Berarti secara tidak langsung Mbak Asana menuduh saya militant
Hindu..wah sampai sejauh ini tuduhannya...apalagi disamakan dengan
Taliban..gawat benar...

Saya sangat sering mengutip Veda bukan berarti saya militant, tapi
karena saya penganut Veda...dan selama ini saya bicara tentang fakta,
dan tidak pernah ada benci atau dendam di kata-kata saya..saya juga
mengasihi Mbak Asana dan yang lain-lain..jadi mohon salah persepsi ini
diluruskan...seolah-olah Mbak Asana yang paling Alim dan paling baik
disini...dan saya yang paling militant begitu maksudnya? 

 

 

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf
Of Asana Viebeke Lengkong
Sent: Friday, October 19, 2007 12:30 PM
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Re: Balasan: Eksistesialisme

 

Senang sekali lo baca tulisan dari P Made Wiryana sangat mencerahkan
dengan arahan cara berpikir yang bisa menjadi 'essence' (makna).

 

Kalau P Ngurah .... agak sedikit 'pro' Taliban dengan memakai aliran
'hindu' (namanya pa ya? fanatism mungkin) hehehehe... menjurus ke buat
orang pengen berantem.... tidak bisa menjadi arahan berpikir 'what's
next' dan tidak ada dasar untuk dapat di uji, tapi lebih mengandung
perasaan dendam dengan menggunakan pengetahuan sejarah Veda.  Saya minta
maaf secara tulus tapi ini juga pendapat saya secara terbuka, karena
saya menganut azas 'keseimbangan' jadi saya berpikir suara militant pun
harus kita dengar.... tidak mengurangi rasa hormat kepada P Ngurah, ini
pendapat terbuka sekali ya dan tentunya saya tetap mengasihi P Ngurah
sebagai manusia... sama dengan saya (kalau mau marah dengan saya di
Japri aja ya, saya terima sekali marah nya P Ngurah).

 

Untuk Mas Tjahjo,

 

Banyak yang menarik kalau kita punya waktu untuk membaca, people pada
dasarnya 'incredible' thinkers termasuk yang atheis ya.  Kabar saya baik
saja, seminggu ini agak 'crowded' menyerahkan modal kerja koperasi
(dalam bentuk micro-finance/loan)di Br. Kiadan, Plaga, Badung Utara;
luar biasa sekali masyarakat disana bagaimana 'determination' mereka
untuk membentuk koperasi pertanian utuk meningkatkan qualitas hidup
mereka.  Lalu kemarin ke Butiyang share sepatu sekolah untuk 75 anak SD
disana sekalian rembug tentang mekanisme micro finance ternak sapi
sebagai salah satu upaya 'income generating' juga; sekalian evaluasi
tentang jalan setapak yang sudah jadi; dan bicara soal kebutuhan
'cubang'.  Sempat juga interaktif di RRI Buleleng dengan P Wis; yang
isinya orang komplen tentang kinerja pemerintah; saya berpendapat bahwa
sekarang sudah bukan waktunya lagi kita menyerang/melawan pemerintah
tetapi sebaliknya kita cari jalan untuk bermitra dan kalau memang kita
mau masuk kedalam sistem ya buat partai saja seperti di Aceh buah partai
Lokal untuk mengimbangi 'kekuasaan' partai besar di pusat hehehe tapi
saya bukan orang politik.... hanya melihat dari fokus interhuman
relation....

 

Salam,

 

vieb

        ----- Original Message ----- 

        From: made wiryana <mailto:[EMAIL PROTECTED]>  

        To: bali@lp3b.or.id 

        Sent: Friday, October 19, 2007 10:54 AM

        Subject: [bali] Balasan: Eksistesialisme

         

        Terima KAsih atas tanggapan Pak Ngurah,

        Saya hanya lebih menfokuskan pada eksitensi manusia.

        Dan saya juga tidak meragukan keberadaan Tuhan/Ida Sang Hyang
Widhi Wasa.

        Malah dengan menyadari akan eksistensi manusia yang diberikan
Hyang Widhi pada kita, saya merasa yakin saya harus berjuang dengan
eksistensi saya untuk menuju kearahNya. Dan saya bersyukur dalam agama
kita /kitab suci kita tidak ada doktrin untuk melenyapkan penganut lain
(setahu saya) kecuali Adharma, barangkali karena agama hindu yang kita
percaya sebagai agama tertua saat diwahyukan belum terpengaruh/bias
karena belum ada agama lain saat itu. Namun marilah jangan diperpanjang
diskusi tentang agama dalam milis ini (nanti dimarahin pak moderator).

        Kita fokus pada eksistensi manusia.

        Dengan menyadari eksistensi, semoga kita menggunakan eksitensi
itu untuk menuju jalan pencerahan umat manusia yang heterogen dengan
menebar kasih dan kedamaian, bukan memanfaatkan eksistensi yang dimiliki
untuk menebar pertentangan dan teror.

        Damai di hati, di dunia dan damai selalu

         

        Salam
        
        "Ambara, Gede Ngurah (KPC)" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

                Meng-generalisasi semua agama demikian sebenarnya kurang
tepat..

                Dalam sejarah agama-agama dari satu rumpun (Abrahamik:
Semitik: Yahudi, Kristen, Islam) mungkin pertentangan ini memang sering
terjadi 

                Tapi dalam sejarah agama-agama Timur yang telah ada
ribuan tahun sebelum Agama Semitik muncul : para penganut Veda, ataupun
yang tidak setuju (menentang Veda) : seperti Buddha, Jain, termasuk
Kongfucu, Tao, dsb, pertentangan sampai berdarah-darah ini tidak pernah
terjadi...

                Buddha sebagai pembaharu Hindu, dimana Buddha menolak
Veda,  tidak dianggap musuh oleh umat Hindu, dalam kitab Hindu malah
disebutkan Buddha adalah salah satu dari Avatara, yaitu Avatara ke-9
(Setelah Rama dan Krisnha)...

                 

                Sangat menyedihkan sekali melihat patung-patung Buddha
yang besar-besar (raksasa), yang merupakan warisan sejarah dunia, di-bom
oleh Kelompok Taliban....

                Padahal para pengikut Buddha adalah cinta damai, dan
tidak pernah berinteraksi dengan kelompok Taliban....

                Agama-agama Timur lebih introspeksi ke-dalam melalui
yoga dan meditasi...

                 

                Sebenarnya agama-agama Semitik (Kristen, Islam, Yahudi)
punya juga aliran yang lebih menyempurnakan manusia ke-dalam batin dan
bukan ekspansif dan external ..

                Misalnya para penekun Tasawuf dan Sufi dari kalangan
Islam, dan juga ordo-ordo meditative gereja tertentu yang lebih mencari
pencerahan ke-dalam jiwa....

                Cuma masalahnya yang sekarang lebih menonjol adalah
aspek-aspek External, expansif dan kekerasannya..mungkin karena
mass-media yang tidak seimbang, selalu menampilkan hal-hal yang
buruk/kekerasan, dan jarang sekali meliput hal-hal tentang kebaikan,
kedamaian, kasih sayang dsb...

                 

                Saya tidak melihat Atheistik, agnotisme dll, sebagai
jawaban/alternatif atas, kekisruhan antar umat beragama dewasa ini, di
setiap agama ada ajaran untuk proses kontemplatif, meditative, melihat
kedalam batin, ke pencerahan jiwa, dan bukan hanya sekedar aksi
kekuatan, pamer, expansif, yang lebih bersifat external...

                 

                -----Original Message-----
                From: [EMAIL PROTECTED]
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of made wiryana
                Sent: Friday, October 19, 2007 8:44 AM
                To: bali@lp3b.or.id
                Subject: [bali] Eksistesialisme

                 

                Diskusi seperti ini sangat bagus jika dimunculkan.

                Diperlukan toleransi dan kejujuran intelektual tanpa
bias oleh

                fanatisme sempit tentang agama tertentu.

                 

                Ternyata filsafat eksistensialisme memang benar adanya.

                Sangat lama saya berpikir hal yang sama seperti ditulis
mbak vieb.

                Pikiran ini timbul dengan adanya pertanyaan dalam diri
saya

                 

                1. Jika Tuhan maha segalanya, mengapa tidak dengan
ke-maha-annya menyatukan manusia untuk tidak saling menyakiti?

                2. Jika yang disebut Tuhan segala agama sama, mengapa
dalam akidahnya sering bertentangan agama satu dengan yang lainnya?

                3. Jika akidah diturunkan Tuhan mengapa sejarah sering
mempengaruhi akidah?

                 

                Begitulalah pertanyaan yang sering timbul dalam benak
saya.

                Akhirnya saya menemukan (menurut saya) dalam filsafat
eksistensialisme, ternyata manusia memiliki "eksistensi" dalam dirinya
yang mandiri dan tidak dipengaruhi oleh apapun selain apa yang ada dalam
benaknya.

                 

                Jika benaknya menginginkan sesuatu dan tekad bulat untuk
mencapai sesuatu tentu dengan segala cara dijalankan untuk mencapai
sesuatu itu.

                 

                Jika dibenaknya menginginkan kedamaian dan tidak saling
menyakiti, orang atheispun yang mungkin tidak kenal agama akan berbuat
kebajikan bahkan melebihi orang yang beragama. Begitu sebaliknya jika
dibenak orang ingin menguasai sesuatu untuk dirinya/kelompoknya, akidah
apapun akan diinjak-injak bahkan dicari pembenarannya dalam agamanya
untuk mencapai sesuatu itu.

                 

                Jadi Eksistensi pikiran manusialah yang menentukan apa
yang terjadi dalam kehidupannya. Ingat perang dan saling menyakiti telah
terjadi sejak manusia diciptakan, kemudian mengenal agama, sampai saat
ini.

                 

                Yang diperlukan saat ini adalah eksistensi pikiran
manusia yang saling mengasihi, apa yang ada dalam dirimu adalah sbagian
dari diriku, begitupun apa yang ada dalam diriku sebagian adalah milikmu
(kamu adalah aku, aku adalah kamu) lupakan akidah-akidah aku adalah aku
kamu adalah kamu, kamu dan aku berbeda.

                Smoga pencerahan akan datang dari segala penjuru dan
menyinari semua mahluk di dunia ini.

                 

                Salam

                Wiryana

                 

                  

                
________________________________


                Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di
bidang Anda di Yahoo! Answers
<http://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http:/id.answers.yahoo.com/>


         

        
________________________________


        Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia
<http://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http:/id.yahoo.com/>  yang
baru!

Kirim email ke