Dear teman2x...

"2009 Tahunnya Hiburan", begitulah judul Data Highlight dari AGB Nielsen
Newsletter Edisi ke 40 yang terbit Desember 2009. Artikel ini ditulis
berdasarkan riset, data dan kajian media Televisi Indonesia dengan membandingkan
Persentase Jam Tayang dan Persentase Jam Menonton dari pemirsa usia 5 tahun
keatas di Jakarta, Surabaya, Medan, Semarang, Bandung, Makassar, Yogyakarta,
Palembang, Denpasar dan Banjarmasin. Dari 11 Tipe program yang dikaji, mulai
dari Series, Movie, Education, Sport hingga News, maka Juara untuk program
dengan porsi jam tayang dan jam menonton terbesar di tahun 2009 adalah langganan
juara bertahan Entertainment. Program ini mampu menembus 21% dari total jam
tayang stasiun televisi dengan 25% Jam menonton. Posisi Runner Up direbut News
yang juga menembus 21% total jam tayang tapi hanya mampu meraup 11% minat
penonton. Dengan kata lain, walaupun program News mulai mendominasi jam tayang
apalagi sejak hadirnya TV One yang mampu bersaing ketat dengan sang senior Metro
TV namun peminat menonton berita hanya naik 3% dibandingkan tahun sebelumnya,
2008. Padahal, aneka berita menarik terus bermunculan mulai dari politik dan
ekonomi dalam negeri hingga ke kematian misterius raja pop, Michael Jackson.
Tapi rupanya pemirsa Indonesia masih lebih senang dibuai dengan dendang melayu
"Menunggu" Ridho Rhoma atau hentakan ala britt-pop "Cinta Mati" Mulan Jameela
yang hadir setiap pagi, siang, sore dan malam.

2009 memang tahun penuh hiburan. Konotasi kata "Hiburan" disini bukan saja
hiburan Variety Show atau Konser Musik dari band2x atau penyanyi tertentu, tapi
gebrakan "Hiburan" justru didominasi oleh program2x musik televisi yang
mengandalkan pemutaran Video Klip Musik. Awalnya Dasyat, lalu Inbox dan Mantap.
Setelah itu muncul program2x copy cat Video Klip yang diproduksi (dengan alasan)
karena ada permintaan pasar dan demi strategi programming. Industri Musik dan
Video Klip yang sempat mati suri sejak awal 2000an karena pasar jenuh dan
meningkatnya pembajakan CD, telah berdampak pada angka2x rating acara musik di
televisi yang ikut ambruk, tiba2x kini bangkit kembali dari kubur. Video klip
baru bermunculan, artis2x "profesional" dan penyanyi "katrolan" menjadi populer
dan musisi2x digital anak2x muda mendominasi pasar. Fenomena ini merupakan
hadiah dari programmer stasiun televisi kita yang semakin jitu mengatur strategi
pola acara televisi dengan budget lebih rendah daripada membeli sinetron.
Apalagi, program2x musik ini umumnya diproduksi in-house dengan jumlah produser
yang bisa dihitung dengan jari. Tapi kalau diukur lebih dalam, sebenarnya ini
bukan fenomena baru. Di tahun 1970an Almarhum Eddy Sud bersama dengan begawan
Produser Televisi DJ (pls baca de je bukan dee jay) Nawi sudah mengemas
program2x musik yang memutar video klip atau sekedar Lips Sing dan Minus One
lewat Aneka Ria Safari dan Kamera Ria di TVRI. Dengan segala keterbatasan teknis
serta warna layar kaca yang masih hitam-putih, Eddy dan DJ Nawi sanggup mengemas
satu jam program musik durasi full tanpa iklan. Bahkan mereka harus terlebih
dahulu merekam musik dan suara penyanyi di studio rekaman sewaan di daerah Kota
Jakarta Utara karena belum tentu artis yang tampil punya album rekaman. Jadi,
jangan heran kalau komedian bang Benyamin S tampil menyanyi Lips-sing, maka
mulut dan suaranya selalu tidak sama, amburadul. Bang Bens selalu lupa dan nggak
hapal sama rekamannya sendiri, karena mungkin baru rekaman suara satu hari
sebelumnya. Belakangan, dengan hadirnya Aneka Ria dan Kamera Ria inilah,
industri musik rekaman dan video klip menjadi tumbuh dengan semakin pesar.

Di tahun 1980 hingga 1990an, saat RCTI hadir melalui decoder, wacana musik dunia
langsung merajah ke ruang2x keluarga. Dengan programming yang masih sangat
terbatas, saat itu RCTI harus bergantung pada Video-Klip dari musisi Jason
Donovan, Kyle Minogue hingga pianis pop-jazzy Bruce Hornsby. Tidak lama kemudian
hadirlah Gladys yang membawakan tanggal lagu Video Klip musik teratas. Lalu
muncullah buah karya Produser Ietje Komar, program Nuansa Musik yang mewarnai
televisi pagi hari dengan Video Klip pilihan para produser musik. Lalu, berbekal
ilmu MTV, muncullah BMI (Bursa Musik Indonesia) di ANTV yang mengandalkan konsep
Radio DJ dengan suara Dado Paros mengucap salam mengiringi rangkaian Video Klip.
Dan yang paling heboh adalah Sik Asik di SCTV. Dikomandani oleh Produser Moenir
dan Sofyan Osing, Sik Asik menjadi pilihan utama khususnya pencinta musik
Dangdut dan Pop Melayu. Pada era ini, rating Sik Asik lebih kuat dibandingkan
program Intro (SCTV) maupun musik Dangdut di TPI. Sementara itu, para pemangsa
iklan terus memburu program2x Video Musik sebagai media utama pemasangan spot
maupun full blocking. Dan yang paling sukses adalah Clear Top Ten yang membuat
Presenter Dewi Sandra menjadi idola dikalangan pencinta musik.

Satu lagi, munculnya program kompetisi Video Musik Indonesia (VMI) yang pindah
dari TVRI ke RCTI, mempunyai andil besar pada perkembangan dunia Video Klip,
Musik dan Tata Seni Artistik. Sejumlah nama besar lahir dan dikenal lewat
karya2x VMI seperti Rizal Mantovani, Dimas Djajadiningrat, Jay Subiakto, Rama
Vinergi, Oleg dan Taba Sanchabactiar, Richard Buntario, Riri Riza hingga sineas
Garin Nugroho. Mereka saling beradu kualitas karya artistik Video Musik tanpa
melupakan nilai2x komersial dan promosi kebutuhan produser rekaman. Terobosan
VMI yang dimotori oleh Abby Ernest, Nova Sarjono, Lies Subagyo, Erwin Arnanda
dan Didik Suryantoro lewat bendera PT CUT memang sangat bagus. Dan mungkin,
sudah saatnya sekarang ini VMI hadir kembali untuk menjaga gawang karya2x Video
Musik berkualitas, karena belakangan mulai monoton dan begitu2x saja. Lalu, MTV.
Saluran TV musik yang diciptakan oleh kreator Robert W.Pittman lewat Warner
Cable memang mulai menggoyang Amerika di tahun 1986. Tapi puncak MTV justru pada
awal 1990an dimana teknologi Video Betacam SP mulai menguasai pasar dan membuang
pita U-Matic ke perpustakaan. MTV Asia dengan label MTV Indonesia juga masuk ke
Indonesia lewat siaran "live recording" di ANTV hampir 10 jam setiap hari. VJ
Sarah Sechan dan Jamie Aditya menjadi populer. Gaya hidup anak2x muda juga
dipengaruhi oleh MTV. Namun, rating MTV tetap terpuruk dan kalah dibandingkan
program2x musik lokal Indonesia. MTV lalu mencoba mengatur strategi lewat MTV
Wow dan MTV Dangdut yang memutar Video Klip lokal, tapi rating tetap saja
terpuruk. Rupanya pemirsa masih lebih mencintai karya2x lokal dibandingkan
dengan karya luar yang di"lokal2x"kan.

Tahun 2000- 2008an. Program hiburan Video Klip diturunkan dari pola acara
televisi. Ada yang bilang, ini disebabkan karena industri rekaman sedang
terpuruk, ada yang bilang karena faktor pembajakan CD yang semakin meningkat,
ada juga yang bilang karena munculnya puluhan Radio2x swasta baru berformat
musik membuat publik enggan membeli CD baru. Dan yang paling menyedihkan, justru
program pemutaran Video Klip Dangdut juga hilang dari layar TPI yang merupakan
baromater televisi utama eksistensi musik Dangdut dilayar kaca Indonesia. Hanya
TVRI yang sesekali memunculkan program Video Klip Dangdut, entah dengan format
Karaoke atau sekedar menerima Request dari Pemirsa. MTV juga menurunkan jam
tayangnya, hanya beberapa jam saja di Global TV. Kelihatannya, masa2x paceklik
ini datang seiring dengan pergerakan reformasi politik negeri ini. Selera para
Produser dan Programer TV dimanjakan dengan Sinetron, Infotainment hingga
Reality Show yang sedang marak di tanah barat. Sementara di Amerika (juga di
Eropa), pola penonton juga berubah total. Para penggila musik, publik pencinta
musik dan Video Klip dipuaskan lewat tontonan TV Musik 24 jam non-stop, lewat
VH1, MTV, BET (Black Entertainment), CMT (Country Music Television) hingga FUSE
(Saluran kabel yang memutar musik2x dijalur Indie). Stasiun TV teresterial
seperti NBC, CBS, ABC dan FOX tidak lagi memutar program2x Video Klip tapi
mereka justru fokus pada Drama dan Non-Drama format (Kuis,Variety Show,
Magazine, Night Talk Show dan Special Concert). Sementara Reality Show justru
mempunyai ruang yang lebih besar dengan hadirnya saluran Reality TV yang juga
siaran 24 jam setiap hari! Kalau sudah begini, Pemirsa menjadi "Raja" dan
"Penguasa" layar kaca. Pemirsa yang menentukan apa yang ingin ditonton bukan
stasiun televisi. Kalau pemirsanya "cinta mati" menonton program Video Klip
setiap hari, tinggal "nongkrong" depan saluran TV Musik, 24 jam. Kalau "ogah"
nonton program Video Klip tinggal pilih mau nonton Sport? klik ESPN. Atau mau
"cinta" masakan? nonton Food Channel. Atau suka berita politik? nonton CNN,CNBC
atau FOX News.

Tahun 2009!Hip-hip- hura-hura. ...
Saat ekonomi dunia terpuruk. Saat harga produksi Sinetron dianggap cukup mahal.
Saat pengiklan mulai bosan. Dan saat program Infotainment sudah mencapai 50
judul setiap minggunya. Program putar Video Klip menjadi alternatif terbaik dan
paling jitu. Para musisi "digital" menjadi hidup. Para produser "indie"
mendapatkan ruang kebebasan. Para klien "sponsor" senang dengan harga spot yang
pas di jam tayang berating tinggi. Para programmer TV sukses dan tidak perlu
pusing2x mengatur strategi dengan "Belt Programming" . Semua senang, semua
gembira. Anak2xpun hapal lirik lagu Nidji, Letto sampai vokalis Afghan. Jadi
pantaslah kalau AGB Nielsen memberi judul "2009 Tahunnya Hiburan".

Lalu bagaimana di tahun 2010? Ada sebuah teori "tidak tertulis dan tidak
diriset" dalam industri televisi kita yaitu Siklus 5 tahunan. Pola acara
televisi monoton akan bertahan maksimal 5 tahun, setelah itu pasar akan jenuh.
Lihat saja Kuis Famili 100 yang bertahan sampai 5 tahun, setelah itu penonton
bosan. Atau Sinetron Si Doel Anak Sekolahan, yang justru kurang populer setelah
memunculkan episode2x baru 5 tahun kemudian. Atau Extravaganza yang mengocok
perut kita selama 5 tahunan, habis itu terasa ada kejenuhan. Jadi prediksi di
2010, program hiburan ala Video Klip akan tetap merajai jam2x tayang disemua
stasiun televisi. Memang akan ada pergeseran sedikit pada minat penonton tapi
tidak akan menurunkan jam tayang. Apalagi, dengan struktur politik dan kebijakan
pemerintahan yang baru, kelihatannya akan ada "mata dan telinga" tajam memantau
siaran televisi berating tinggi khususnya untuk program2x Sinetron yang vulgar
dan program2x Infotainment yang kurang akurat. Disisi lain, penonton "toh"
tidak punya banyak pilihan lain, mereka terjebak pada pola siaran yang seragam
yang ditawarkan stasiun2x televisi. Jadi, kalaupun tidak suka menonton program
Video Klip maka dengan terpaksa harus tetap stay on the channel karena hampir
semua channel favorit memutar program yang sama. Kalau sudah begini, mari kita
bersiap-siap menyambut "2010 Tahunnya Hiburan lagi...".


Selamat Tahun Baru 2010
Naratama


      

Kirim email ke