HTML clipboard

Meretas Wacana Sekularisasi
 
Resensi Buku Sekularisasi Ditinjau 
Kembali (Pippa Norris dan Ronald Inglehart)


Seputar Indonesia | Minggu, 29 November 2009 | Oleh 
Mohalli Ahmad *
 



Sejauh ini, perdebatan mutakhir 
sekularisasi berhenti pada pudarnya anggapan beberapa pemikir sosial tentang 
eksistensi agama di dunia modern. Auguste Comte, Emile Durkheim, Max Weber, 
Karl 
Marx, dan Sigmund Freud merupakan sederetan tokoh yang memprediksi agama akan 
segera ditinggalkan pemeluknya, khususnya dalam masyarakat industri. Namun, 
kenyataan agama di abad ke-20 hingga sekarang tetap eksis dan masih dibutuhkan 
perannya. 



Bahkan ada kecenderungan untuk semakin memperkuat vitalitas agama dengan 
menjadikannya sebagai landasan ideologis kelompok atau gerakan sosial-politik 
tertentu. Pertanyaannya, benarkah anggapan yang didasarkan atas kerangka 
teoritis itu sepenuhnya salah? Bukankah modernisasi selalu disertai atau 
mengandung arti sekularisasi dan karena itu orang modern berarti sekuler? 



Dua Arus Besar 



Secara garis besar, formulasi perdebatan itu memunculkan dua bentuk perspektif 
tentang sekularisasi, yaitu teori-teori sisi permintaan (demand side theories) 
dan teori sisi penawaran (supply side theory).Teori pertama menyatakan 
bahwa ketika masyarakat terindustrialisasi, maka perilaku religius akan 
terkikis 
dan agama akan kehilangan momentumnya. 



Teori ini mempercayai keniscayaan sekularisasi sebagai akibat dari modernisasi 
beserta elemen dasarnya, seperti industrialisasi, urbanisasi,dan 
rasionalisasi.Kehidupan yang dipusatkan kepada manusia (antroposentris) sebagai 
makhluk otonom yang berhadapan dengan realitas di luar dirinya, menggantikan 
pandangan hidup sebelumnya yang bersifat teosenstris. Tatanan kultural mulai 
bergeser ke arah struktural dengan munculnya dunia birokrasi modern dan 
teknologi yang bersifat rasional dan ilmiah. Akibatnya, hampir tak ada ruang di 
dunia ini bagi sesuatu yang supranatural dan karena itu agama secara perlahan 
akan memudar. 



Pendukung teori ini dikomandoi secara khusus oleh Max Weber yang kemudian 
didukung oleh Peter Berger, David Martin, dan Brian Wilson. Demikian pula 
dukungan diberikan Emile Durkheim melalui pendekatan fungsionalis dalam karya 
The Elementary Forms of The Religious Life yang dikembangkan lebih jauh oleh 
teoritisi kontemporer, seperti Steve Bruce,Thomas Luckman,dan Karel Dobbelaere. 
Teori kedua tampil secara khusus menepis anggapan sebagaimana dalam teori 
pertama.



Melalui pengujian empiris terhadap kehadiran jama’ah di berbagai Gereja di 
Eropa, ditemukan bukti historis bahwa agama tidak sedang menuju titik pudar dan 
peran agama belum terkikis. Sebaliknya, vitalitas agama semakin meningkat 
dengan 
beberapa indikasi seperti fenomena fundamentalisme agama, gerakan politik 
keagamaan,munculnya variasi golongan, aliran, atau sekte dari beberapa agama di 
berbagai negara, tumbuhnya gerakan-gerakan spiritual baru dan semacamnya. 



Proposisi inti dalam pendekatan sisi penawaran atau pendekatan pasar keagamaan 
merupakan gagasan bahwa kompetisi yang ketat di antara kelompok keagamaan 
memberi efek positif terhadap keterlibatan keagamaan (halaman 14). Prinsip 
teori 
ini adalah permintaan atau tuntutan terhadap agama bersifat konstan, sementara 
vitalitas kehidupan beragama tergantung pada penawarannya dalam pasar keagamaan.




Keamanan Eksistensial 



Menjawab kebuntuan wacana teoritis itulah yang menjadi minat sekaligus obsesi 
dari Pippa Norris dan Ronald Inglehart sehingga berani meleburkan diri dalam 
proses pemikiran dan penelitian cukup panjang dan serius.Tak sia-sia, usaha itu 
mampu menghasilkan terobosan baru dengan kerangka teoritis yang diuji 
berdasarkan bukti-bukti dari survei mulai 1981- 2001,atas 80 masyarakat di 
seluruh dunia dan mencakup seluruh keyakinan agama. 



Dan,terobosan itu adalah teori sekularisasi yang bersandar pada dua aksioma 
atau 
premis sederhana, yaitu aksioma keamanan dan aksioma tradisitradisi budaya. 
Keamanan yang dimaksud adalah keamanan dalam arti luas kaitannya dengan 
eksistensi hidup manusia. Berbagai faktor, seperti kemiskinan, keterbatasan 
akses terhadap kesehatan, epidemi penyakit, bencana lingkungan, peperangan, dan 
sebagainya merupakan beberapa contoh yang dapat mengancam keamanan manusia. 
Keamanan inilah yang menjadi faktor utama seseorang berorientasi sekuler.Orang 
atau masyarakat (berlaku baik ego-tropik maupun sosio-tropik) modern yang 
tingkat keamanannya tinggi, ia akan sekuler.



Sebaliknya, ia akan lebih religius bila tingkat keamanannya rendah dan tidak 
terjamin. Sementara itu, tradisi-tradisi budaya merupakan seluruh pandangan 
dunia yang muncul dari tradisi keagamaan,tetapi perlahan membentuk karakter dan 
budaya masyarakat. Di sini tradisi historis akan tetap mewarnai pandangan 
tertentu,seperti kesadaran gender, etika kerja, pandangan terhadap seks,atau 
demokrasi yang berbeda dengan masyarakat di negara dengan akar tradisi yang 
khas.



Melalui teori yang dikembangkan beserta premis dan hipotesis di dalamnya, 
penulis buku ini kemudian sampai pada kesimpulan tautologis. Pertama,bahwa 
karena keamanan manusia makin tinggi, maka hampir semua masyarakat industri 
maju 
bergerak ke arah orientasi sekuler. Kedua, karena kondisi kemiskinan, maka 
dunia 
secara keseluruhan lebih banyak ditempati orang dengan pandangan keagamaan 
tradisional dibanding sebelumnya.Dua konklusi ini menunjukkan bahwa modernisasi 
memang mengakibatkan lemahnya agama di negara yang mengalaminya. 



Namun,persentase dunia yang menganggap penting agama makin meningkat. Lalu 
bagaimana nasib agama di dunia modern? Dengan tegas Norris dan Inglehart 
menjawab bahwa agama tidak akan pudar bahkan di negara sekuler sekalipun, 
tetapi 
sekularisasi akan tetap menjadi kecenderungan yang secara konsisten berhadapan 
dengan agama. Agama tetap eksis. 



Namun, sekularisasi merupakan keniscayaan yang akan terus berlangsung bagi 
negara yang mengalami modernisasi. Sekularisasi ditentukan oleh keamanan 
eksistensial,sementara eksistensi agama oleh kondisi masyarakat ‘miskin’ 
tradisional.(*) 



Mohalli Ahmad, Peneliti Himpunan 
Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (HP2M), Indonesian Culture Academy 
(INCA), dan Forum Muda Paramadina.
 
__________________________________


 
DATA BUKU:

Judul : SEKULARISASI DITINJAU KEMBALI

(Agama dan Politik di Dunia Dewasa Ini)

Penulis : Pippa Norris & Ronald Inglehart

Penerjemah : A. Zaim Rofiqi

Editor : Ihsan Ali-Fauzi dan Rizal Panggabean

Genre : Kajian Agama/Sosial/Demokrasi

Cetakan : I, Oktober 2009

Ukuran : 15 x 23 cm + flap 9 cm 

Tebal : 392 halaman

ISBN : 978-979-3064-65-9

Harga : Rp. 69.000,-



==========================================
Pustaka Alvabet
Ciputat Mas Plaza Blok B/AD
Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat
Jakarta Selatan Indonesia 15411
Telp. +62 21  7494032, 
Fax. +62 21 74704875
www.alvabet.co.id




      

Kirim email ke