Santiago, seorang lelaki tua penangkap ikan di arus teluk Meksiko sudah delapan 
puluh empat hari melaut namun sialnya selama itu ia tidak berhasil menangkap 
seekor ikanpun. Awalnya ia ditemani oleh seorang anak laki-laki bernama 
Manolin. Tetapi setelah empat puluh hari berlalu tanpa seekorpun ikan yang 
berhasil ditangkap, orang tua anak laki-laki itupun menyuruhnya untuk ikut pada 
perahu lain.

Walau tak ada yang menemaninya, lelaki tua itu tetap pergi melaut seorang diri, 
ia percaya bahwa di hari ke delapan puluh lima ia akan mendapatkan 
keberuntungan. Setelah dengan sabar menunggu, akhirnya keberuntungan itu memang 
datang, umpannya dimakan juga oleh seekor ikan marlin yang besar. Namun ikan 
itu tak menyerah begitu saja, alih-alih terseret oleh kail, ikan itu menyeret 
perahu yang ditumpangi lelaki tua sambil berputar-putar di sekeliling 
perahunya. Tak ada kata menyerah dalam kamus hidupnya, dengan sisa-sisa 
kekuatan yang dimilikinya dan kesabaran yang luar biasa ia menunggu ikan itu 
menyerah, naik ke permukaan sehingga ia dapat membunuhnya.

Kesabaran dan keuletannya harus dibayar dengan tangannya yang terluka dan kram 
karena harus terus menerus memegang tali pancing dan menahannya dengan 
punggungnya. Setelah berhari-hari menunggu akhirnya ikan itu menyerah dan 
menyembul ke permukaan , seketika itu juga ditengah kelelahannya lelaki tua itu 
berhasil mengait ikan besar itu ke pinggir perahu dan membunuhnya dengan besi 
tajam. Saking besarnya ikan tangkapannya yang panjangnya melebihi melebihi 
perahunya, lelaki tua itu membiarkan ikan itu tetap berada di air dengan 
mengikatkannya di sekitar perahunya sambil berlayar menuju pantai.

Sayangnya eforia keberhasilan si lelaki tua setelah berhasil menangkap ikan 
marlin besar hanyalah sesaat. Tak lama kemudian ikan itu menjadi incaran 
hiu-hiu yang terus berdatangan untuk menggerogotinya. Kini si lelaki tua 
kembali harus berjuang untuk membunuh dan mengusir ikan-ikan hiu itu guna 
menyelamatkan ikan tangkapannya yang telah ia peroleh dengan susah payah dan 
belum tentu semua orang yang seusianya dapat melakukannya.

Kisah diatas adalah sebuah novella terkenal karya penulis Amerika, Ernest 
Hemingway yang diberi judul The Old Man and the Sea. Karya ini telah menjadi 
salah satu karya klasik yang akan terus dibaca dan dimaknai karena pesan yang 
hendak disampaikannya adalah pesan yang universal yang tak akan hilang tergerus 
oleh perubahan zaman. The Old Man an the Sea adalah kisah mengenai persahaban 
dan pelajaran kehidupan yang dramatik dan inpirasional, kisah lelaki tua yang 
bersahaja yang mengajarkan kita akan kesabaharan, kekuatan hati, serta semangat 
yang tak pernah menyerah oleh keadaan.

Nilai persahabatan dalam novella ini terdiskripsi antara tokoh si lelaki tua 
dan `murid' nya, seorang anak lelaki yang bernama Manolin. Walau kisah antara 
lelaki tua dan Manolin hanya muncul di awal dan di akhir kisah, namun aroma 
persahabatan akan terasa begitu lekat antara keduanya. Walau Manolin dilarang 
oleh kedua orang tuanya untuk berlayar karena reputasi Santiago yang buruk 
dalam hal menangkap ikan, Manolin tak lantas meniggalkan dan meremehkannya. Ia 
tetap melayani `guru'nya dan menyediakan semua keperluannya sebelum dan setelah 
si lelaki tua berlayar seorang diri.

Keteguhan dan semangat yang pantang menyerah dalam diri Santiago tergambar 
dengan jelas dalam novella ini. Sekalipun telah 84 hari berlayar dan tak 
mendapat seekorpun ikan sehingga dijuluki `salao' yang artinya tersial dari 
yang sial, Santiago tak menyerah atau putus asa. Ia yakin bahwa masih ada 
keberuntungan yang akan ia peroleh di hari ke 85. Keyakinannya itu diwujudkan 
dengan berlayar seorang diri, padahal untuk ukuran lelaki setua dia pergi 
melaut sendiri tanpa ditemani seseorang yang lebih muda dan kuat adalah hal 
yang sangat berbahaya.

Sifat-sifat heroisme Santiago dan semangat yang tak pernah menyerah terlihat 
jelas ketika Hemingway mengisahkan dengan detail bagaimana si lelaki tua harus 
berjuang seorang diri untuk menaklukkan ikan tangkapannya dan juga usaha luar 
biasanya ketika ia menghalau hiu-hiu yang hendak menggerogoti ikan tangkapannya.

Kisah Santiago, si lelaki tua ini memang sangat-sangat menarik. Hemingway 
tampaknya berhasil menggambarkan kisah perjuangan si lelaki tua dengan begitu 
hidup, detail dan dramatis. Pegalaman Hemingway yang juga gemar memancing di 
laut dan ketrampilan menulisnya yang terasah saat menjadi jurnalis tampaknya 
turut memberi andil dalam menghidupkan karyanya ini dengan memberikan gambaran 
secara detail saat si lelaki tua berjuang untuk menaklukkan tangkapannya.

Karya ini juga muncul di saat yang tepat dimana ketika itu masyarakat dunia 
khususnya Amerika tengah dilanda pesimisme, kegetiran, putus asa, dan ketakutan 
sebagai akibat dari Perang Dunia II, karenanya kisah Santiago yang hadir dalam 
sosok yang optimis dan pantang menyerah terhadap tantangan dan keadaan yang 
dihadapinya ini menginspirasi pembacanya untuk bangkit dari kegetiran dan 
keputusasaan.

Hal itulah yang turut membeli andil kesuksesan novela ini yang dalamw aktu 
singkat segera merebut hati pembacanya. Ketika kisah ini pertama kali muncul 
dalam majalah Life edisi I September 1952, hanya dalam dua hari saja 5,3 juta 
ekslempar majalah ini ludes terjual. Pada 8 Setember 1952 novella ini 
diterbitkan dalam bentuk buku oleh pernerbit Charles Scribner's Sons. Dan karya 
ini merupakan karya fiksi terakhir yang dihasilkan Hemingway dan diterbitkan 
sewaktu ia masih hidup.

The Old Man and the Sea memang merupakan mahakarya dari Hemingway yang paling 
banyak mendapat apresiasi positif dari pembacanya di berbagai Negara, hal ini 
terbukti dengan diterjemahkannya karya ini ke dalam berbagai bahasa dunia. 
Berbagai penghargaan telah diraih novela ini, antara lain sebagai pemenang 
Pulitzer Prize tahun 1953 untuk kategori fiksi. Pada tahun yang sama karya ini 
juga memperoleh Award of Merit Medal for Novel dari American Academy of 
Letters. Dan puncaknya adalah karya ini juga yang mengantar Ernest Hemingway 
untuk memperoleh perhargaan Nobel Sastra 1954 untuk keahlian luar biasanya pada 
seni narasi, yang terakhir didemonstrasikan dalam The Old Man and the Sea, dan 
untuk pengaruh yang telah dihasilkannya atas gaya kontemporer.

Di Indonesia karya ini telah tiga kali diterjemahkan, pertama kali oleh 
sastrawan senior Sapardi Djoko Damano yang bukunya diterbitkan oleh Pustaka 
Jaya pada tahun 1973. Pada April 2008 penerbit asal Surabaya Selasar Publishing 
menerbitkan terjemahan The Old Man and the Sea. Kemudian pada Mei 2009 ini 
karya ini kembali diterjemahkan dan diterbitkan oleh Penerbit Serambi. 
Bagaimana mungkin copyright untuk novel yang belum habis masa right-nya ini 
bisa diterbitkan oleh tiga penerbit yang berbeda?

Lalu bagaimana kualitas terjemahan dari ketiga penerbit di atas? Karena saya 
baru membaca terjemahan Sapardi DD (Pustaka Jaya) dan Yuni Kristianingsih 
(Serambi) saya rasa kedua-duanya sama baiknya, hanya saja karena ada perbedaan 
waktu terjemahan lebih dari 30 tahun, maka terjemahan Yuni tampak lebih segar 
karena menggunakan frasa-frasa yang umum digunakan saat ini.

Satu hal yang menarik di edisi Serambi adalah tampilan covernya yang 
menggunakan karikatur yang menarik dan lebih berwarna dibandingkan dua penerbit 
terdahulu (Pustaka Jaya dan Selasar). Selain itu di edisi Serambi juga 
menyajikan beberapa buah foto Hemingway dalam berbagai pose yang menarik, 
antara lain ketika ia bersalaman dengan pemimpin Cuba yang juga sahabatnya, 
Fidel Castro, dan pose saat ia bersanding dengan ikan marlin tangkapannya.

@h_tanzil


DETAIL BUKU
Judul : LELAKI TUA DAN LAUT
Penulis : Ernest Hemingway
Penerjemah : Yuni Krsitianingsih P
Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
Cetakan : I, Mei 2009
Tebal : 145 hal

Kirim email ke