From: like_her...@yahoo.com
Date: Sat, 24 Aug 2013 00:13:51 +0000
Ana mau tanya,
Apa bedanya taruhan sama perlombaan ?? Apa hukumnya?
Mohon penjelasannya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

>>>>>>>>>>>>>>>

 

1. Taruhan (Judi) : Permainan dengan menggunakan uang atau barang berharga 
sebagai taruhan 

2. Perlombaan : Kegiatan mengadu kecepatan (keterampilan, ketangkasan, 
kepandaian, dsb)

sumber http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php

 

TARUHAN.

Al Qur`an, as Sunnah dan kaum Muslimin sepakat tentang haramnya judi. Judi atau 
taruhan ada dua macam. 

Yaitu taruhan yang berbentuk saling menjatuhkan atau dengan jaminan tertentu. 
Semuanya diharamkan oleh syari’at. Kecuali bila digunakan sebagai wasilah 
(media) dalam hal ketaatan dan untuk berjihad di jalan Allah. Contohnya, 
taruhan dalam lomba berkuda, menyetir dan memanah. 

Macam kedua, bentuk taruhan dalam bermu’amalah sebagaimana yang telah Nabi 
larang terhadap segala jenis jual beli yang mengandung penipuan. Karena bahaya 
dan kerugian yang dapat dialami oleh kedua belah pihak. Para ahli fiqih 
memberikan syarat dalam transaksi agar harga dan barang harus jelas untuk 
menghindari tipu muslihat yang mungkin terjadi. 

Misal dari praktek ini antara lain: jual beli janin yang masih di dalam perut 
induknya, jual beli dengan cara mulamasah (siapa yang telah meraba atau 
memegang barang, maka langsung dianggap telah membeli), munabadzah (dengan 
melempar atau saling melempar antara keduanya dengan lemparan batu, maka yang 
terkena itulah yang harus dibeli atau dijual), dan sebagainya.

Di antara praktek jual beli yang unsur penipuannya relatif kecil atau samar, 
para ulama berbeda pendapat tentang boleh dan tidaknya. Walaupun mereka sepakat 
dengan kaidah ini. Perbedaan yang terjadi dikarenakan berbedanya sisi pandang 
dalam menyikapi permasalahan yang muncul. Apakah ia masuk dalam kaidah ini, 
ataukah tidak? Yang benar adalah, dikembalikan kepada kebiasaan masyarakat, 
apakah itu merupakan penipuan ataukah bukan? Contohnya, perkataan “aku menjual 
barang ini seharga para pedagang yang lain”, atau dalam jual beli kacang yang 
masih dalam tanah, dan sebagainya. 

Karena itu, disyaratkan juga dalam masalah jual beli, mampu untuk menghadirkan 
barang kepada pembeli. Ini semua untuk menghindari tipu daya yang mungkin 
dilakukan. 

Contoh lain dalam kaidah ini, jual beli antara dua barang yang satu dalam 
bentuk takaran yang jelas, yang lainnya menggunakan perkiraan. Karena bisa 
jadi, apa yang dikira-kira lebih sedikit dari hak yang seharusnya diterima, 
atau bisa jadi lebih banyak dari yang semestinya. 

Hikmah yang terkandung dari haramnya taruhan atau undian ini, sebagaimana 
disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ 
وَالْأَزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ 
تُفْلِحُونَ
إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ 
وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ 
وَعَنِ الصَّلاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ 

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, 
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji 
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu 
mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan 
permusuhan dan kebencian di antara kamu dan berjudi itu, dan menghalangi kamu 
dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan 
pekerjaan itu)".[al Maidah : 90-91]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2631/slash/0/kaidah-halal-haram-dalam-jual-beli/

 

PERLOMBAAN

Hadiah Pada Perlombaan Atau Kompetisi Ilmiah.

Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin 
ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, 
yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang 
bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]

Sementara itu, dalam memandang hukum hadiah yang mengandung pada perlombaan 
ilmiah ini, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat. 

Pendapat Pertama : Melarangnya. 
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini 
dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. 
[7]

Dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :

لا سَبَقَ إلاّ في خُف أو نَصْلٍ ْ أوْ حَافِرٍ

"Tidak ada perlombaan (memperebutkan sesuatu), kecuali dalam memanah, pacuan 
onta, atau kuda".[8] 

Yang dimaksud dengan memperebutkan sesuatu dalam hadits ini dibatasi hanya 
dalam tiga perlombaan saja. Adapun kompetisi ilmiah, tidak termasuk salah satu 
dari tiga hal tersebut. 

Pendapat Kedua : Membolehkannya. 
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab 
Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan 
Ibnul-Qayyim. [9]

Dalil pendapat ini ialah: 
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu 'Abbas berkaitan dengan 
firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang 
terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].

Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,"Pada saat itu orang-orang musyrik 
menginginkan Persia yang mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah 
berhala. Sedangkan kaum Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan 
Persia, sebab orang-orang Romawi adalah Ahlul-Kitab. 

Lalu mereka menceritakan hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar 
menceritakan hal ini kepada orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: 
“Tentukanlah tempo antara kami dan engkau. Apabila kami yang benar atau menang, 
maka kami berhak mendapatkan anu dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka 
engkau berhak anu dan anu,” lalu disepakatilah tempo tersebut selama lima 
tahun. Ternyata setelah lima tahun berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu 
hal ini diceritakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda: 
“Mengapa tidak kalian tentukan temponya sekitar sepuluh tahun?”[10] 

Di sini kedua belah pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. 
Mengenai masalah ini, tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.

2. Agama ditegakkan juga dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan 
alat-alat jihad diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk 
diperbolehkan.

Ibnul Qayyim berkata,"Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang 
bisa membukakan hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi 
bolehnya.”[11]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/2238/slash/0/promosi-dengan-menggunakan-hadiah/

 

Berlomba-Lomba Dalam Kebaikan
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa para Sahabat Radhiyallahu anhum 
berlomba-lomba dalam kebaikan karena kuatnya semangat mereka dalam melakukan 
amal-amal shalih dan kebaikan; mereka sedih jika tidak dapat mengerjakan 
kebaikan yang dikerjakan oleh orang lain. Orang-orang miskin dari mereka sedih, 
sebab tidak dapat bersedekah dengan harta seperti yang dilakukan orang-orang 
kaya. Mereka sedih tidak bisa berangkat ke medan jihad karena tidak mempunyai 
bekal. Keadaan mereka ini dijelaskan oleh Allah Azza wa Jalla dalam 
al-Qur`ân.[2] 

Allah Azza wa Jalla berfirman : Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang 
datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu 
engkau berkata : ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,’ lalu mereka 
kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka 
tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang). 
[at-Taubah/9:92]

Salafush Shâlih adalah orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan karena 
mengharapkan surga, dan kita diperintahkan mengikuti jejak mereka yaitu 
berlomba-lomba dalam kebaikan. 

Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang 
berlomba-lomba.” [al-Muthaffifîn/83:26]

Mereka mendapatkan pujian dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya sebab 
keberuntungan mereka dan kemuliaan mereka di dunia dan akhirat. Ada di antara 
mereka yang memiliki udzur dari mengerjakan suatu amalan dan diberikan 
keringanan kepadanya, lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam sambil menangis karena ia tidak mampu melakukan amalan tersebut. 
Sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah Azza wa Jalla , ketika Rasulullah 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk berjihad. 

Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Lalu mereka kembali sedang mata mereka 
bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang 
akan mereka infakkan (untuk ikut berperang).” [at-Taubah/9:92]

Di dalam hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang-orang miskin ingin seperti 
orang-orang kaya dalam mendapatkan pahala sedekah dengan harta. Kemudian Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada orang-orang miskin tentang 
sedekah-sedekah yang mampu mereka kerjakan.[3] 

Dalam hadits lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa orang-orang fakir 
kaum Muhajirin mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: 
“Orang-orang yang kaya telah pergi dengan membawa derajat yang tinggi dan 
nikmat yang kekal.” Beliau bertanya: “Apa itu?” Mereka menjawab: “Mereka shalat 
seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, mereka bisa 
bersedekah sedang kami tidak bisa, dan mereka memerdekakan hamba sahaya sedang 
kami tidak bisa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

«أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُوْنَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ ، 
وَتَسْبِقُوْنَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُوْنَ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ 
إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟» قَالُوْا : بَلَى يَا رَسُوْلَ 
اللّٰـهِ. قَالَ : «تُسَبِّحُوْنَ ، وَتُكَبِّرُوْنَ ، وَتَـحْمَدُوْنَ دُبُرَ 
كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ مَرَّةً». قَالَ أَبُوْ صَالِحٍ : فَرَجَعَ 
فُقَرَاءُ الْـمُهَاجِرِيْنَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ فَقَالُوْا : سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ اْلأَمْوَالِ بِمَـا فَعَلْنَا 
؛ فَفَعَلُوْا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 
: ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ 

Maukah kalian kuajari sesuatu yang dapat menyusul orang yang telah mendahului 
kalian itu, kalian juga bisa mendahului orang-orang setelah kalian, dan tidak 
ada seorang pun yang lebih baik daripada kalian kecuali orang yang melakukan 
seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulullah!” Beliau 
bersabda : “Hendaklah kalian mengucapkan tasbîh (subhânallâh), takbîr (Allâhu 
akbar), dan tahmîd (alhamdulillâh) di akhir setiap shalat (fardhu) sebanyak 33 
kali.”Abu Shâlih (perawi hadits ini) berkata : “Maka orang-orang fakir kaum 
Muhijirin itu pun kembali menemui Rasulullah lalu berkata : “Saudara kami yang 
kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka pun mengerjakan hal 
yang sama.” Maka Rasulullah bersabda : “Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya 
kepada siapa yang Dia kehendaki.” [al-Mâidah/5:54] [4] 

Hadits semakna juga diriwayatkan dari sejumlah Sahabat di antaranya ‘Ali, Abu 
Dzar, Abu Darda', Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbâs, dan selain mereka. 

Ini artinya bahwa orang-orang fakir kaum Muhajirin mengira bahwa tidak ada 
sedekah kecuali dengan harta dan mereka tidak mampu melakukan hal itu, maka 
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar kepada mereka bahwa semua amal 
kebajikan dan berbuat baik dengan segala jenisnya adalah sedekah.[5] 

Adapun berlomba-lomba dalam meraih kenikmatan duniawi maka ini sangat tercela. 
Jika seorang hamba melampaui batas, maka itu adalah sebab kebinasaan dan 
kelemahannya.[6] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

...فَوَاللّٰـهِ ، مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ. وَلَكِنِّي أَخْشَىٰ 
عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَـا بُسِطَتْ عَلَىٰ مَنْ 
كَانَ قَبْلَكُمْ. فَتَنَافَسُوهَا كَمَـا تَنَافَسُوهَا. وَتُـهْلِكَكُمْ كَمَـا 
أَهْلَكَتْهُمْ

“…Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi, 
aku khawatir jika dunia di bentangkan (diluaskan) atas kalian seperti telah 
diluaskan atas orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba 
mendapatkannya, sebagaimana mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Kemudian 
dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia membinasakan mereka.”[7]

Selengkapnya baca di 
http://almanhaj.or.id/content/3409/slash/0/setiap-kebaikan-adalah-sedekah/

 

Wallahu Ta'ala A'lam

 






                                          

Kirim email ke