MARI MENELADANI RASULULLAH SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DI BULAN DZULHIJJAH

http://almanhaj.or.id/content/3493/slash/0/meneladani-raslullh-shallallahu-alaihi-wa-sallam-di-bulan-dzulhijjah/



Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu disebutkan bahwa Nabi 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 



مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ 
مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ ». فقَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ 
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ؟ قَالَ: "وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ 
اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ 
ذَلِكَ بِشَىْءٍ".



Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allâh 
Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini". Para sahabat 
bertanya, "Tidak juga jihad di jalan Allâh ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
 sallam menjawab, "Tidak juga jihad di jalan Allâh, kecuali orang yang 
keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan 
sesuatupun." [HR al-Bukhâri no. 969 dan at-Tirmidzi no. 757, dan lafazh 
ini adalah lafazh riwayat at-Tirmidzi]



Dalam riwayat yang lain, salah seorang istri Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam mengatakan:



كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَصُوْمُ تِسْعَ ذِي 
الْحِجَّةِ



Adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan puasa sembilan
 hari bulan Dzulhijjah [HR. Abu Daud dan Nasa’i. Hadits ini dinilai 
shahih oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Daud, 
no. 2129 dan Shahih Sunan Nasa’I, no. 2236] [1] 



Hadits ini sangat gamblang menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama 
bulan Dzulhijjah dan keutamaan amal shalih yang dilakukan pada masa-masa
 itu dibandingkan dengan hari-hari yang lain selama setahun. 



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang mana 
yang lebih utama antara sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah ataukah 
sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan ? Beliau rahimahullah menjawab, 
"Siang hari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah lebih utama daripada 
siang hari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân, dan sepuluh malam 
terakhir bulan Ramadhan lebih utama daripada sepuluh malam pertama bulan
 Dzulhijjah." (Majmû Fatâwâ, 25/287)[2] Ibnul Qayyim rahimahullah juga 
setuju dengan perkataan guru beliau tersebut. 



Hadits ini seharus sudah cukup memberikan motivasi kepada kaum Muslimin 
untuk berlomba melakukan amal shalih pada waktu-waktu yang diisyaratkan 
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut. Terlebih lagi 
diantara waktu yang disebutkan itu ada waktu yang teramat istimewa yang 
juga dijelaskan keutamaannya secara khusus oleh Rasûlullâh Shallallahu 
‘alaihi wa sallam yaitu hari Arafah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa 
sallam bersabda :



مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ 
النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ، وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ
 الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ: مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ ؟



Tidak ada hari di mana Allâh Azza wa Jalla membebaskan hamba dari neraka
 lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu 
membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata: Apa yang mereka 
inginkan?" [HR. Muslim no. 1348]



Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang 
keutamaan berpuasa pada hari ini bagi kaum Muslimin yang sedang tidak 
melakukan ibadah haji. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ 
الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ



Puasa hari Arafah aku harapkan dari Allâh bisa menghapuskan dosa setahun
 sebelumnya dan setahun setelahnya. [HR. Muslim no. 1162]



Alangkah naifnya, kalau hari-hari yang penuh keutamaan ini kita 
sia-siakan begitu saja. Sudah menjadi keharusan bagi setiap kaum 
Muslimin yang mengimani hari akhir untuk meneladani Rasûlullâh 
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memanfaat waktu-waktu yang memiliki 
nilai lebih ini. Semoga Allâh Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk 
diantara para hamba-Nya bisa memanfaatkan masa-masa ini dan semoga Allâh
 Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk para hamba-Nya yang dibebaskan 
dari api neraka.



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XV/1432H/2011M. Penerbit 
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton 
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]

_______

Footnote

[1]. Lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/254 

[2]. Lihat al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Muyassar, 1/256





YA ALLAH, TERIMALAH AMAL IBADAH KAMI!



Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ 
هَذِهِ اْلأَيَّامِ - يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ 
اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ: وَلاَ الْجِهَادُ فِي
 سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلاً خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ 
يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ



Tidak ada hari yang amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah 
daripada hari-hari tersebut (yaitu sepuluh hari pertama bulan 
Dzulhijjah).” Para Sahabat pun bertanya : “Wahai Rasulullah, tidak juga 
jihad di jalan Allah ?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda: “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar 
(berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali 
sedikitpun (karena mati syahid).” 



Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini memberikan gambaran 
keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. 



Ada beberapa amalan yang disyari’atkan pada sepuluh hari pertama bulan ini, di 
antaranya : 



1. Puasa Arafah.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Arafah, 
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :



يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ



Puasa Arafah menghapus dosa-dosa setahun yang lalu dan yang akan datang. [HR. 
Muslim]



Puasa ini disunahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji. 
Bagi mereka yang sedang berhaji, tidak diperbolehkan berpuasa. Pada hari
 itu mereka harus melakukan wukuf. Mereka harus memperbanyak dzikir dan 
doa pada saat wukuf di Arafah. Sehingga, keutamaan hari Arafah bisa 
dinikmati oleh orang yang sedang berhaji maupun yang tidak sedang 
berhaji. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keutamaan 
hari Arafah dalam sebuah hadits shahîh riwayat Imam Muslim.



مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنْ النَّارِ 
مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ



Tidak ada satu hari yang pada hari itu Allah membebaskan para hamba dari
 api neraka yang lebih banyak dibandingkan hari Arafah. [HR. Muslim]



Hadits ini dengan gamblang menunjukkan keutamaan hari Arafah.



2. Berkurban Pada Hari Raya Kurban Dan Hari-hari Tasyriq.

Anas Radhiyallahu anhu menceritakan :



ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ 
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ 
وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا



Nabi berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih 
dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama 
Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba 
itu. [Muttafaq 'Alaihi]



3. Ibadah Haji Dengan Segala Rangkaiannya. 

Sudah tidak asing lagi bagi kaum Muslimin, baik yang belum berkesempatan
 melaksanakan ibadah haji maupun yang sudah melaksanakannya, tentang 
keadaan ibadah yang agung ini. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam 
bersabda: 



الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ



Tidak balasan lain bagi haji mabrûr kecuali surga [HR. al-Bukhâri Muslim]



Itulah di antara ibadah-ibadah yang disyari’atkan pada sepuluh hari pertama 
bulan Dzulhijjah. 



Setelah melakukan berbagai amal shalih di atas, kita jangan lupa berdo’a
 agar Allah Azza wa Jalla berkenan menerima amal ibadah yang telah 
lakukan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrâhîm Alaihssallam dan Nabi
 Ismâ’îl Alaihissallam. Ketika akan selesai melaksanakan perintah Allah 
Azza wa Jalla untuk membangun Ka’bah, mereka berdo’a :



رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ 



Ya Rabb kami, terimalah daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya 
Engkaulah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [al-Baqarah/2:127]



Ini merupakan wujud kehati-hatian, barangkali dalam pelaksanaan ibadah 
yang Allah Azza wa Jalla perintahkan kepada kita ada yang kurang syarat 
atau lain sebagainya.



Kalau Nabi Ibrâhîm Alaihissallam dan Nabi Ismâ’îl Alaihissallam saja 
berdo’a agar amalan mereka diterima, maka kita tentu lebih layak untuk 
berdo’a demikian. 



[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIII/1430H/2009M. 
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]             
                          

Kirim email ke