Ysh. Teman-teman anggota milis lp3b

Bersama ini saya forward-kan satu tulisan tentang Teknologi Nano.
Selamat menyimak.

salam sejahtera dari
Nyoman bangsing

---------- Forwarded Message -----------
From: "Pekik Dendjatmiko" <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]
Sent: Mon, 14 Jul 2003 05:44:05 +0000
Subject: [50tahun-tf] (3 of 4) Nanoteknologi, Antara Impian dan Kenyataan...

PIKIRAN RAKYAT, Kamis 10-Juli-2003   Nanoteknologi, Antara Impian dan 
Kenyataan 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa negara-negara maju di dunia, seperti Amerika 
Serikat, Jepang, Australia, Kanada dan negara-negara Eropa, serta beberapa 
negara Asia, seperti Singapura, Cina, dan Korea tengah giat-giatnya 
mengembangkan suatu cabang baru teknologi yang populer disebut Nanoteknologi. 
Milyaran dollar dana mulai dikucurkan di negara-negara ini, di berbagai 
bidang penelitian. Semuanya berlomba-lomba menggunakan kata kunci 
Nanoteknologi. Sebenarnya apa itu nanoteknologi? Dan mengapakah begitu banyak 
peneliti di berbagai negara berlomba-lomba memasuki bidang yang satu ini? 
Seberapa luaskah ruang lingkupnya? Mengapakah baru beberapa tahun ini terjadi 
boom nanoteknologi? 

**

Sesuai dengan namanya, nanoteknologi adalah teknologi pada skala nanometer, 
atau sepersemilyar meter. Untuk dapat membayangkan dimensi nanometer, bisa 
kita ambil contoh dari tubuh kita sendiri. 

Sehelai rambut manusia kira-kira memiliki diameter 50 mikrometer. Satu 
mikrometer sendiri adalah seperseribu milimeter. Dan satu milimeter adalah 
ukuran satuan panjang terkecil pada penggaris tulis 30 cm yang biasa dipakai 
anak-anak sekolah. Dan satu nanometer adalah seperseribu mikrometer, atau 
kira-kira sama dengan diameter rambut kita yang telah dibelah 50.000 kali!! 

Sebagai perbandingan lain, ukuran sel darah merah kita adalah sekitar 20 
mikro meter, dan sel bakteri perut adalah 2 mikro meter. Protein memiliki 
ukuran beberapa puluh nanometer.

Dari sudut pandang ukuran atas ke bawah (top-down) seperti itu, nanoteknologi 
menjadi penting dalam dunia rekayasa karena manusia berusaha untuk 
mengintegrasikan suatu fungsi atau kerja dalam skala ukuran yang lebih kecil 
dan lebih kecil. Mengapa? Orang bilang, "small is beautiful (kecil itu 
indah)", tetapi, tentu saja mengintegrasikan suatu fungsi mesin atau perkakas 
dalam ukuran yang lebih kecil bukan hanya berarti memperindahnya tapi juga 
berarti memperkecil energi yang diperlukan per suatu fungsi kerja dan berarti 
pula mempercepat proses serta mempermurah biaya pekerjaan. 

Sebagai contoh yang mudah kita pahami adalah apa yang terjadi pada dunia 
komputer dan mikroprosesor. Pabrik-pabrik mikroprosesor seperti IBM, Intel 
dan Motorola terus berusaha mempertinggi tingkat integrasi mikroprosesornya. 

Sekira sepuluh sampai lima belas tahun yang lalu, jarak antar gate (gerbang) 
MOS (Semikonduktor oksida logam) adalah 0,75 m, dan level integrasinya pada 
5P 80386 hingga 80486 adalah sekira 100.000 sampai 1 juta transistor dalam 
satu chip. Tapi, pada Pentium IV, teknologi pemrosesan IC (rangkaian 
terintegrasi) yang dipakai telah berhasil memperkecil jarak antar gerbang 
menjadi hanya 0,125 m dan mencapai level integrasi hingga 100 juta transistor 
dalam satu keping chip. 

Jarak yang lebih kecil antar gerbang berarti makin kecilnya waktu yang 
diperlukan untuk perjalanan suatu elektron (artinya switching rate makin 
cepat) dan berarti pula makin kecilnya daya yang diperlukan prosesor 
tersebut. Lebih dari itu, makin banyak fungsi yang bisa diintegrasikan dalam 
prosesor tersebut, seperti built-in multimedia, pemrosesan suara, dan lain 
sebagainya. 

Selain itu, teknologi pemrosesan IC ini mulai digunakan pula untuk 
mengintegrasikan fungsi-fungsi mekanik dan elektrik untuk membuat mesin, 
sensor atau aktuator pada ukuran milli, mikro, hingga nanometer. Struktur 
mikro yang mengintegrasikan fungsi mekanik dan elektrik inilah yang biasa 
disebut Micro Electro Mechanical System (MEMS). Sebagai contoh teknologi MEMS 
memungkinkan pembuatan array sensor tekanan yang berukuran demikian kecil 
(Gambar 1) hingga dapat ditaruh di mana saja di suatu struktur bangunan atau 
mesin, misalnya.

Namun, apakah nanoteknologi hanya berkutat dengan rekayasa IC dan 
mikroelektronika yang kemudian diterapkan pula untuk mikromekanika? Jika 
hanya demikian apakah perlunya terminologi ini demikian digembar-gemborkan 
akhir-;akhir ini? 

Ternyata memang nanoteknologi yang kini tengah booming tidak hanya terkait 
dengan rekayasa konvensional top-down IC atau MEMS. Semuanya ini bermula dari 
pidato ilmiah pemenang Nobel, Richard Feynman tahun 1959, yang 
berjudul "There is plenty room at the bottom" (Ada banyak ruang di bawah), 
yang kini banyak dikutip para peminat nanoteknologi. 

Saat itu Feynman mengatakan, adalah mungkin (setidaknya saat itu masih dalam 
impian) untuk membuat suatu mesin dalam ukuran demikian kecil, yang kemudian 
dapat digunakan untuk memanipulasi material pada skala ukuran tersebut. 
Bahkan, saat itu Feynman menyatakan pula, seandainya seorang fisikawan 
dibekali "mesin" yang tepat untuk memanipulasi atom dan menaruhnya pada 
tempat yang sesuai, maka ia secara teoritis dapat membuat senyawa atau 
molekul apa saja, tentu saja yang stabil energinya (stabil = level energi 
minimum). 

Sistem seperti itu, sekalipun bukan pada level atom, setidaknya telah ada di 
alam, sebagaimana telah ditulis pula oleh K. Eric Drexler dalam landmark 
papernya tahun 1981, dan mengenalkan istilah molecular manufacturing 
(manufaktur molekular). 

Dalam karya tulisnya tersebut, Drexler memberikan beberapa contoh, betapa 
mesin-mesin berukuran nanometer telah ada di alam dan bagaimana mereka telah 
terlibat dalam penyusunan molekul dan informasi dalam sel makhluk hidup. 
Misalnya, ribosom yang menyusun asam amino satu demi satu berdasarkan 
informasi RNA, untuk memfabrikasi protein, kemudian sistem genetika (enzim-
enzim DNA polymerase, RNA polymerase, dll) yang menyimpan dan mengolah 
informasi genetik, flagella (semacam struktur 'rambut') pada bakteria sebagai 
motor penggerak, dan lain sebagainya.

Kemampuan untuk memanipulasi material pada skala nanometer adalah penting, 
sebab pada skala ukuran inilah material mulai membentuk sifat-sifat tertentu 
berdasarkan strukturnya. Pada level yang lebih kecil, level atomik (skala 
Angstrom), sifat yang dimiliki adalah sifat dasar atom itu sendiri. 

Ketika atom mulai bergandeng satu sama lain dan menyusun struktur molekular 
tertentu, sifatnya pun akan berbeda menurut struktur tersebut. Misalnya, atom 
Karbon (C), yang ketika tersusun dalam struktur tetrahedron tiga dimensi akan 
membentuk intan yang keras, tetapi ketika tersusun dalam struktur heksagonal 
dua dimensi dan membentuk lapisan-lapisan, maka yang kita dapati adalah 
grafit (bahan baku pensil) yang rapuh. 

Nanoteknologi manufaktur molekular diarahkan pada pengembangan metoda (misal 
berupa 'mesin' berukuran nanometer) yang dapat melakukan penyusunan atom atau 
molekul komponen tersebut secara teratur dan terkendali untuk membentuk 
struktur yang diinginkan. Model fabrikasi material bawah ke atas (bottom-up) 
yang berlawanan dengan teknologi top-down konvensional seperti ini akan 
memungkinan pengontrolan yang amat presisi sifat material yang terbentuk 
(misalnya bebas defek/cacat). 

Selain itu mengurangi timbulnya limbah saat fabrikasi karena hanya 
atom/molekul yang akan dipakai saja yang dimanipulasi (berbeda dengan metode 
atas-bawah yang kerap menimbulkan limbah akibat adanya material yang tak 
terpakai), dan tentu saja kemungkinan penghematan energi yang juga berarti 
penghematan biaya. Sistem fotosintesis pada tanaman misalnya adalah suatu 
contoh sistem manufaktur molekular dengan efisiensi energi yang tinggi. 

Masalahnya kemudian, bagaimanakah komponen atom atau molekul tersebut dapat 
disusun? Seperti juga pendekatan ribosom pada sel, Drexler mengusulkan 
dibuatnya "lengan-lengan" robot dan komponen mesin lainnya berukuran nano 
yang memungkinkan untuk melakukan proses-proses layaknya fabrikasi pada level 
makro: sortir material, konversi energi, penempatan material, dll. 

Metode ini disebut Mekanosintesis, melakukan sintesis kimia secara mekanis. 
Beberapa struktur mesin ukuran nano (yang dibentuk dari beberapa ribu hingga 
juta atom) telah berhasil disimulasi dengan komputer, yang berarti secara 
matematis dan fisis mungkin untuk dibuat. 

Sebagai contoh adalah dinding ruang berisi bahan material dan rotor pompa 
yang berfungsi memilih secara selektif atom Neon (Ne) untuk siap dipakai pada 
proses selanjutnya (Gambar 2). 

Masalah berikutnya, seandainya struktur seperti itu memang "mungkin" (baca: 
stabil secara termodinamis) untuk dibuat, bagaimanakah proses untuk membuat 
struktur-struktur awal yang akan digunakan sebagai mesin-mesin untuk 
fabrikasi nano berikutnya? Dan dari manakah energi penggerak mulanya?

Beberapa alternatif telah mulai diusulkan dicoba untuk mengatasi masalah 
pertama. Nadrian Seeman mencoba untuk membuat struktur-struktur dasar 
tersebut dari molekul DNA (asam deoksiribonukleat, senyawa dasar gen) dengan 
mengandalkan sifat swa-rakit (self-assembly) dari DNA, yaitu Adenin berikatan 
dengan Thymin dan Guanin berikatan dengan Cytosin. 

Dengan mensintesis DNA dengan deret tertentu, Seeman berhasil membuat bentuk-
bentuk dasar kubus dan devais nanomekanik DNA. Peneliti lain di NASA Ames 
Research Center mensimulasi penggunaan Tabung Nano Karbon (suatu struktur 
atom karbon berbentuk tabung berdimensi nanometer yang disintesis dengan 
prinsip swa-rakit dari karbon, menggunakan katalis logam tertentu) untuk 
membentuk gir dan poros mesin. Struktur gir atau poros bisa dibuat dari 
tabung nano karbon dengan reaksi kimia tertentu untuk "menempatkan" gugus 
molekul kimia berbentuk roda (misal benzena) di sekeliling tabung (Gambar 3). 

Cara lain untuk menyusun komponen atom atau molekul pada tahap awal ini 
adalah dengan menggunakan instrumen nanoteknologi, seperti Mikroskop Gaya 
Atom (Atomic Force Microscope, AFM), dan Mikroskop Pemindaian Terobosan 
Elektron (Scanning Tunneling Microscope, STM). Prinsip dasar kedua mikroskop 
tersebut adalah seperti menggerakkan "tangan peraba" dalam koordinat x-y, 
sambil mempertahankan jarak (koordinat z) antara "tangan peraba" dengan 
sampel yang dipelajari (Gambar 4). 

Disebut "tangan peraba" karena memang mikroskop-mikroskop ini tidak lagi 
memakai cahaya sebagai alat pencitraan akibat keterbatasan cahaya pada skala 
nanometer (adanya efek difraksi cahaya). AFM mendeteksi gaya non kovalen (non 
ikatan kimia, seperti gaya elektrostatik dan gaya Van der Waals) antara 
sampel dengan "tangan peraba", sedangkan STM mendeteksi terobosan elektron 
dari "tangan peraba" yang menembus sampel dan diterima suatu detektor di 
bawah sampel. 

Mula-mula memang instrumen-instrumen ini terbatas hanya digunakan untuk 
keperluan karakterisasi atau 'pencitraan' sampel. Tapi, belakangan ini, mulai 
pula digunakan untuk memanipulasi molekul dan atom. Dengan mengubah besar 
arus terobosan pada STM misalnya, kita bisa mengambil atom O dan 
mereaksikannya dengan molekul CO untuk membentuk molekul CO2 dan semuanya ini 
dilakukan dengan presisi molekul tunggal. Pada reaksi kimia biasa, diperlukan 
cukup banyak komponen molekul yang bereaksi untuk memungkinkan, secara 
statistik, terjadinya "tumbukan" antar molekul tersebut.

Berkenaan dengan masalah suplai energi struktur mesin pada skala nano, Prof. 
Montemagno di University of California at Los Angeles telah berhasil mencoba 
menggunakan bio-nanomotor alami F1-ATPase untuk menggerakkan propeler yang 
dibuat dengan teknologi MEMS. Bernard Yurke di Bell Labs. menggunakan DNA 
untuk mencoba membuat nano-motor. 

Alternatif lain yang mungkin adalah mengkombinasikan nanoteknologi atas-bawah 
MEMS dengan nanoteknologi bawah-atas. Motor elektrik dan pembangkit energi 
(misal baterai lapisan tipis) pada skala mikrometer dengan teknologi MEMS 
telah banyak dilaporkan. Berikutnya tinggal mentransmisikan gerak dari motor 
tersebut ke struktur "lengan" robot pada skala yang lebih kecil - nanometer.

Impian nanoteknologi untuk dapat memanipulasi bahan dengan tingkat 
fleksibilitas sama dengan yang telah dicapai manusia dalam memanipulasi data 
dengan teknologi informasi, mungkin masih terasa jauh dan masih banyak 
pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Namun, dalam perkembangannya yang masih 
muda saat ini pun, nanoteknologi telah memberikan warna baru dalam bidang-
bidang lain. 

Penerapan nanoteknologi dalam bioteknologi analitis misalnya memungkinkan 
metode-metode baru yang jauh lebih sensitif dan stabil dibandingkan metode 
konvensional. Perkembangan MEMS, yang sekalipun berangkat dari teknologi 
konvensional IC, masih berlangsung demikian pesat, dengan adanya aplikasi-
aplikasi baru dalam optik (muncul MOEMS - Micro Optical Electro Mechanical 
System), dalam sistem sensor terintegrasi nir-kawat, dan juga dalam aplikasi 
RF (Radio Frequency)-MEMS.

Pada pengembangan nanoteknologi inilah demikian terasa, betapa latar belakang 
ilmu dan teknologi yang multi disiplin sangat diperlukan: matematika untuk 
pemodelan, fisika untuk pemahaman fenomena-fenomena gaya dan energi, kimia 
(anorganik maupun organik) untuk pemahaman sifat material, serta biologi 
untuk pembelajaran sistem-sistem rekayasa pada makhluk hidup. 

Selain itu kreativitas dan daya kreasi yang tinggi sangat diperlukan untuk 
menemukan terobosan teknik dan metoda baru, serta aplikasi yang cocok. Tentu 
saja keluhuran moral dan agama tetap diperlukan agar penerapan teknologi ini 
tidak malah merugikan keberlangsungan hidup ummat manusia. 

Dedy H.B. Wicaksono

Alumnus Teknik Fisika ITB, kandidat doktor bidang Biomimetic Sensor di Dept. 
Microelectronics, Technische Universiteit Delft, Belanda.

SUMBER: http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0703/10/cakrawala/lainnya01.htm
-----------------------------------------------------------------------
MSN 8 with e-mail virus protection service:  2 months FREE* 
   
  Yahoo! Groups Sponsor    
   
  ADVERTISEMENT
       
      
  To unsubscribe from this group, send an email to:
 [EMAIL PROTECTED]
 
  
 
 Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service.
------- End of Forwarded Message -------


===================================
 Nyoman Bangsing
 Engineering Physics Department
 Bandung Institute of Technology
 Ganesha 10. Bandung
 Indonesia
 Phone/fax : +62-22-2504424/2504424
 e.-mail   : [EMAIL PROTECTED]
===================================



--  
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Berlangganan  : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>
Henti Langgan : <mailto: [EMAIL PROTECTED]>

Kirim email ke