Yth. Pak Popo, Ibu Widi ( kalau Ibu pasti cantik) dan rekan-rekan yang lain.

     Saya yang sementara ini hanya Mandor Bangunan di Karawang, yang sejak kenal Pak Wis diajari ngirim dan nerima Email, jadi ikut-ikutan sok tahu budaya. Apa yang saya sampaikan hanya ingatan waktu saya masih kecil, waktu masih ngayah di Pemda Buleleng, terutama tentang pelabuhan Buleleng dan sekitarnya.

      Saya masih ingat ditempat Tugu Yuda Mandala sekarang, dahulu ada teras setengah lingkaran ( seperti sepatu kuda ), tempatnya Encik-encik  nongkrong dan ngobrol pakai bahasa leluhurnya ( China ). Bangunan disebelah selatan, yang pernah jadi Kantor KPM, kemudian Pelni, bahkan Kafe, masih seperti itu. Begitu juga dengan gudang-gudang disebelahnya. Yang menarik disitu adalah adanya JEMBATAN KAYU. Kapal-kapal berlabuh ditengah dan skoci atau tongkang mengangkut penumpang, ternak atau barang dari jembatan kayu itu. Jembatan kayu itu juga dipakai tempat mancing penduduk lokal. Jembatan itu, sekarang tinggal sejarah. Pernah ada ide Pemda Buleleng untuk membangun kembali jembatan itu, tapi entah apa, ide itu tinggal ide. Daerah sekitar pelabuhan Buleleng disebut Kampung Tinggi, yang kalau hujan sering banjir. Kalau Kampung Tinggi saja kebanjiran, bagaimana dengan Kampung Rendah? Yang menarik pula bangunan di Jalan Erlangga, arsitekturnya bernuansa China. Saya kebetulan pernah mimpi ke Singapura, Hongkong dan China. Waktu disana, saya lihat bentuk seperti itu. Dijaman Bali dibawah Pak Sukarmen sebagai Gubenrur dan Buleleng dibawah Pak Hartawan Mataram sebagai Bupati, ada program yang namanya : Bali Indah. Jalan-jalan dikota diperlebar, dan bangunan toko harus diremodeling, dengan gambar yang dibuat oleh PU dan SERAGAM. Apakah kebijakan wajah toko ini seragam merupakan TEROBOSAN atau KEKELIRUAN saya tidak paham. Nenek saya bilang kalau apa saja yang monotone dan seragam adalah membosankan. Keaneka ragaman selalu menarik, Variety is spice of life, kata nenek saya yang buta huruf. Tapi kaya tapel, bangunan style China itu hanya pakai topeng gambarnya PU tapi dibelakangnya masih ada bentuk aslinya.

      Pelabuhan Buleleng, pernah menjadi pintu gerbang kepariwisataan Bali. Kapal-kapal berlabuh di Buleleng. Tante saya berangkat ke Surabaya dengan kapal laut diantar oleh penduduk sekampung. Kalau apa yang dimiliki Pemkab. Buleleng ini BISA DILESTARIKAN, saya yakin akan bisa menjadi daya tarik wisatawan, terutama wisatawan dari negeri Londo. Karena wong Lono ada ikatan sentimen historis. Yang menarik pula adalah adanya simbol keharmonisan, toleransi. Disitu ada konco ( puranya China ), ada mesjid dan pura. Ada jembatan lengkung kuno berdampingan dengan jembatan beton dan baja modern. Kalau semua ini, DIPROMOSIKAN dengan baik, turis-turis akan banyak yang datang. Menurut saya, tidak usah kita phobia dengan China, atau Londo sebagai penjajah. Orang tidak bisa menghapus sejarah, justru orang harus banyak menarik pelajaran dari sejarah.

     Dikota Richmond, Visrginia, USA, tentara Selatan dan Union, yang tercatat dalam sejarah perang saudara AS, kedua jendral baik yang kalah maupun menang, patungnya menghiasi kota tersebut. Hanya kecendrungan pemimpin kita, ingin mematri namanya dengan tidak menghargai nilai sejarah dan tidak berminat melanjutkan apa yang telah dibangun oleh pemimpin sebelumnya. Ketut Tantri dalam bukunya “Revolt in Paradise” mengatakan “HISTORY REPEATS ITSELF” sedangkan disuatu musium di AS saya pernah menbaca : HISTORY WILL  NEVER BE THE SAME.

    Semoga program Cultural Heritage Conservation ini akan menyadarkan kita kepada perlunya melestarikan nilai budaya kita sehingga jerih payah Bapak dan Ibu tidak sia-sia.

Sesonggan China mengatakan : nothing pain, nothing gain. Nothing venture nothing have.

I keep my fingers crossed for  you all.

Asapunika titiang matur. Yen wenten keiwangan titiang, titiang nunas geng sinampura. As an  old saying goes “ TO ERR IS HUMAN “.

Titiang kawule duwene,

Nyoman Suwela



popodanes <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Dear All,
 
Tanpa kita sadari, saat ini sudah terbentuk beberapa kantong potensial yang mau mikirin nasib Kabupaten terbesar di Bali, yang akhir ini banyak diguncang berbagai isu, mulai politik, pembangunan, pembangkangan, dan pembengkungan.
 
Kami yang suka berkumpul di Denpasar dengan topik Cultural Heritage Conservation ada rencana membuat pertemuannya di Singaraja. Rencananya pada hari Jumat siang, 25 Juli 2003. Ini juga sesuai dengan permintaan pak Gde Wisnaya dulu yang minta mbok sekali-sekali ketemuan di Buleleng.
 
Tadi pagi saya sempat telponan dengan kelian PHRI, pak Ketut Englan ( bukan bermaksud Banyuatis sentris ), beliau tawarkan untuk bertemu di Bali Taman Hotel saja sekitar jam 13.00 wita. Sebelum dan sesudahnya teman-teman dari Denpasar bisa melihat-lihat ke pelabuhan dan sebagainya.
 
Sementara pimpro proyek CHC di Buleleng pak Pande Sudarta sudah confirm untuk hadir, besok akan saya coba lagi kontak ketua Bappeda pak Puspaka untuk hadir juga, demikian juga pejabat tersangket lainnya akan kita coba jajagi.
 
Nah, begitu rencananya, besok akan saya follow-up lagi melalui telpon dan sms, supaya besok malam sudah bisa confirm.
 
Wantah asapunika dumun, pamit,
 
Popo
 


Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software

Kirim email ke