----- Original Message ----- From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, December 09, 2005 2:56 PM
Subject: Re: [sehat] [OOT] Link mengenai "obat generik"




Obat Generik Tidak Sehebat Obat Bermerek? Apa Betul ...
Jakarta, Kamis
Oleh Handrawan Nadesul, Dokter Umum

Mendengar obat generik, awam umumnya berasosiasi obat kelas dua. Obat
generik dianggap obat bagi kaum tak mampu. Bukan salah kaum awam bila
pamor obat generik selalu tidak sehebat obat bermerek. Apa betul begitu?

Mestinya tidak begitu. Kurangnya informasi ihwal obat generik, saah satu
penyebab kenapa obat ini tidak dilirik orang. Sikap skeptis begini, selain
merugikan pemerintah, pihak pasien sendiri selalu menjadi tidak efisien
dalam membeli obat.

Orang lupa kalau kualitàs obat tidak selalu ditentukan oleh tingginya
harga. Semua obat baru, tentu harus dibayar tinggi untuk jasa penemuannya,
yang menjadi hak monopolinya. Namun, tentu tidak semua penyakit yang
pasien derita memerlukan jenis obat baru.
Kita tahu setiap negara wajib menyusun daftar obat esensial (DOE),
sejumlah jenis obat yang paling dibutuhkan di suatu negara, dan yang
tergolong sering dipakai. Daftar ini dapat ditambah atau dikurangi oleh
pemerintah sesuai kebutuhan negara.

Semakin bijak keputusan menyusun DOE, semakin diuntungkan pihak konsumen.
Lebih bijak kalau jumlah jenis obat yang dinilai layak tidak semakin
banyak. Semakin sedikit jenis obat DOE, semakin rasional obat yang bakal
digunakan dalam praktik keseharian.

Namun, yang terjadi sekarang, dan itu sudah lama berlangsung, DOE kita
cenderung tambun. Dan faktanya bukan cuma itu. Merek obat dan jenis yang
sama pun terus bertambah, bikin bingung dokter saat menulis resep. Kalau
ada seratus jenis obat esensial, dan masing-masing jenis obat diproduksi
oleh sepuluh merek obat, berapa ribu merek obat yang harus dokter ingat.
Bayangkan kalau untuk obat batuk yang sama tersedia puluhan merek.
Duplikasi obat begini yang membuat persaingan harga obat semakin kurang
sehat. Siapa merek obat yang berani lebih centil mempengaruhi dokter dan
menulis resep, merek itu yang berpotensi menguasai pasar. Saking
menjamurnya merek obat dan jenis obat yang sama, bukan kejadian jarang
pasien lebih mengenal merek obat ketimbang dokter.

Apa Obat Generik Itu?
Pada mulanya memang belum ada obat generik. Semua obat sejak saat mulai
ditemukan memproklamirkan diri sebagai obat bermerek yang dipatenkan. Baru
setelah hak paten obat habis masanya (sekitar 10 tahunan setelah
dipasarkan), pihak lain boleh memproduksinya dengan merek masing-masing.

Itu maka untuk jenis obat yang isinya sama terdapat puluhan merek.
Sama-sama nasi gorengnya, tetapi beda sajian dan merek penjualnya. Dengan
cara seperti itu pula obat generik lahir.
Semua jenis obat bermerek yang sudah lewat hak patennya boleh diproduksi
sebagai obat generik, dan menjadi hak semua pabrik farmasi untuk
memproduksinya kalau mau. Dan lantaran monopoli patennya sudah habis,
harga bahan baku obat sudah jauh di bawah harga selagi masih dijual
sebagai obat paten bermerek. Itu berarti isinya persis sama, tetapi
harganya sudah jauh lebih murah.

Jadi sebetulnya memang tidak ada alasan, termasuk alasan medis, untuk
menyangsikan keampuhan khasiat obat generik, siapa pun yang
memproduksinya, pasti tak berbeda bahan baku obatnya. Terkecuali bila
dalam memproduksinya, misal, ada kenakalan untuk mengurangi takaran bahan
baku, atau kegiatan memalsukannya. Selama takarannya utuh, dan dikemas
secara benar, obat generik sama persis dengan obat bermerek aslinya,
asalkan tidak sudah kedaluwarsa.
Melihat kelahiran obat generik, seyogianya tidak ada alasan untuk
menambahkan biaya promosi, biaya paten, dan ongkos lain, sebagaimana
dihadapi semua obat baru ke dalam struktur harga obat generik. Modal obat
generik semata-mata harga bahan baku dan ongkos produksi. Agar bisa lebih
murah, hanya kedua komponen ini yang perlu ditekan, selain besaran
profitnya tentu.
Hanya karena tiadanya kontrol atas harga, harga rata-rata obat kita
cenderung dipatok sesuka hati. Misal, kebijakan pihak apotek boleh melaba
sedikitnya sepertiga dari harga eceran tertinggi (HET). Kalau HET-nya saja
dibiarkan sudah dipatok tinggi, bisá jadi paling kurang harga obat di
tangan pasien sudah berlipat-lipat kali modalnya.

Seperti itu agaknya yang masih lazim terjadi di Indonesia, sebagaimana di
kebanyakan negara tengah berkembang lain. Sudah tak mampu berobat,
kebanyakan pasien papa kita harus memikul harga obat yang tidak murah
pula. Maka selalu saja ada suara agar harga obat kita tidak lagi tertinggi
di Asia, bahkan konon tertinggi di dunia.

Sebagai Komoditi Khusus
Sayangnya, obat tidak serupa nasi goreng atau gado-gado, yang boleh
kapan-kapan saja dibeli. Dalam hal obat, mau kantong lagi penuh atau
tidak, membeli obat tak mungkin ditunda. Proses penyakit berjalan terus,
tak bisa menunggu sampai kantong tebal.
Kondisi seperti itu yang acap dialami kaum tak mampu kita. Mungkin mampu
membayar dokter, tetapi tak mampu membeli obatnya. Tahu saja apa diagnosis
penyakit dari dokter yang memeriksa, belum mengatasi penyakitnya jika
tidak dilanjutkan dengan menebus obat, atau terpaksa harus menebus resep
sebagian.

Kebijakan pemerintah baru-baru ini menurunkan harga sejumlah obat generik
tentu melegakan hati. Kendati belum seluruh obat generik turun harganya,
harus bersyukur ada niat baik itu. Namun, perlu ditinjau ulang agar
bagaimana semua jenis obat generik (esensial) harganya dibuat semakin
terjangkau oleh kaum papa. Dan itu cuma soal bagaimana menertibkan kontrol
harga obat. Dengan kemauan pemerintah lebih transparan memasang bandrol
setiap obat, misalnya.

Memang harus diakui, bahan baku obat masih bergantung dari luar. Saatnya
pemerintah membangun industri kimia dasar, antara lain untuk memampukan
diri memproduksi bahan baku obat. Hanya dengan cara demikian harga obat
bisa ditekan serendah mungkin. @
============================================================
Konsultasi: Manfaat Obat Generik
Jakarta, Minggu
Oleh dr. Samsuridjal Djauzi
Kasus:

"SAYA seorang pegawai perusahaan swasta yang mempunyai tiga orang anak.
Saya merasa bersyukur keadaan kesehatan saya, istri, dan ketiga anak
baik-baik saja. Saya sekarang berumur 42 tahun dan istri 39 tahun.

Saya keturunan darah tinggi. Ayah saya diketahui menderita darah tinggi
ketika berumur 28 tahun dan beliau harus makan obat darah tinggi sampai
usia lanjut sekarang. Untunglah beliau cukup berada sehingga mampu membeli
obat dalam jangka waktu lama. Padahal obat darah tingginya cukup mahal.
Selain obat darah tinggi, ayah juga minum obat untuk penyakit jantung
koroner serta obat penurun kolesterol. Semuanya obat paten.
Saya tak seberuntung ayah saya. Keluarga kami mempunyai penghasilan
terbatas dan perusahaan tempat saya bekerja belum mengasuransikan
karyawannya, sehingga karyawan hanya diberi tunjangan berobat yang
jumlahnya terbatas. Apalagi kami juga harus menabung untuk pendidikan anak
kami.

Seminggu lalu sehabis bekerja keras dan cukup menegangkan tekanan darah
saya naik. Dokter umum yang dekat rumah saya mengatakan tekanan darah saya
150/95. Waktu itu saya belum diberi obat darah tinggi, hanya dianjurkan
mengurangi berat badan dan konsumsi garam tak boleh berlebihan. Selain itu
juga dianjurkan berolahraga.

Saya mulai khawatir dengan kemungkinan menjadi penderita darah tinggi.
Setahu saya, penderita darah tinggi harus minum obat sampai tua. Benarkah
demikian? Jika harus minum obat agaknya saya terpaksa harus memilih obat
generik karena kemampuan keuangan kami terbatas. Apakah manfaat obat
generik dapat diandalkan. Kalau obat generik cukup baik, kenapa para
dokter tidak menggunakan obat generik saja untuk meringankan beban biaya
pengobatan? Saya rasa para dokter Indonesia perlu memahami keadaan ekonomi
pasiennya dan tidak membebani dengan biaya di luar kemampuan mereka."
(Zulfahmi Bogor)

Jawaban:
·       PEMERIKSAAN tekanan darah satu kali tak memastikan bahwa seseorang
menderita darah tinggi.

Tekanan darah kita berubah-ubah sesuai dengan aktivitas dan keadaan emosi
kita. Karena itu, Anda perlu mengulangi pemeriksaan tekanan darah Anda.
Jika ternyata tekanan darah Anda menetap tinggi, barulah dikatakan Anda
menderita hipertensi.
Seperti pernah dibahas di ruang konsultasi ini, terapi hipertensi tidak
selalu berupa obat. Upaya nonfarmakologis seperti dianjurkan oleh dokter
Anda amatlah penting. Jadi, jagalah berat badan dan makanan yang tak
tinggi kandungan garamnya, serta usahakanlah berolahraga teratur.

Pada umumnya, sekarang ini obat ditemukan melalui penelitian yang cukup
lama. Biaya penelitian untuk menemukan obat baru amatlah mahal. Karena
itulah perusahaan yang menemukan obat baru dapat mematenkan hasil
penelitiannya dalam jangka waktu tertentu, misalnya 20 tahun, sehingga
obat tersebut tidak ditiru begitu saja. Pemegang hak paten dilindungi
sehingga obatnya tidak akan ditiru perusahaan lain yang tak melakukan
penelitian. Dengan mekanisme ini, maka diharapkan biaya penelitian akan
kembali sehingga tercipta iklim penelitian yang mendukung untuk
ditemukannya berbagai obat baru.

Pengeculian untuk hak paten obat disepakati oleh pertemuan menteri-menteri
perdagangan yang tergabung dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di
Doha pada tahun 2001 untuk penyakit yang banyak didapati di masyarakat,
seperti penyakit TBC, malaria, dan HIV/AIDS. Dengan demikian, penyediaan
obat untuk penyakit yang sering dijumpai di masyarakat ini dapat diadakan
secara luas dengan harga terjangkau.
Obat pada waktu ditemukan diberi nama kimia yang menggambarkan struktur
molekulnya. Karena itu, nama kimia obat biasanya amat kompleks sehingga
tak mudah diingat orang awam. Untuk kepentingan penelitian acapkali nama
kimia ini disingkat dengan kode tertentu, misalnya RU 486. Setelah obat
itu dinyatakan aman dan bermanfaat melalui uji klinis, barulah obat
tersebut di daftarkan pada Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang ini
sering juga disebut nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat
tersebut dapat memasarkannya dengan nama dagang. Nama dagang biasanya
diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat, misalnya obat untuk
penurun tekanan darah diberi nama lopresor. Jadi, pada dasarnya obat
generik dan obat paten berbeda dalam penamaan, sedangkan pada prinsipnya
komposisi obat generik dan obat paten sama.

Dalam pemasaran obat di Indonesia, masyarakat dapat memilih obat paten
atau obat generik. Namun, untuk meningkatkan akses terapi bagi masyarakat
yang kurang mampu, pemerintah melalui keputusan Menteri Kesehatan RI
pernah mengeluarkan keputusan agar di layanan rumah sakit atau poliklinik
pemerintah disediakan dan digunakan obat generik.
Memang amat disayangkan keputusan yang berpihak kepada masyarakat yang
kurang mampu ini sekarang kurang dilaksanakan. Acapkali penderita yang
kemampuannya terbatas harus membayar obat paten yang harganya di luar
jangkauannya.

Sudah tentu kita juga menghargai hak profesi kedokteran untuk memberi yang
terbaik bagi pasiennya, namun hendaknya dokter mengomunikasikan mengenai
obat yang akan digunakannya serta perkiraan biayanya dengan pasien atau
keluarga. Pendapat penderita satu keluarga juga perlu didengar. Seorang
senior saya (Prof Supartondo) mengatakan, membebani pasien di luar
kemampuannya sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan etika kedokteran.
Hendaknya peringatan ini dapat direnungkan para dokter.

Namun sebaliknya juga sering terjadi, pasien tidak mau menggunakan obat
generik dan lebih memilih obat paten. Sudah tentu dokter perlu menghargai
pilihan pasien tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan sebenarnya
manfaat obat paten dengan obat generik seharusnya sama karena kandungan
obatnya sama. Namun, pengawasan mutu obat tentu harus dilakukan dengan
baik sehingga tidak akan beredar obat yang mutunya tidak baik.
Saya mendoakan agar Anda sekeluarga tetap dalam keadaan sehat dan dapat
seterusnya mengamalkan hidup sehat.*

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~-->
AIDS has a woman's face.  Help women to protect themselves.
http://us.click.yahoo.com/aB9X0B/TREMAA/xGEGAA/wrSolB/TM
--------------------------------------------------------------------~->

==========================================================================
" SEHAT mailing list is supported by Hewlett-Packard StorageWorks Division. SEHAT Internet Access & Website are supported by CBN Net "

Please visit also our website at :
http://www.sehatgroup.web.id/
==========================================================================






Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
   http://groups.yahoo.com/group/sehat/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
   [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
   http://docs.yahoo.com/info/terms/



================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke