Semoga bermanfaat bagi rekan2 yang ingin menyapih si kecil
----------------------------------------------------------------------------
--------------------------------
SAAT DAN CARA TEPAT MENYAPIH SI KECIL

  Menyapih kerap bikin repot para ibu. Tapi kalau tahu caranya, gampang,
kok.

"Ih, sudah gede, kok, masih netek terus." Komentar seperti ini biasanya
dilontarkan pada si kecil yang sudah "besar" tapi belum disapih juga. Si ibu
biasanya menimpali dengan, "Habis susah menyapihnya, ia rewel terus. Lagi
pula, sayang, ASI saya masih banyak, kok."


Benarkah menyapih anak sesulit itu? Menurut psikolog Dra. Yulia S. Singgih,
menyapih anak bisa menjadi sesuatu yang merepotkan, bisa juga tidak.
"Tergantung caranya. Kalau caranya pintar, tentunya tak akan jadi problem."
Yakni dengan perlahan-lahan, secara bertahap, dan tidak mendadak.


Menyapih, terang Yulia, berarti menghentikan pemberian susu pada anak. Jadi,
mengubah pemberian makanan dari tipe yang satu ke tipe makanan yang lain.
Hal ini berarti mengubah kebiasaan dan ini bukan sesuatu yang gampang.
Itulah mengapa menyapih sebaiknya dilakukan perlahan-lahan, tidak mendadak.


Sedangkan dr. Najib Advani, Sp.A, M.Med.Paed. memberi kiat, "Kurangi
frekuensinya dari hari ke hari hingga akhirnya berhenti sama sekali."
Mula-mula hentikan menyusu pada waktu tengah hari. Karena pada pagi hari
biasanya payudara penuh ASI, sedangkan malam hari anak sangat suka menyusu.
Gantilah ASI yang dihentikan itu dengan susu dalam cangkir. "Jika hal ini
sukses, kurangi lagi frekuensinya. Demikian seterusnya sampai menyusunya
hanya 1 kali sehari."


Di siang hari agar si kecil tak ingat pada ASI, anjur Yulia, sibukkan ia
dengan berbagai permainan. "Kalau capek main, tidurnya jadi lebih cepat dan
gampang. Soalnya, anak di saat mau tidur, sedang dalam puncak-puncaknya
ingin menyusu. Nah, si ibu bisa mengalihkan perhatiannya dengan mendongeng
atau memperlihatkan gambar-gambar di buku cerita. Pelan-pelan, suara ibu
dibuat semakin halus sehingga anak tertidur tanpa sempat ingat ASI lagi,"
tuturnya.


MENYESUAIKAN DIRI


Dengan menyapih secara bertahap, menurut Najib, ibu pun tak akan "tersiksa".
"Karena ASI yang penuh, jika tak dikeluarkan juga akan terasa sakit." Jika
dilakukan perlahan-lahan. ASI yang diproduksi juga akan menyesuaikan diri.
Dengan kata lain, perlahan-lahan ASI akan habis sendiri. Jangan lupa,
banyak-tidaknya ASI yang keluar tergantung pula dari rangsangan isapan yang
didapat. "Kalau jarang mendapat isapan, tentunya akan berkurang juga
produksi ASI-nya."


Bagi ibu bekerja, mungkin soal menyapih akan lebih mudah diatasi. Karena di
siang hari kala bekerja, biasanya si kecil minum susu dari botol. Ia baru
menetek lagi setelah ibu pulang kerja. "Jadi, kalau disapih pun, anak sudah
terbiasa dengan botol."


Selain itu, produksi ASI pada ibu bekerja biasanya tak sebanyak ibu yang tak
bekerja. Ini terjadi karena rangsangan isapan yang sangat jarang. "Memang
bisa saja ibu memompa ASI saat di kantor. Namun daya isap pompa tidak sekuat
isapan bayi hingga rangsangannya juga kurang kuat," tutur Yulia pada
kesempatan terpisah.


MERASA DITOLAK


Yulia sangat tak setuju jika menyapih dilakukan secara drastis. Entah dengan
memisahkan tidur si kecil maupun mengoleskan getah brotowali yang pahitnya
minta ampun pada puting si ibu sehingga si kecil tak mau lagi menyusu. "Itu
bukan cara efektif yang bisa menyelesaikan masalah. Cara ini hanya akan
mengagetkan si anak dan membuat hatinya terluka."


Lain halnya jika dilakukan secara perlahan-lahan. Selain si kecil akhirnya
dapat disapih, hatinya pun tak terluka dan tetap dekat dengan ibunya.
Penting diketahui, seperti dituturkan Yulia, menyusui anak sama dengan
mempererat kedekatan hubungan ibu-anak. Kedekatan ini penting untuk sikap
mental si anak kelak.


Dengan disapih, si anak merasa seakan-akan ditolak oleh ibunya. Tak ada lagi
kedekatan dengan ibunya. Ia merasa sesuatu yang selama ini membuatnya nyaman
telah hilang. Akibatnya, anak meluapkan emosinya dalam bentuk yang tak
menyenangkan.


"Dia jadi sensitif seperti gampang rewel dan cengeng." Kalau itu yang
terjadi, dekatkan kembali perasaan anaknya. Tentu bukan dengan menyusuinya,
melainkan dengan sering memeluk dan membelainya. "Jika biasanya ia menyusu
sambil dipangku, maka kegiatan memangkunya jangan lantas berhenti. Tetaplah
dilakukan sambil melihat-lihat gambar di buku. Jadi, anak merasa ibunya
tetap sayang dan rasa amannya tetap terpenuhi," tutur Yulia.


Jangan lupa untuk memangku atau memeluk si kecil dengan kasih sayang. "Anak
kecil juga bisa merasakan, lo, apakah ibunya memeluk dengan kasih sayang
atau tidak," lanjut Kepala Pusat Bimbingan dan Konsultasi Psikologi
Universitas Tarumanegara Jakarta ini.


MINIMAL USIA SETAHUN


Kehilangan perasaan nyaman dari menyusui kadang melahirkan
kebiasaan-kebiasaan buruk pada anak. Entah dalam bentuk mengisap ibu jarinya
atau suka memegang payudara ibunya saat tidur. Tentu kebiasaan buruk ini
harus segera dihentikan, karena jelek akibatnya kelak bagi si anak. Jika
ibunya tak ada, jangan-jangan ia akan "menggerayangi" payudara orang yang
mengeloninya. "Bisa jadi nantinya mengarah ke penyimpangan seksual," tukas
Yulia.


Lantaran itulah Yulia melihat perlunya memperhatikan saat yang tepat untuk
menyapih. Misalnya jangan ketika si anak sedang tak enak badan atau ketika
adiknya lahir. "Ia akan cemburu dan merasa semakin ditolak." Apalagi saat si
adik lahir, biasanya si ibu juga jadi sibuk mengurusi sang adik, sehingga ia
terabaikan. Apa-apa dilarang dan yang selalu diistimewakan adiknya. "Teman
atau kerabat ibu atau ayahnya datang membawa hadiah untuk si adik. Akhirnya
ia jadi cemburu dan memusuhi si adik."


Soal kapan saat tepat menyapih, baik Yulia maupun Najib menyebutkan tak ada
patokan baku. Tergantung pertimbangan orang tua. Jika menurut orang tua
sebaiknya ASI dihentikan saat anak usia setahun, boleh-boleh saja. "Kalau
mau terus diberi ASI sampai usia 2 tahun, juga tak dilarang. Bahkan ada yang
menyusui hingga anak usia 2 tahun lebih."


Kendati demikian, Najib menganjurkan, menyapih sebaiknya dilakukan minimal
di usia setahun tapi jangan sampai lebih dari 2 tahun. Sebab, terangnya,
"Semakin bertambah usia, kualitas ASI juga sudah tak bagus lagi." Lagi pula,
kegunaan ASI juga sudah tak vital lagi karena anak lebih membutuhkan makanan
bergizi.


Di atas usia setahun, tuturnya, anak perlu gizi tinggi untuk pertumbuhannya
karena perkembangannya sedang pesat. Jika anak yang sedang tumbuh pesat
hanya minum ASI, ia akan terkena anemia. Apalagi pada anak menyusui, porsi
terbesar makanannya adalah ASI. Ia sudah kenyang dengan ASI sehingga tak mau
makanan lain. "Akibatnya, gizinya terganggu. Otomatis pertumbuhannya akan
terganggu pula." Anak yang makan aneka makanan seperti halnya orang dewasa
yang memang dibutuhkan untuk berkembang dengan baik di tahun kedua,
kecukupan gizinya bisa terpenuhi.


Hal lain yang jadi pertimbangan Najib, si kecil sudah mulai tumbuh gigi.
"Jika ia masih menyusu, terutama saat hendak tidur, berarti ada kontak gigi
dengan air susu. Apalagi pada anak-anak yang belum disapih, biasanya
tertidur dengan payudara ibu masih dalam mulutnya. Sehingga ASI masih
tergenang dalam mulutnya. Akibatnya, giginya jadi rusak. Terutama gigi
bagian depan," terangnya.


Menyusu sebelum tidur, tambah najib, juga bisa menyebabkan infeksi telinga
tengah. "Sebab itu jangan menyusui di tempat tidur. Lebih baik sambil
memangkunya di sofa. Bila si kecil mau tidur, pakai acara lain. Misalnya
didongengi atau dinyanyikan. Dengan demikian si kecil jadi terbiasa tak
minum ASI kala mau tidur. Saat menyapihnya pun jadi lebih mudah."


Bagaimana jika menyapih dilakukan sebelum anak usia 1 tahun? "Wah, kalau
yang ini, saya tak setuju. Sebab, hanya ASI yang terbaik untuk bayi," tandas
Najib. Antara lain, ASI mengandung zat antibodi untuk tubuh bayi. Jika bayi
kurang mendapatkan ASI dan si ibu menggantinya dengan formula, maka zat
antibodinya akan berkurang. Akibatnya, si bayi gampang terserang penyakit.
"Selain itu, susu sapi belum tentu cocok dengan pencernaan bayi. Kalau bayi
tak tahan, bisa diare, kembung, dan sebagainya."


DAMPAK BURUK


Dari sudut pandang psikologi, Yulia juga lebih setuju bila menyapih
dilakukan di usia 1-2 tahun. Selain kebutuhan gizi dan emosinya sudah cukup
terpenuhi, anak juga akan lebih mudah disapih. "Kalau masih kecil,
penyesuaian dirinya lebih lentur. Ingatannya juga masih belum terlalu
panjang, sehingga ia akan mudah terlupa dengan kenangan manis dari menyusu."


Tapi kalau anak sudah telanjur besar, akan lebih kaku dan lebih sukar diajak
bekerjasama dalam menyapih. "Soalnya dia sudah lebih mengerti dan egonya
juga sudah tumbuh. Penyesuaiannya jadi lebih sulit."


Selain itu, bila anak usia 2 tahun lebih belum disapih, perkembangan
sosialnya dapat terganggu. "Masa sudah 2,5 tahun masih mengempeng ibunya?
Dilihatnya juga sudah tak pantas." Apalagi, tambah Yulia, anak usia 2 tahun
ke atas sedang getol-getolnya bereksplorasi. Jika ia masih mengempeng
ibunya, eksplorasinya tak akan maksimal karena ketergantungan pada ibunya
masih besar. Sebentar-sebentar ia akan ngempeng ibunya."


Menyusui dalam waktu lama dikhawatirkan pula akan membuat si ibu dan anak
sulit untuk melepaskan diri. Akibatnya, hubungan si anak dengan ayahnya juga
sulit terbina. Di sisi lain, hubungan si ibu dengan suaminya juga akan
terganggu, karena sebagian waktu ibu lebih banyak untuk si kecil. Nah, sudah
siap menyapih si kecil?



  Jurus Jitu Memperkenalkan Cangkir Atau Botol




Botol atau cangkir dengan gambar-gambar lucu dan warna-warna cerah bisa
dijadikan pilihan, agar si kecil mau minum susu dari botol atau cangkir
setelah disapih. Bila perlu, ajak si kecil ke toko untuk membeli
botol/cangkir tersebut. Biarkan ia memilih sendiri bentuk dan warna
botol/cangkir yang disukainya.


Isi botol/cangkir jangan hanya dengan susu, tapi juga minuman kesukaannya
seperti sari buah. Dengan begitu akan mendorong si kecil untuk minum dengan
menggunakan botol/cangkir.


Bila si kecil sudah bisa diajak bicara, Anda bisa memberinya pengertian.
Katakan, "Kamu sekarang sudah besar, jadi minumnya di gelas seperti Papa dan
Mama."


Dra. Yulia S. Singgih menganjurkan, sebaiknya minum dengan botol/cangkir
sudah dibiasakan sebelum ASI-nya dihentikan total. Misalnya setiap kali ia
makan, tuangkan minuman kesukaannya ke dalam botol/cangkir dan letakkan di
dekat jangkauannya.


"Mungkin mulanya ia menolak botol atau cangkir tersebut dan meminta ASI,
tapi tetaplah tawarkan cangkir tersebut," kata Yulia. Yang penting, jangan
memaksa anak. "Suatu ketika kalau ia sungguh-sungguh haus, ia pun akan
meraihnya."


Hukuman juga tak boleh digunakan pada anak yang tak kunjung bisa disapih.
Sebab bila hatinya sudah terluka, ia pun semakin merasa disingkirkan oleh
orang tuanya. Jadi, lakukan dengan cara baik-baik. Toh, menyapih adalah
sesuatu yang alamiah.


Sekalipun anak disapih setelah ia besar, misalnya di atas usia 2 tahun,
Yulia tetap tak setuju dengan pemaksaan maupun hukuman. "Anak usia ini sudah
masuk ke fase menolak. Jadi, orang tua harus melakukan taktik sebaliknya.
Minta ia melakukan hal yang berlawanan."


Cara lain, tunggu hingga ia lapar dan haus. Nah, saat itu tentunya ia tak
menolak minum dari cangkir. Bisa juga dengan melakukannya sambil bermain.
Misalnya, ibu ikut minum, sehingga si anak punya semangat untuk bisa
melakukan perbuatan yang sama.


Untuk mencegah kerusakan gigi, Najib menganjurkan agar mengajari si kecil
sikat gigi atau berkumur sebelum tidur. Dengan demikian tak ada susu lagi
yang tertinggal di mulutnya.



------------------------------------------------------ (on interscan)

Disclaimer: This email have been scanned by Indosat's anti virus system !!!

---------------------------------------------------------
------------------------------------------------------ (on interscan)

Disclaimer: This email have been scanned by Indosat's anti virus system !!!

---------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------
>> Bunga untuk rayakan kelahiran ? ----> http://www.indokado.com/kelahiran.html
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke