran
zakat mal dari waktu wajibnya juga dikeluarkan oleh lajnah Dâimah, 9/392-393
[3]. Dikeluarkan oleh al-Bukhâri dan Muslim
[4]. HR al-Bukhâri, no. 1902 dan Muslim
[5]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al Utsaimîn , 20/184
[6]. Syarhun Nawawi,15/69
[7]. Fatâwâ Lajnatud Dâimah Lil Buhûts wal Iftâ‘, 9/113
[8]. Lihat Fatâwâ Lajnah Dâimah, 9/113
[9]. HR Bukhâri, no. 2041 dan Muslim, no. 1173
[10]. HR Bukhâri, no. 2032 dan Muslim, no. 1656
[11]. Majmû’ Fatâwâ wa Rasâil, Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn , 20/15
                                          

Kirim email ke