DATA BUKU
Judul : Enzo The Art of Racing in the Rain
Pengarang: Garth Stein
Penerjemah: Ary Nilandari
Penerbit: Serambi, Jakarta
Cetakan : I, April 2009
Tebal: 408 hlm.
——————

Kearifan bisa kita dapatkan dari mana saja. Tak terkecuali dari pelbagai 
binatang. Kita dapat belajar dari semut yang selalu bergotong royong, lebah 
yang setia pada ratunya, bunglon yang pandai beradaptasi, dan yang lainnya. 
Begitu pula dengan anjing.

Buku Enzo: The Art of Racing in the Rain adalah buku yang dapat mengajarkan 
kearifan hidup dari seekor anjing yang bernama Enzo. Anjing yang dapat berpikir 
dan mempunyai perasaan layaknya manusia. Dia mampu berpikir filosofis dan 
terobsesi dengan TV dan balapan mobil (F1). Di sini, Enzo menjadi sang narator 
yang tidak saja mengungkap kehidupannya sebagai anjing, tapi juga kehidupan dan 
konflik keluarga yang memeliharanya.

Bab ini dimulai dengan Enzo yang sedang sakit, dan mengetahui dirinya akan 
segera mati. Pada suatu malam di pembaringannya, dia menengok kembali 
perjalanan hidupnya mulai dari masa kecil hingga masa tuanya. Ketika Enzo masih 
kecil, dia diadopsi oleh Denny Swift, seorang pembalap mobil profesional. Saat 
bertemu, mereka merasa telah ditakdirkan untuk bersama. Dari situlah 
persahabatan antara keduanya mulai terjalin. Mereka saling menyayangi dan 
melindungi.

Enzo banyak belajar dari Denny tentang apa saja, termasuk mencintai balap 
mobil. Apa yang disukai Denny, disukai pula oleh Enzo. Selain Speed Channel 
yang menayangkan balap, Enzo juga menonton pelbagai saluran TV seperti 
Discovery Channel, National Geographic, dan saluran yang memutar film-film yang 
dimainkan aktor-aktor favoritnya, yaitu Steve McQueen, Al Pacino, Paul Newman, 
George Clooney, Dustin Hoffman, dan Peter Falk.

Seiring waktu berjalan, Enzo sadar bahwa dirinya berbeda dengan anjing-anjing 
lain: seekor filsuf yang mirip dengan jiwa manusia, mampu mendidik dirinya 
sendiri dengan banyak menonton televisi, dan dengan mendengarkan kata-kata 
pemiliknya, Denny Swift.

Melalui Denny, Enzo mendapatkan wawasan yang luas terhadap kondisi manusia, dan 
dia melihat kehidupan layaknya suatu balapan, yang tidak mudah untuk melaju 
dengan cepat dan diperlukan teknik-teknik pada lintasan balap agar seseorang 
dapat sukses melalui semua cobaan hidup. The Art of Racing in the Rain ini 
segera menarik pembaca ke dalam dunia Enzo.

Saat Eve menikah dengan Denny, Enzo begitu cemburu. Karena perhatian Denny 
menjadi pecah, tidak seperti dulu. Namun, lambat laun Enzo dapat menerima 
kehadiran Eve yang ternyata begitu baik. Bahkan lebih dari itu, dia 
mencintainya juga layaknya kepada Denny. Saat mereka mempunyai anak yang diberi 
nama Zoe, Enzo turut senang dan begitu melindungi anak mereka.

Insting Enzo hancur ketika dia dapat merasakan bahwa ada sesuatu yang salah 
dengan Eve. Enzo dapat mencium kanker otak jauh sebelum ada orang yang tahu 
dari keluarga tersebut. Akan tetapi dia tidak dapat memberikan peringatan 
kepada Denny.

Setelah kanker otak Eve muncul, dan perawatan medis dimulai, Eve dibawa pulang 
ke rumah orangtuanya untuk melewati bulan terakhirnya, dan atas dorongan 
orangtuanya, Zoe tetap beserta ibunya dan kakek-neneknya, meninggalkan Denny 
dan Enzo sendiri. Setelah Eve meninggal, mulailah konflik antara Denny dan 
orangtua Eve perihal hak asuh Zoe. Orangtua Eve bersikeras merawat Zoe secara 
penuh. Danny dan Enzo tanpa ada hak sedikit pun berkomunikasi atau berkunjung 
terhadap anak perempuannya. Sisi lain, Denny mengalami kesulitan finansial 
untuk membayar pengacara, menafkahi putrinya, dan merawat Enzo yang sakit. 
Pekerjaannya sebagai pembalap, karyawan, dan guru mengemudi tidak cukup untuk 
membiayai semuanya. Melalui semua cobaannya, Denny selalu membawa Enzo di 
sisinya, yang memberikan dukungan dan cinta tak bersyarat.

Sebagai pembaca, tentu mudah untuk bersimpati dengan Denny yang dilanda cobaan. 
Akan tetapi Enzo dengan bijak menegaskan bahwa ketika pada suatu waktu 
seseorang tengah kehilangan kesempatan, maka semua hal itu terjadi karena satu 
alasan. Dan apa yang ditakdirkan untuk terjadi maka akan terjadi. Kisah ini 
menyampaikan dosis spiritual yang tepat, diseimbangkan dengan indah antara 
banyaknya balapan dengan humor anjing, di antaranya.

Di seluruh buku ini tersebar bab-bab tertentu yang mengungkapkan analisa Enzo 
tentang taktik atau teknik balapan. Sering kali penjelasan-penjelasan ini 
sejajar secara emosional dengan perjuangan yang dilalui Denny terhadap kanker 
yang diderita istrinya, dan perjuangan hak asuh anaknya dengan mertuanya. Denny 
dan Enzo selalu melihat rekaman balapan Denny, belajar dari kesalahan-kesalahan 
yang selalu dipaparkan Denny tentang ketahanan mental seorang pembalap. Dan itu 
dapat dipraktikan pada saat mendapat masalah hidup.

Karena kisah tersebut diceritakan melalui sudut pandang Enzo, kita hanya 
melihat pendangan sekilas tentang komunikasi manusia. Kita hanya dapat melihat 
perasaan Enzo yang tajam. Boleh jadi insting alami seekor anjing jauh lebih 
maju dari manusia. Mereka lebih terbiasa dengan emosi yang tak terucapkan dan 
lebih peka dengan lingkungan yang tidak seimbang dan tidak sehat.

Buku ini merupakan buku yang tidak bisa kita abaikan lantaran dongeng sang 
anjing. Justru melalui pandangan Enzo, kita dapat melihat dan belajar lebih 
banyak tentang sifat manusia, insting dan moralitasnya. Kisah Enzo begitu 
lembut, karakter-karakternya juga menimbulkan rasa simpati. Enzo adalah narator 
yang mengagumkan, yang membuat rujukan dan hubungan dengan budaya pop, membuat 
penilaian-penilaian psikologis dan filosofis yang tajam terhadap manusia di 
sekitarnya.

Sedang sang penulis buku ini, Garth Stein, patut pula diacungi jempol. Dia 
mampu menceritakan kisah ini dengan cara yang menyentuh hati. Gaya narasinya 
sederhana dan elegan, mengalir seindah lap balapan mobil yang dilalui dengan 
baik.

Pembaca akan terkesan dengan cara dia menggabungkan simbolisme dalam novel ini. 
Pembaca akan memberikan apresiasinya terhadap bagaimana dia mampu menghubungkan 
seni mengemudikan mobil balap (F1) dengan menjalani kehidupan dengan segala 
kesenangan dan kesedihannya. "Kehidupan, seperti balapan, tidaklah mudah untuk 
melaju cepat. Dengan menggunakan teknik-teknik yang diperlukan pada lintasan 
balap tersebut barulah seseorang dapat berhasil mengemudikan semua cobaan 
hidup" ujar Enzo.

Kisah ini memiliki akhir yang indah dan memuaskan. Namun, bukan di situ letak 
pentingnya. Kisah Enzo lebih tepatnya adalah mengenai proses – balapan – 
daripada garis finish. Bahwa melakukan apa yang kita sukai dalam kehidupan ini 
sesungguhnya adalah sebuah kemenangan.

Pada malam kematiannya, Enzo menggunakan sisa hidupnya, mengingat semua yang 
dia dan Denny telah lalui: pengorbanan yang telah dilakukan Denny hingga 
mendapatkan keberhasilan secara profesional; kehilangan istri Denny, Eve, yang 
tidak diharapkan, pertempuran selama tiga tahun terhadap anak perempuan Danny, 
Zoe, yang kakek dan nenek dari pihak ibu berusaha mendapatkan hak asuh.

Enzo hadir secara heroik untuk memelihara keluarga Denny Swift, mendekap 
mimpi-mimpinya dalam hati bahwa Denny akan menjadi seorang juara balap mobil 
dengan Zoe di sisinya. Setelah belajar apa yang harus dilalui untuk menjadi 
orang yang berbelas kasih dan sukses, anjing yang bijak tersebut hampir tidak 
dapat menunggu kehidupan berikutnya, ketika dia yakin akan kembali hidup 
sebagai seorang manusia.

Buku ini sebuah kisah tentang keluarga, cinta, kesetiaan dan harapan yang 
sangat menggugah, lucu tetapi membuka hati. Art of Racing in the Rain digubah 
dengan indah dan menawan, melihat keajaiban dan absurditas kehidupan manusia. 
Kisah Enzo ini menyiratkan suatu pertanyaan reflektif, `mengapa saat ini banyak 
manusia yang menjadi binatang padahal binatang sendiri ingin menjadi 
manusia?'***

M. Iqbal Dawami
Staf Pengajar STIS Magelang



Kirim email ke