Sriwijaya Post | Selasa, 2 Februari 2010 | Inilah kisah unik percintaan
gembong teroris asal Malaysia, Noordin M Top dengan Arina Rahmah, gadis
Cilacap Jawa Tengah. Hanya tiga jam setelah keduanya saling mengenal,
pernikahan langsung dilaksanakan. Kisah ini terungkap di persidangan
terosis Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (1/2), empat bulan
setelah Noordin tewas.

Pada bulan Ramadhan 2005, hanya tiga jam sejak tiba di rumah
orangtuanya, di Dusun Melele, Desa Pasuruan, Kecamatan Binangun,
Cilacap, Jateng, Arina langsung dinikahkan ayahnya dengan Noordin M
Top. Saat itu, Arina baru saja kembali dari Kota Yogyakarta setelah
sengaja diminta Bahrudin Latif alias Baridin (56), ayahnya, kembali ke
Cilacap.

Arina mengisahkan, meski selaku mempelai wanita, dia sendiri tidak
mengikuti jalannya prosesi pernikahan tersebut, sebab dia berada di
dalam rumah bersama dengan sang ibu, Dwi Astuti.

“Di dalam ajaran kami memang hukumnya begitu. Kami nggak diperbolehkan
bertatapan dan bertemu dengan pria yang bukan muhrim kami,” ujar Arina
dalam kesaksiannya, di sidang lanjutan Saefudin Zuhri, selaku terdawa
terorisme jaringan Palembang, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
Senin (1/2).

Penuturan serupa dikemukakan Dwi Astuti, istri Baridin. “Saya waktu itu
tidak mengikuti jalannya pernikahan karena saya disuruh tinggal di
dalam rumah,” kata Dwi dalam kesaksiannya pada lanjutan persidangan
terdakwa Saefudin Zuhri, di PN Selatan, Jakarta, Senin (1/2).

Saefudin Zuhri alias Tsabit berbeda orangnya dengan almarhum Saifudin
Jaelani (SJ) alias Saifudin Zuhri bin Djaelani Irsyad. SJ dan kakaknya
M Syahrir sudah tewas dalam penggerebekan di rumah kos-kosan di kawan
Ciputat September silam.

Arina bahkan tak mengetahui pasti kapan tepatnya dirinya dinikahi
Noordin. Yang diketahuinya, Noordin, malam itu sudah langsung menginap
dan tidur di rumahnya. Dirinya pun diberitahu Baridin sudah sah menjadi
istri Noordin.

Arina mengaku tidak mengetahui apa pekerjaan Noordin. Dia mengungkapkan
Noordin sering keluar hingga berbulan-bulan tanpa diketahui apa
kepentingannya. Perginya pun tidak dapat dipastikan waktunya. “Bisa
siang, bisa malam. Kalau saya tanya sama anak-anak bilangnya ada
urusan,” katanya.

Wanita yang gagal merampung pendidikannya dari Universitas Muhamadiyah
Yogyakarta karena terlanjur dinikahi Noordin itu mengaku Noordin hanya
berada sekitar 2 minggu bersamanya di rumah Baridin. Sepanjang menemani
Noordin, Arina mengaku Noordin tak pernah bergaul dengan lingkungan
sekitar. Dia pun mengaku tidak mengetahui kalau sosok Ade Abdul Halim
yang dinikahinya itu adalah Noordin. “Saya baru tahu kalau ditunjukkan
tiga buah foto oleh penyidik,” ujar Arina.

Arina mengaku Noordin sering didatangi Saefudin Zuhri (teroris yang
diringkus di Palembang), suami dari sepupunya, Nurlela. Namun dia tidak
mengetahui pasti apakah Saefudin Zuhri yang bertindak sebagai saksi
pernikahannya dengan Noordin. “Saya cuma dengar suara saja. Nggak
melihat wajah,” katanya. Selain menerima Zuhri, yang menikahi ponakan
Baridin, Noordin dikatakan Arina jarang dikunjungi tamu.

Suami yang telah mengarunainya dua anak itu, diakui Arina terakhir
menemuinya Januari 2009, enam bulan sebelum peledakan Hotel JW Marriott
dan Hotel Rizt Carlton di Mega Kuningan, 17 Juli 2009, yang dilakukan
para anak buah Noordin.

“Saya nggak tahu kalau dia terlibat pengeboman. Yang saya tahu dia
seorang pengajar di pondok pesantren di Sulawesi. Dan berasal dari
sana. Dia anak yatim-piatu dan dialek bicaranya seperti orang Melayu,”
ucap Arina.

Noordin M Top, otak peledakan sejumlah bom di Indonesia tewas tertembak
setelah rumah yang mereka huni sekitar 9 jam ditembaki Densus 88
Antiteror Polri di Desa Kepuhsari, Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, 17
September 2009. Turut tewas bersamanya 3 teroris lain, identitas
teroris yang tewas di solo diantaranya yakni Urwah alias Bagus Budi
Pranoto, Ario Sudarso alias Aji, dan Hadi Susilo alias Adib.

Pascameninggalnya Noordin, Arina mengaku kehidupan keluarganya biasa
saja. Anaknya memang pernah menanyakan sosok ayahnya, dan dijawabnya
seadanya. Keluarga besar, diungkapkan Arina tak pernah membahas dan
memperbicangkan masalah kegiatan terorisme yang menimpa mayoritas
anggota keluarga lagi. “Nggak pernah ngomongin masalah bom dan ledakan
yang pernah terjadi,” akunya.

Dwi Astuti, ibunda Arina Rahmah, menuturkan perkenalan putrinya dengan
Noordin terjadi atas jasa Saefudin Zuhri alias Tsabit alias Sugeng
alias Abu Lubaba. Zuhri, ponakan Dwi Astuti dari suaminya Baharudin
Latif alias Baridin, sudah lama berteman dengan Noordin.

Saat perkenalan Noordin menyamar dengan nama Ade Abdul Halim,
berprofesi sebagai guru pada satu pondok pesantren di Makassar.
Penyamaran yang sempurna. Agar tidak diungkit soal ibu dan ayahnya
lebih detail, Noordin mengaku yatim piatu.

Keberadaan Noordin mulai tercium di rumah Baridin, 26 Juni 2009. Saat
itu, puluhan anggota Detaseman Khusus (Densus) 88 Antiteror menggerebek
rumah Baridin pimpinan Pondok Pesantren Al-Muaddib di desa tersebut.

Saat digerebek, Noordin tidak ditemukan, termasuk mertuanya, Baridin.
Rumah Baridin yang memiliki halaman cukup luas dalam keadaan kosong.
Padahal lazimnya selalu ramai karena ditinggali Baridin dan Dwi,
istrinya, serta sang menantu, Noordin dan Arina beserta dua anak
memreka. Kegiatan di pondok pesantren yang didirikan Baridin itu pun
terhenti total. Bahkan semua santri yang berjumlah 15 orang menghilang.

www.AstroDigi.com (Nino Guevara Ruwano)

--
Posted By NINO to BISNIS ONLINE at 2/07/2010 01:30:00 AM

Kirim email ke