APA HUKUM SHALAT IED ?





Oleh


Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin


http://almanhaj.or.id/content/1628/slash/0/apa-hukum-shalat-ied/






Pertanyaan



Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa hukum shalat Ied ?






Jawaban


Yang saya pahami bahwa shalat ied adalah fardhu a'in, sehingga tidak
boleh bagi kaum laki-laki untuk meninggalkannya. Mereka harus
menghadirinya, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkannya, bahkan beliau juga memerintahkan para gadis pingitan
untuk ikut keluar menuju shalat ied. Bahkan beliau juga memerintahkan
orang yang haidh untuk datang juga meskipun mereka harus menjauh dari
tempat shalat. Hal ini menunjukkan pentingnya perkara tersebut. Pendapat
 yang saya sebutkan inilah yang rajih dan diambil oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah.






Tetapi sebagaimana shalat Jum'at jika tidak mengerjakannya, seseorang
tidak perlu mengqadhanya, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan
kewajibannya. Ia tidak harus melakukan shalat apapun sebagai
penggantinya, karena shalat Jum'at jika ketinggalan mengerjakannya maka
penggantinya adalah shalat dhuhur. Karena ia adalah waktu dhuhur. Adapun
 jika ketinggalan shalat ied maka ia tidak usah diqadha.






Nasehat saya untuk saudaraku kaum muslimin hendaknya bertaqwa kepada
Allah, melaksanakan shalat ini yang berisi kebaikan dan do'a, dan
bertemunya manusia satu dengan yang lainnya, serta menumbuhkan rasa 

kasih sayag dan cinta. Sekiranya manusia diundang untuk menghadiri
permainan tentu anda akan melihat mereka bersegera untuk mendatanginya,
lalu bagaimana jika yang memanggil mereka adalah Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam untuk melakukan shalat ini yang dengannya mereka
mendapatkan pahala Allah Subhanahu wa Ta'ala sesuai dengan janjinya
kepada mereka ?






Yang perlu diperhatikan bagi wanita yang pergi menuju shalat ied, mereka
 harus menjauhi tempat para lelaki, hendaknya mereka berada di bagian
belakang tempat shalat yang jauh dari lelaki, dan jangan keluar dalam
kondisi berhias ataupun bertabarruj (menampakkan auratnya), hal ini
sebagaimana terjadi pada zaman Rasul ketika beliau memerintahkan kaum
wanita untuk ikut keluar menuju tempat shalat, ada yang berkata :






Ya, Rasulullah, di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbabĀ. Beliau
menjawab : Hendaknya temannya meminjamkan jilbabnya padanya[1]






Jilbab yaitu baju panjang atau sejenis mantel. Hal ini menunjukkan
kewajiban wanita untuk memakai jilbab jika keluar rumah, karena ketika
Rasulullah ditanya tentang wanita yang tidak mempunyai jilbab beliau
tidak mengatakan hendaklah ia keluar dengan pakaian semampunya, tetapi
beliau mengatakan.






Hendaknya saudarinya meminjamkan jilbabnya






Dan bagi imam shalat ied jika berkhutbah di depan kaum lelaki hendaknya
juga mengkhususkan khutbah di depan kaum wanita jika mereka tidak
mendengar khutbah di depan kaum lelaki. Tetapi jika mereka bisa
mendengarkannya maka hal ini cukup. Hanya yang lebih utama dalam
penghujung khutbah menyinggung khusus hukum hukum wanita sebagai nasihat
 dan untuk mengingatkan mereka, sebagaimana yang diperbuat Nabi
Shallallahu alaihi wa sallam ketika beliau berkhutbah ied pada kaum
lelaki lalu beliau berjalan menuju kaum wanita, lalu menasehati dan
mengingatkan mereka






[Disalin dari kitab Majmu Fatawa Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu
Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Penulis
 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerbit Pustaka Arafah]


_______


Footnote


[1]. Hadits Riwayat Bukhari, Kitab Haidh, bab wanita haidh menghadiri
shalat dua hari raya dan do'a kaum muslimin (324), Muslim, Kitab Shalat
iedain, bab kebolehan wanta keluar pada dua hari raya (890)                     
                  

Kirim email ke