P Artika,

Dimana di jual? Di Gramedia?



-----Original Message-----
From: bali-bou...@lp3b.or.id [mailto:bali-bou...@lp3b.or.id] On Behalf Of wayan 
artika
Sent: 10 Oktober 2009 19:17
To: bali@lp3b.or.id
Subject: [bali] Re: HEBAT YA ANAK MANTAN OTORITER BISA BICARA NKRI

telah terbit novel ke-2 I Wayan Artika, berjudul Rumah Kepompong, Mohon 
perhatian. Novel ini mengangkat persoalan gay saat ini. 
Mohon tanggapannya.

Salam
Artika

--- On Thu, 10/8/09, abdul haris <blue5_ha...@yahoo.com> wrote:

> From: abdul haris <blue5_ha...@yahoo.com>
> Subject: [bali] Re: HEBAT YA ANAK MANTAN OTORITER BISA BICARA NKRI
> To: bali@lp3b.or.id
> Date: Thursday, October 8, 2009, 9:21 PM
> Ingat,
> yang nulis ini adalah pembunuh hakim agung, koruptor, maling
> kelas kakap dan biang keroknya orde baru.... 
> 
> --- On Tue, 10/6/09, Asana Viebeke Lengkong
> <asan...@indo.net.id> wrote:
> 
> From: Asana Viebeke Lengkong <asan...@indo.net.id>
> Subject: [bali] HEBAT YA ANAK MANTAN OTORITER BISA BICARA
> NKRI
> To: bali-b...@yahoogroups.com, bali@lp3b.or.id
> Date: Tuesday, October 6, 2009, 11:07 PM
> 
> 
> 
> 
>  
>  
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> Koran
> JAKARTA, 26
> September 2009 
> 
>   
> 
> NKRI
> TERANCAM BUBAR,
> PERLU DISIKAPI SEGERA 
> 
> Oleh: HUTOMO
> MANDALA
> PUTRA (*) 
> 
>   
> 
> Perjalanan bangsa
> telah sepakat memilih sebagai negara demokrasi, namun dalam
> prakteknya,
> demokrasi menjadi ajang yang menyengsarakan rakyat.
> Demokrasi baru slogan
> semata. Sementara itu, bangsa menghadapi permasalahan
> serius, diantaranya:
> Kesemrawutan Sistem Ketatanegaraan, Ancaman disintegrasi
> negara,
> Rekolonialisasi Ekonomi, Kesenjangan pertukaran barang dan
> jasa, Kelemahan jiwa
> wirausaha dan krisis kepercayaan diri, Kelemahan
> kelembagaan politik, sosial,
> hukum, dan kerusakan moral sebagian elit bangsa, serta
> ketergantungan asing,
> Tidak tanggap dalam menyikapi globalisasi dengan segala
> aspeknya. 
> 
>   
> 
> Globalisasi sudah
> terjadi sejak jaman Hindu masuk ke Indonesia, dimana
> Nusantara merupakan
> sekumpulan Kerajaan yang berdiri sendiri-sendiri. Lalu
> disusul masuknya para
> Wali yang sambil berdagang menyebarkan ajaran Islam, 
> disusul dengan jaman
> kolonial dimana perusahaan dagang Belanda, yaitu VOC
> menguasai Nusantara dan
> mengontrol perdagangan rempah-rempah, kopi, teh, kelapa
> sawit, coklat, gula,
> dll komoditi yang ada di bumi Nusantara.  Makanya
> masih bisa kita lihat
> berbagai peninggalan jaman Belanda berupa perkebunan
> dimana-mana, yang sekarang
> menjadi BUMN yang disebut PTPN (PT Perkebunan Negara).
>  
> 
>   
> 
> Dengan keterpurukan
> Indonesia saat ini, serta persoalan yang multidimensi tanpa
> penyelesaian,
> banyak yang mengkhawatirkan thesis Huntington tentang
> perpecahan bisa terjadi
> di Indonesia. Saya percaya Indonesia dengan
> Pancasilanya memiliki
> kedewasaan berbangsa yang tinggi. Memorandum Helsinki
> merupakan salah satu
> bukti nyata bagaimana persoalan Aceh diselesaikan melalui
> suatu model
> kompromistis dalam kerangka globalisasi, namun kurang
> menguntungkan bagi
> keutuhan NKRI. 
> 
>   
> 
> Nama Nanggroe
> berarti Negara. Maka NAD ”defacto” merdeka secara
> ekonomi namun
> secara politik tetap masih mengakui Republik Indonesia
> sebagai kedaulatan
> negara. Jelasnya semacam “franchise bendera Indonesia”.
> Sebuah
> bentuk baru nasionalisme di era milenium. Kalau kita
> cermati isi perjanjian
> Helsinki, provinsi NAD boleh memiliki bank sentral sendiri
> artinya boleh
> mencetak matauang sendiri, boleh melakukan perdagangan
> antar negara serta
> transaksi keuangan atau pinjaman (loan) dengan negara lain
> secara mandiri,
> boleh mendirikan partai lokal, berhak atas aset sebesar
> 70%, sementara 30%
> adalah hak pemerintah pusat (Republik Indonesia). Dari sisi
> globalisasi,
> kompromi ini bisa dilihat sebagai model yang paling
> efisien. Bagi hasil aset
> 30% untuk Pemerintah Pusat boleh dianggap sebagai biaya
> franchising bendera
> Indonesia, sehingga provinsi NAD tetap mengakui “merah
> putih”
> ketimbang harus mengeluarkan ongkos mendirikan keduataan
> besar atau konsulat di
> setiap negara dan membangun militer sendiri yang biayanya
> tidak sedikit. Maka,
> 30% adalah biaya pinjam bendera. Demikianlah dari kacamata
> globalisasi yang
> disandarkan pada ekonomi.  
> 
>   
> 
> Dialog saya dengan
> Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi, menyimpulkan bahwa kalau
> sampai terjadi
> perpecahan di Indonesia, maka biayanya amat besar. Anda
> ingat satu Bosnia yang
> pengungsinya hanya belasan ribu orang sudah menjadi beban
> dunia. Kalau
> Indonesia terpecah belah maka jutaan orang akan menjadi
> pengungsi dan akan
> menjadi beban dunia yang sangat berat. Ini tentu tidak
> diinginkan oleh warga
> dunia. Kita tahu bahwa suku-suku bangsa di Indonesia sudah
> tersebar diseluruh penjuru
> tanah air dengan identitas bangsa Indonesia tidak peduli
> dimanapun dia berada.
> Kalau sampai terjadi perpecahan, maka sukubangsa yang sudah
> menetap tidak
> daerah asalnya akan dikejar-kejar dan dibunuhi oleh suku
> asli seperti yang
> terjadi di Bosnia. Padahal sejak Sumpah Pemuda 1928
> dikumandangkan, suku-suku
> bangsa di Indonesia sudah banyak melakukan kawin campur
> antar suku tanpa ada
> sutu masalah karena mereka percaya dan meyakini diri mereka
> sebagai bangsa
> Indonesia. Bahkan juga kawin antar agama, bukan hanya antar
> suku. Konsep
> Indonesia semacam itu indah sekali. Maka secara geo
> politik, tidak mungkin
> Indonesia dihancurkan atau dipecah-belah dengan dalih
> apapun karena dunia akan
> ikut menanggung akibatnya.  
> 
>   
> 
> Maka, solusi
> kompromistis seperti NAD akan memberikan inspirasi kepada
> daerah-daerah lain.
> Ini adalah tantangan untuk pemerintah pusat apaibila tetap
> tidak melakukan
> perubahan yang bisa mensejahterakan rakyat serta
> mengarahkan proses otonomi
> daerah yang secara konvergen dan konsisten menuju suatu
> bingkai baru
> ”Smart Indonesia Incorporated”.   
> 
>   
> 
> Sering
> dinyatakan bahwa Indonesia amat didikte oleh asing.
> Globalisasi memang yidak bisa lepas dari
> proses dikte-mendikte antar negara. Indonesia tidak
> terkecuali. Sesungguhnya
> semua negara saling ”mengintervensi”, Amerika sendiri
> saat ini
> kewalahan menghadapi Cina yang mampu menawarkan harga
> produk yang jauh lebih
> murah. Di kita sendiri, bukankah Outlet Factory disejumlah
> kota tak terkecuali
> di Bandung, saat ini justru didominasi produk dari Taiwan,
> RRC dan juga
> Thailand, sama sekali bukan produksi industri setempat.
>  
> 
>   
> 
> Soal ”dikte-mendikte”
> di tingkat global, itu tergantung kemauan kita sebagai
> bangsa. Lihat saja Cina
> yang boleh dibilang ”suka-suka”, ”maunya sendiri”.
> Kita
> ini yang tidak jelas maunya apa sebagai bangsa. Dalam hal
> kedaulatan negara
> terlebih dibidang ekonomi, tidak seharusnya Indonesia
> sampai  didikte
> seperti yang terjadi dewasa ini,  karena Indonesia
> kaya raya. Sumberdaya
> alam dan mineral kita yang berlimpah itu seharusnya
> dikelola dengan orientasi
> untuk kepentingan rakyat banyak.  
> 
>   
> 
> Jadi kalau dengan
> kekayaan alam yang melimpah serta rakyat yang demikian
> tangguh, tapi
> nyatanya  Indonesia masih didikte, itu berarti
> yang  salah kita
> sendiri. Hal ini tergantung dari kesadaran masyarakat dan
> pemerintah tentang
> aset-aset yang dimiliki, seperti dikatakan oleh 
> Hernando de Soto.
> Kesadaran itulah yang bisa memulai proses transformatif
> untuk mengubah
> aset-aset itu menjadi modal produktif yang bisa
> menggerakkan lokomotif
> perekonomian.  Disinilah pentingnya kesadaran publik,
> bahwa dalam diri
> kita sebagai bangsa  ada yang salah. Dan mestinya
> setelah diketahui dimana
> letak kesalahan tersebut, tidak perlu ada resistensi dalam
> menyatukan segenap
> kekuatan untuk menata kembali, agar kita segera bangkit
> dari keterpurukan,
> untuk segera mengejar  ketertinggalan yang sudah
> terlanjur terjadi. 
> 
>   
> 
> Dengan pemahaman
> tersebut, maka yang perlu dijadikan prinsip atau landasan
> untuk memaknai
> nasionalisme baru Indonesia. Bukan lagi nasionalisme karena
> bangsa merasa
> senasib bekas dijajah Belanda, namun nasionalisme harus
> ditata ulang, dimaknai
> ulang, yakni apa manfaat keberadaan negara bagi nasib orang
> per orang secara
> nyata. Kata kuncinya adalah menjamin kesetaraan di bidang
> ekonomi, politik,
> sosial kultural, keamanan baik individu maupun kelompok
> tanpa pandang latar belakang
> primordialnya. Kesemuanya itu harus dibingkai oleh platform
> Indonesia
> Incorporated. Platform ini yang menjadi pengikat
> persatuan dan kesatuan
> nasional dalam arti baru yang relevan dengan jamannya, dan
> yang terpenting
> adalah bagaimana memanfaatkan peluang-peluang jaman baru
> untuk kesejahteraan
> rakyat secara keseluruhan.  
> 
>   
> 
> Demikianlah secuil
> dari rasa keprihatinan saya sebagai warga bangsa, yang
> mendorong saya untuk
> memutuskan terjun dalam politik melalui pencalonan Ketua
> Umum Partai Golkar
> dalam MUNAS mendatang. Partai Golkar saya bawa untuk
> mempelopori pembenahan
> Indonesia secara fundamental sehingga kokoh menghadapi
> badai globalisasi yang
> tidak bisa dielakkan. Semoga Tuhan meridhoi.
> Amiin. 
> 
>   
> 
> (*) Calon Ketua Umum
> Partai Golkar pada Munas 4-8 Oktober 2009 
> 
> 
>   
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> 
> 
>       


      

--  
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: bali-moderat...@lp3b.or.id>
Berlangganan  : <mailto: bali-subscr...@lp3b.or.id>
Henti Langgan : <mailto: bali-unsubscr...@lp3b.or.id>



--
Milis Diskusi Anggota LP3B Bali Indonesia.

Publikasi     : http://www.lp3b.or.id
Arsip         : http://bali.lp3b.or.id
Moderators    : <mailto: bali-moderat...@lp3b.or.id>
Berlangganan  : <mailto: bali-subscr...@lp3b.or.id>
Henti Langgan : <mailto: bali-unsubscr...@lp3b.or.id>

Kirim email ke