Otak anak mempunyai satu triliun sel otak, dan bertriliun-triliun sambungan
antarsel syaraf otak. Bila tidak distimulasi sejak dini, sambungan ini akan
musnah. Layaknya daun di musim gugur, potensi mereka pun akan berguguran.
Ibu adalah guru pertama bagi anak tanpa bermaksud mengecilkan peran bapak
dalam pilar sebuah keluarga.

Namun, dalam realitas yang ada, ibulah yang mengandung, melahirkan, menyusui
dan lebih banyak menapaki hari, bulan dan tahun-tahun pertama kehidupan
anak. Hari buku diperingati setiap 23 April yang berdekatan dengan Hari
Kartini tanggal 21 April. Wanita Indonesia diingatkan mengenai emansipasi
wanita yang diperjuangan oleh RA Kartini.

Dalam menyuarakan emansipasi wanita, tentunya Kartini pun ingin wanita
mempunyai peran strategis dalam mencerdaskan bangsa. Meski 'hanya' dilakukan
dari lingkup terkecil masyarakat, yaitu keluarga, peranannya menjadi pondasi
bagi maju-mundurnya sebuah bangsa. Ibu sebagai wanita Indonesia, diharapkan
menjadi pencetak generasi cerdas dan berbudi yang akan mengangkat derajat
bangsa Indonesia.

Barangkali, begitulah harapan Kartini dan juga harapan seluruh anak negeri
ini. Tantangan zaman semakin menggila. Problema kehidupan kian hari semakin
berat. Anak yang terlahir suci penuh potensi, membutuhkan ibu seperti yang
diharapkan Kartini. Ibu yang betul-betul menyadari tugas mulianya,
mengantarkan anak menjadi manusia tangguh dan gemilang di masa datang. Ibu
yang memahami hal ini akan berusaha mengembangkan potensi otak anak dengan
berbagai cara.

Para ahli menyebutkan bahwa cara optimal mengembangkan potensi itu adalah
dengan selalu merangsang kelima panca inderanya. Banyak hal yang dapat
dilakukan. Namun sesungguhnya membacakan buku sejak dini pada anak merupakan
cara paling mudah. Anak belajar dari apa yang diberikan oleh lingkungan
sekitarnya. Kelima panca indranya merespon dan otak meyerap semua informasi
yang diterima.

Sebagai contoh, anak yang terbiasa mendengar kata-kata kotor, akan meniru
dan mengucapkannya. Anak yang dibiasakan jajan akan selalu meminta jajan.
Anak yang diajarkan menjaga kebersihan tidak akan tinggal diam melihat
sampah. Dan anak yang dibacakan buku, akan meminta buku. Membacakan buku
juga dapat menjadi obat. Buku dapat meringankan anak yang sedang sakit dan
menidurkan anak yang tidak mau tidur. Buku menjadi seperti susu. Anak akan
selalu meminta dan meminta lagi.

Saat anak memasuki usia sekolah, ibu tak perlu lagi bersusah payah menyuruh
anak belajar atau membaca buku, karena anak telah mencintai buku. Buku
memuaskan rasa ingin tahunya yang besar. Usia balita (bawah lima tahun)
disebut-sebut sebagai the golden age, usia keemasan seorang manusia.
Penelitian mengenai otak manusia belakangan ini telah menunjukkan bahwa
perkembangan intelektual otak berkembang pesat menjadi 50 persen potensi
otak dewasa pada empat tahun pertama sejak anak dilahirkan.

Usia empat tahun hingga delapan tahun bertambah 30 persen, selanjutnya
hingga 18 tahun bertambah 20 persen.Hal ini menunjukkan bahwa stimulasi otak
yang dilakukan pada empat tahun pertama kehidupan seorang anak akan sangat
bermanfaat bagi kehidupannya di masa depan. Dalam buku Otak Kanak-Kanak yang
ditulis oleh J Madeleine Nash disebutkan, ilmuwan telah membuktikan
kenyataan yang menakjubkan mengenai otak anak.

Kualitas otak anak sangat ditentukan oleh tiga tahun pertama kehidupannya.
Ilmuwan telah dapat mendengarkan suara hiruk-pikuk berkembangnya sel-sel
syaraf otak dalam otak janin yang baru berusia 10 atau 12 minggu sesudah
pembuahan. Saat kelahiran, otak memiliki satu triliun sel otak. Tidak lama
setelah kelahiran, otak bayi menghasilkan bertriliun-triliun sambungan
(sinapsis) antarneuron yang banyaknya melebihi kebutuhan. Proses inilah yang
membentuk pengalaman dan akan dibawanya seumur hidup.

Melalui suatu proses yang mirip teori Darwin, otak akan memusnahkan
sambungan yang jarang digunakan atau yang tidak pernah digunakan. Banyaknya
pengalaman indra yang didapat akan menentukan sambungan mana yang
dipertahankan dan mana yang berguguran. Sambungan yang berlebih dalam otak
anak akan berguguran secara drastis sebelum usia 10 tahun. Jadi, yang
menetap adalah otak dengan pola emosi dan pikiran individual anak, yang
terbentuk dari pengalaman kehidupan sebelumnya.

Sambungan-sambungan baru memang terus terbentuk seumur hidup, dan orang
dewasa selalu memelihara sambungan itu dengan membaca dan belajar. Namun
otak tidak akan mampu menguasai kemahiran baru atau bangkit kembali dari
kekeliruan semudah yang terjadi pada masa kanak-kanak. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman adalah arsitek utama otak. Anak
yang sering distimulasi berulang-ulang dan bervariasi sejak dini, kaya akan
pengalaman dan akan menghasilkan otak yang kaya pula.

*Manfaat*

Bila ibu mengabaikan masa keemasan ini, sama artinya dengan membiarkan
potensinya terbuang. Ibu yang peduli tidak akan menyia-nyiakan sel-sel otak
anak yang 'memohon' untuk diberi stimulasi. Merangsang kelima panca indra
merupakan cara yang disarankan para ahli. Selalu mengajak anak berbicara,
mendidiknya dengan penuh kasih sayang, mengajaknya bermain, bernyanyi, dan
banyak hal dapat dilakukan oleh ibu. namun jangan lupakan aktivitas yang
satu ini, membacakan buku.

Kegiatan ini sesungguhnya mudah dan dapat sekaligus merangsang kelima panca
indra anak. Ketika anak dibacakan buku, matanya melihat gambar dan
telinganya mendengar. Tentu saja indra penglihatan dan pendengaran anak akan
selalu terstimulasi. Buku-buku khusus anak yang dapat digunakan untuk
melatih perabaan dan penciuman telah tersedia di beberapa toko buku. Di
Indonesia memang belum banyak, dan masalah biaya masih menjadi kendala.
Namun hal ini bukanlah menjadi hambatan.

Misalnya, saat ibu membacakan buku tentang buah-buahan, ibu dapat mengambil
buah yang asli dan menjelaskannya pada anak. Anak dapat merasakan tekstur
buah, mencium, dan mencicipi rasanya. Seiring dengan bertambahnya usia anak,
manfaat membacakan buku akan semakin terasa. Membacakan buku dapat
meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosi (EQ), dan
kecerdasan spiritual (SQ) anak. Membacakan buku akan menjadi bekal yang
berharga agar anak dapat menjadi manusia yang berkualitas di kala dewasa.

Para ahli pendidikan telah membuktikan bahwa satu-satunya cara yang paling
berhasil untuk menanamkan kegemaran membaca pada anak adalah dengan
membacakan buku selagi masih balita. Kegemaran membaca akan meningkatkan
kemampuan membaca, dan meningkatkan kecerdasan intelektual. Mengapa? Karena
menurut Laurel Schmidt dalam buku "Jalan Pintas Menjadi Tujuh Kali Lebih
Cerdas", bahasa adalah sarana pemikiran tertinggi. Membacakan buku setiap
hari akan selalu menambah kosa kata baru bagi anak.

Kekayaan kosa kata memperkaya pemikiran mereka. Anak akan menyerap berbagai
pola kalimat. Mereka akan dapat berbicara, menulis, dan memahami
gagasan-gagasan rumit dengan lebih baik. Beragam buku yang dibaca akan
memperluas wawasan pengetahuan anak. Kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh
kemampuan intelektual yang tinggi. Telah banyak diketahui bahwa kecerdasan
emosi memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang.

Membacakan buku merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan
emosi. Kegiatan membacakan buku sambil memeluk dan berbaring di tempat
tidur, atau duduk di pangkuan ibu membuat anak merasa dicintai, aman dan
nyaman. Kegiatan ini menjalin ikatan emosi yang hangat antara ibu dan anak
sehingga dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan emosional anak
di kemudian hari.

Buku-buku cerita tentang kelinci yang ketakutan, beruang marah, sedihnya
anak ayam karena kehilangan induk, dan beragam dongeng yang dibaca membuat
anak dapat merasakan serta mengenali berbagai emosi. Di kehidupan nyata anak
akan menghubungkannya dengan isi cerita. Mereka akan dibantu untuk mengenali
dan mengembangkan emosi dirinya. Kasus pembunuhan , kekacauan moral,
tawuran, perkosaan, dan beragam kekerasan yang kian marak belakangan ini
sungguh mengoyak hati .

Akankah anak-anak yang terlahir fitri harus turut kehilangan hati nurani?
Membacakan buku dapat menjadi sebuah solusi. Mimi Doe dan Marsha Walch,
dalam buku 'Sepuluh Prinsip Spiritual Parenting' nenyatakan bahwa anak-anak
adalah makhluk spiritual. Mereka mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi.
Spontanitas, kreativitas, dan kebebasan berpikir-berasa-bertindak mencirikan
spiritualitas bawaan anak-anak.

*Tipe Kepedulian *

Mengenai potensi otak anak dan kepedulian ibu, dalam pengamatan penulis,
terdapat empat tipe ibu di Indonesia. Pertama adalah ibu yang tidak tahu dan
tidak peduli. Umumnya mereka mempunyai tingkat pendidikan dan status ekonomi
yang rendah. Bisa juga ibu di perkotaan yang berpendidikan dan taraf ekonomi
tinggi namun melahirkan anak di luar pernikahan atau akibat kasus perkosaan.
Kedua, tipe ibu yang tidak tahu tapi peduli.

Ibu jenis ini terdapat di mana pun. Ketidaktahuan terjadi karena berbagai
faktor seperti, tempat tinggal yang jauh di pedalaman, tingkat pendidikan,
status ekonomi, kesibukan ibu bekerja, atau murni karena kurangnya
informasi. Ketiga, tipe ibu yang tahu tapi tidak peduli. Ibu tipe ini banyak
terdapat di perkotaan. Ketidakpedulian terjadi karena gaya hidup hedonis,
materialistis dan kesibukan bekerja. Atau ibu yang terlalu mempercayakan
pengasuhan pada sekolah atau pembantu. Ibu dengan karakter yang malas,
'cuek' dan terlalu pasrah juga kerap menjadi penyebab. Keempat adalah tipe
ibu yang tahu dan peduli.

Jenis ibu seperti ini lebih banyak terdapat di perkotaan dengan tingkat
pendidikan dan status ekonomi menengah ke atas. Namun karena kemudahan
informasi saat ini, dijumpai pula ibu dengan tingkat pendidikan dan ekonomi
rendah yang menyadari dan peduli pada potensi otak anaknya. Human
Devolepment index menyebutkan, angka melek huruf di Indonesia relatif belum
tinggi yaitu 88 persen. Dari Buletin Ikapi edisi Mei 2002, jumlah karya
sastra yang dibaca oleh pelajar SMU di Indonesia nol judul.

Menurut Kepala Perpustakaan Nasional, Dady P Rachmanata pada 2004,
pengunjung perpustakaan nasional dan perpustakaan daerah sangat rendah yaitu
10-20 persen. Data-data itu menunjukkan bahwa minat baca di Indonesia masih
sangat rendah. Artinya, ibu yang termasuk tipe keempat dari klasifikasi di
atas juga masih jarang dijumpai. Ibu tipe keempat sangat memahami potensi
otak anak. Kesadaran bahwa anak adalah titipan Tuhan yang harus menjadi
khalifah di masa depan, membuat ibu tetap semangat dan proaktif. Ibu yang
sibuk bekerja akan tetap meluangkan waktu membacakan buku bagi anaknya.

Ibu dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah akan menyisihkan uang tabungan
untuk membeli buku, bukan hanya untuk jajan. Ada pula ibu yang berusaha
meminjam buku kepada tetangga, saudara atau perpustakaan. Sesungguhnya semua
ibu dapat melakukannya karena membacakan buku adalah kegiatan yang mudah dan
tidak memakan waktu. Dengan niat dan motivasi kuat, tiada hal yang tak
mungkin. Mulailah bacakan buku untuk anak-anakmu, Bu. Bukan hanya bayi dan
balita, anak-anak di atas lima tahun juga perlu dibacakan buku.

Sebelum usia SMP, kemampuan membaca anak masih kurang dibanding kemampuan
mendengar. Memulai pada anak yang lebih besar memang sulit. Terlebih lagi
pengaruh televisi, play station, dan game-game yang notabene jauh lebih
menarik. Tidak ada kata terlambat. Demi kecintaannya pada buku dan masa
depan yang lebih baik, luangkanlah waktu. Kesabaran dan usaha keras tak
pernah mengenal kata sia-sia.

*Agnes Tri Harjaningrum*
Dokter umum

*Sumber:* Republika, 28 April
2004<http://www.republika.co.id/ASP/koran_detail.asp?id=159518&kat_id=315>

sudah tau pentingnya bacain buku buat putra-putrinya?  beli buku yok ke
www.cintabunda.com


--
Tetap semangat

Rhein Astrisandy
www.cintabunda.com

Kirim email ke