Hallo Pak Gde!
walupun hanya bahasa dibalik balik, bagi saya yang akurat adalah Century Bank ! 
saya khawatir Pemerintah dan DPR yang senantiasa kooperatif jadi malah 
terjebak "Bank Century"  ..... 
Saya masih sulit mengatakan Indonesia bakal punya real Co-operative Bank.
Salam, Tjahjokartiko

http://ap2i.blogspot.com/

--- On Thu, 12/3/09, Gde Wisnaya Wisna <gdewisn...@gmail.com> wrote:

From: Gde Wisnaya Wisna <gdewisn...@gmail.com>
Subject: [bali] Angket Century dan Bangsa Jin
To: bali@lp3b.or.id
Date: Thursday, December 3, 2009, 3:58 AM

Angket Century dan Bangsa Jin

Kamis, 3 Desember 2009 | 02:55 WIB

Indra J Piliang 

Di harian Kompas (2/11/2009) saya kemukakan, diperlukan 67 kali gempa bumi 
berkekuatan 7,6 skala Richter di Sumatera Barat agar dana Rp 6,7 triliun keluar 
dari rekening pemerintah.


Pemerintah hanya menyiapkan dana tanggap darurat Rp 100 miliar. Jika dipikirkan 
dampak sistemik dari gempa itu, bukan hanya ekonom yang sepakat atas kerusakan 
ekonomi, tetapi juga budayawan, terkait artefak-artefak kebudayaan.


Sementara ”nasabah” negara (baca: warga negara) yang terkena dampak gempa 
mencapai 1,5 juta lebih. Yang terkena, selain sistem perbankan, juga urat nadi 
perekonomian, bangunan sekolah, rumah ibadah, ratusan manusia terkubur 
hidup-hidup, dan buku-buku menjadi bubur. Gempa Sumbar kini kehilangan 
relevansinya, ditutupi persaingan politik elite. Gejala tidak beres dimulai 
saat dana lauk-pauk tidak sampai ke tangan warga.


Berbeda dengan AS. Akibat badai Katrina di New Orleans, Presiden George W Bush 
minta kepada Kongres dana tahap kedua 51,8 miliar dollar AS setelah 
menggelontorkan 10,5 miliar dollar AS pada tahap pertama (VoA, 8/9/2005).


Ini menunjukkan, bagaimana dalam keadaan darurat, sistem bekerja cepat bagi 
pihak yang paling membutuhkan. Kedaruratan dan dampak sistemik dari bencana 
alam benar-benar dipikirkan meski badai krisis ekonomi juga sedang mengancam. 
Warga negara sebagai ”nasabah” konstitusi mendapat perhatian maksimal.


Bank Century

Benarkah krisis ekonomi mengancam bila Bank Century tidak digelontor dana Rp 
6,7 triliun? Analisis dampak sistemik dari ketiadaan kucuran dana pemerintah 
itu dikerjakan oleh para analis keuangan dan pejabat negara di ruangan tertutup 
dalam rapat-rapat menjelang pagi.


Benarkah tujuan penggelontoran dana adalah nasabah yang hingga kini sebagian 
belum dibayar hak-haknya? Ataukah kebijakan itu adalah jalan pintas untuk 
menutupi simulasi sistem perbankan? Di sinilah letak pentingnya hak angket DPR, 
yakni memeriksa pekerjaan para pengambil keputusan.


Kalaupun itu domain ekonom, seberapa banyak ekonom dari beragam aliran 
dilibatkan sebelum keputusan diambil? Saat penggelontoran menjadi kebijakan, 
ranah politik langsung tersentuh. Maka, jika ada politisi mengatakan, ”Jangan 
politisasi hak angket”, jawabannya sederhana, ”Mengapa dampak sistemik Bank 
Century juga dipolitisasi dalam bentuk angka?” Keputusan penggelontoran dana 
sebesar itu, dalam kondisi sedarurat apa pun, layak diurai hingga setiap sen 
uang yang dipakai.


Bagaimanapun, penggunaan dana Rp 6,7 triliun untuk sebuah bank nasional adalah 
masuk kategori besar. Dana lebih besar adalah untuk rehabilitasi dan 
rekonstruksi Aceh dan Nias pascatsunami. Untuk APBN Perubahan 2005, dana itu 
mencapai Rp 9,48 triliun yang juga datang dari luar negeri. Untuk dampak 
sistemik akibat kematian lebih dari 200.000 jiwa dan keadaan darurat yang 
melanda lebih dari empat juta penduduk, dana itu pun tergolong besar.


Perbedaannya, dana tsunami dan gempa bumi dengan mudah diketahui. Siapa pun 
bisa menghitung ulang jumlah korban manusia atau bangunan yang hancur. 
Penggunaan dana juga bisa dilacak meski ada kebocoran di sana-sini. Berbeda 
dengan dana Bank Century, setiap orang bisa tahu angka fantastis itu. Namun, 
ketika diselidiki ke mana perginya, beragam aturan menutupi. Dana Bank Century 
seperti Jin Aladin yang hanya terlihat asap saat lampu wasiat digosok.


Hak angket

Penggunaan hak angket adalah upaya bangsa untuk menjaga rasionalitas dalam 
kehidupan bernegara. Kita bukan bangsa jin yang bebas menyulap angka. Tingkatan 
manusia lebih tinggi dari jin. Jika ada rambu-rambu hukum yang menutupi larinya 
dana itu, rambu-rambu hukum tersebut harus diganti. Produk hukum baru layak 
dibuat. Jangan sampai ada yang membaca mantra, ”Sim Salabim”.


Pidato Presiden Yudhoyono tegas mengatakan, tidak boleh ada fitnah yang 
mengatakan dana itu mengalir kepada partai politik atau tim kampanye nasional 
pasangan tertentu dalam pemilu. Perusahaan perkebunan saja bisa mengetahui, 
Minah mengambil tiga biji kakao. Dengan Rp 6,7 triliun, berapa biji kakao bisa 
dibeli dan diberikan kepada Minah? Kalaulah uang itu dijahit dalam bentuk 
pecahan Rp 1.000, berapa kali mengelilingi bumi ke bulan?



-- 
Gde Wisnaya Wisna
Jl.Dewi Sartika Utara 32A
Singaraja-Bali
website : www.lp3b.com 



      

Kirim email ke