sepertinya kiriman mengenai kisah tsb sudah sering dan lama sekali beredar.
 
tks

-----Original Message-----
From: Astarina Laya [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Wednesday, November 13, 2002 5:02 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] kisah seorg ibu




berikut kisah mengharukan seorg ibu...
semoga kita bisa mengambil hikmahnya....
 
==================================
(sumber : anonim)

Saya seorang ibu dengan 2 orang anak , mantan direktur sebuah perusahaan
multinasional.Mungkin anda termasuk orang yang menganggap saya orang yang
berhasil dalam karir namun sungguh jika seandainya saya boleh memilih
maka
saya akan berkata kalau lebih baik saya tidak seperti sekarang dan
menganggap apa yang saya raih sungguh sia-sia.Semuanya berawal ketika
putri saya satu-satunya yang berusia 19 tahun baru saja meninggal karena
overdosis narkotika. Sungguh hidup saya hancur berantakan karenanya,
suaminya saat ini masih terbaring di rumah sakit karena terkena stroke
dan
mengalami kelumpuhan karena memikirkan musibah ini. Putera saya
satu-satunya juga sempat mengalami depresi berat dan sekarang masih dalam
perawatan intensif sebuah klinik kejiwaan, dia juga merasa sangat
terpukul
dengan kepergian adiknya. Sungguh apa lagi yang bisa saya harapkan.
Kepergian Maya dikarenakan dia begitu guncang dengan kepergian Bik Inah
pembantu kami. Hingga dia terjerumus dalam pemakaian Narkoba. Mungkin
terdengar aneh kepergian seorang pembantu bisa membawa dampak begitu
hebat
pada putri kami. Harus saya akui bahwa bik Inah sudah seperti keluarga
bagi kami, dia telah ikut bersama kami sejak 20 tahun yang lalu dan
ketika
Doni berumur 2 tahun. Bahkan bagi Maya dan Doni , bik Inah sudah seperti
ibu kandungnya sendiri. Ini semua saya ketahui dari buku harian Maya yang
saya baca setelah dia meninggal. Maya begitu cemas dengan sakitnya bik
Inah, berlembar-lembar buku hariannya berisi hal ini.Dan ketika saya
sakit
(saya pernah sakit karena kelelahan dan diopname di rumah sakit selama 3
minggu ) Maya hanya menulis singkat sebuah kalimat di buku hariannya
"Hari
ini Mama sakit di Rumah sakit" , hanya itu saja. Sungguh hal ini
menjadikan saya semakin terpukul.
Tapi saya akui ini semua karena kesalahan saya.Begitu sedikitnya waktu
saya untuk Doni,Maya dan Suami saya. Waktu saya habis di kantor, otak
saya
lebih banyak berpikir tentang keadaan perusahaan dari pada keadaan
mereka.
Berangkat jam 07:00 dan pulang di rumah 12 jam kemudian bahkan mungkin
lebih. Ketika sudah sampai rumah rasanya sudah begitu capai untuk
memikirkan urusan mereka. Memang setiap hari libur kami gunakan untuk
acara keluarga, namun sepertinya itu hanya seremonial dan rutinitas saja,
ketika hari Senin tiba saya dan suami sudah seperti "robot" yang
terprogram untuk urusan kantor.Sebenarnya ibu saya sudah berkali-kali
mengingatkan saya untuk berhenti bekerja sejak Doni masuk SMA namun
selalu
saya tolak, saya anggap ibu terlalu kuno cara berpikirnya. Memang Ibu
saya
memutuskan berhenti bekerja dan memilih membesarkan kami 6 orang
a naknya.Padahal sebagai seorang sarjana ekonomi karir ibu waktu itu
katanya sangat baik. Dan ayahpun ketika itu juga biasa-biasa saja dari
segi karir dan penghasilan. Meski jujur saya pernah berpikir untuk
memutuskan berhenti bekerja dan mau mengurus Doni dan Maya, namun selalu
saja perasaan bagaimana kebutuhan hidup bisa terpenuhi kalau berhenti
bekerja, dan lalu apa gunanya saya sekolah tinggi-tinggi ?. Meski
sebenaranya suami saya juga seorang yang cukup mapan dalam karirnya dan
penghasilan. Dan biasanya setelah ada nasehat ibu saya menjadi lebih
perhatian pada Doni dan Maya namun tidak lebih dari dua minggu semuanya
kembali seperti asal urusan kantor dan karir fokus saya. Dan kembali saya
menganggap saya masih bisa membagi waktu untuk mereka toh teman yang lain
di kantor juga bisa dan ungkapan "kualitas pertemuan dengan anak lebih
penting dari kuantitas "selalu menjadi patokan saya.Sampai akhirnya semua
terjadi dan diluar kendali saya dan berjalan begitu cepat sebelum saya
sempat tersadar. Maya berubah dari anak yang begitu manis menjadi pemakai
Narkoba dan saya tidak mengetahuinya!
Sebuah sindiran dan protes Maya saat ini selalu terngiang di telinga.
Waktu itu bik Inah pernah memohon untuk berhenti bekerja dan memutuskan
kembali ke desa untuk membesarkan Bagas, putera satu-satunya, setelah dia
ditinggal mati suaminya.Namun karena Maya dan Doni keberatan maka
akhirnya
kami putuskan agar Bagas dibawa tinggal bersama kami. Pengorbanan bik
Inah
buat Bagas ini sangat dibanggakan Maya. Namun sindiran Maya tidak begitu
saya perhatikan.
Akhirnya semua terjadi ,setelah tiba-tiba jatuh sakit kurang lebih dua
minggu , bik Inah meninggal dunia di Rumah Sakit. Dari buku harian Maya
saya juga baru tahu kenapa Doni malah pergi dari rumah ketika bik Inah di
Rumah Sakit.Memang Doni pernah memohon pada ayahnya agar bik Inah dibawa
ke Singapore untuk berobat setelah dokter di sini mengatakan bahwa bik
Inah sudah masuk stadium 4 kankernya. Dan usul Doni kami tolak hingga dia
begitu marah pada kami. Dari sini saya kini tahu betapa berartinya bik
Inah buat mereka,sudah seperti ibu kandungnya! menggantikan tempat saya
yang seolah hanya bertugas melahirkan mereka saja ke dunia.Tragis.
Dan sebuah foto "keluarga" di dinding kamar Maya sering saya amati kalau
lagi kangen dengannya. Beberapa bulan yang lalu kami sekeluarga ke desa
bik Inah. Atas  desakan Maya kami sekeluarga menghadiri acara
pengangkatan
Bagas sebagai kepala sekolah madrasah setelah dia selesai kuliah dan
belajar di pesantren. Dan Doni pun begitu bersemangat untuk hadir di
acara
itu padahal dia paling susah untuk diajak ke acara serupa di kantor saya

Kirim email ke