Aku bantu jawab ya..
2. Susu bukan makanan utama bagi anak diatas 1 tahun jadi ga masalah jika
asupan susunya berkurang. Kenapa mbak gak bikinin dimas puding susu,
milkshake ato kasih dia yoghurt dll yang mengandung susu ?? Toh sama saja
kan. Coba mbak lebih berkreasi sedikit di dapur mencoba2 membuat makanan
buat Dimas? Puding susu, milkshake, yoghurt, ice cream, kan isinya susu juga
jadi bisa menjadi makanan tambahan yang bergizi buat dimas. Pasti dimas
tambah sayang deh ama mamanya hehehehehehehe..
1. Ini aku copy paste artikel ttg cacar itu ya..
Btw.. walopun dimas pernah diimunisasi cacar tidak berarti dimas tidak bisa
kena cacar. Namun jika dimas telah diimunisasi maka penyakitnya tidak akan
separah kalo blom diimunisasi.
==========================================
Macam-macam penyakit cacar
dr.Martin Leman, DTM&H
Kebanyakan orang pasti pernah mendengar istilah
penyakit cacar. Namun
kenyataannya tidak semua orang tahu secara persis
penyakit apa yang
dimaksud. Belum lagi ada istilah yang semakin campur
aduk, antara
penyakit cacar, cacar air, cacar ular, dan cacar
monyet. Berikut ini
uraian singkat mengenai penyakit-penyakit tersebut
yang serupa tapi
sesungguhnya tidaklah sama :
Cacar
Penyakit cacar dalam bahasa medis disebut variola,
sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut small pox. Penyakit yang
disebabkan oleh virus
poks (pox virus) ini sudah ada sejak berabad-abad yang
lalu dan sangat
mudah menular. Gejala yang terjadi bagi yang
terinfeksi adalah demam,
dan muncul gelembung-gelembung berisi nanah secara
serentak di kulit
daerah wajah, tangan, kaki, dan akhirnya seluruh
tubuh. Penyakit ini
kerap berakibat fatal, terutama bila mengenai bayi
atau lanjut usia.
Bagi yang bisa sembuh pun, akan memberikan bekas di
kulit berupa
bopeng-bopeng.
Untungnya, penyakit ini sudah tidak ada lagi dunia. Di
abad 19, seluruh
dunia berupaya memberantas penyakit ini dengan
imunisasi. Di wilayah
Indonesia, imunisasi cacar telah dilakukan sejak tahun
1856, oleh
Pemerintahan Hindia - Belanda. Setelah proses yang
panjang dan penuh
kerja keras, akhirnya penyakit ini tidak ditemukan
lagi di Indonesia
sejak tahun 1974 dan selanjutnya WHO menetapkan
Indonesia bebas dari
cacar. Berkat kerjasama seluruh dunia, akhirnya tahun
1980 pun dunia
dinyatakan sudah bebas dari penyakit cacar.
Seiring dengan musnahnya penyakit cacar ini, akhirnya
sejak saat itu
tidak lagi diperlukan vaksinasi cacar. Berita dan
pembahasannya pun
makin lama makin menghilang. Tak heran, akhirnya ada
juga sebagian orang
awam yang tidak pernah mendengar dan asing dengan
penyakit cacar ini.
Cacar Air
Cacar air, walaupun namanya mirip dengan cacar,
merupakan penyakit yang
berbeda. Cacar air, dalam bahasa medisnya disebut
'varisela', dan dalam
bahasa Inggris dinamai chicken pox. Penyakit ini
disebabkan oleh virus
yang bernama virus varisela-zoster.
Serupa dengan cacar, gejala yang muncul sama-sama ada
demam. Akan
Tetapi perbedaan terdapat pada gelembung yang muncul
kecil-kecil dan tidak
serentak, yang dimulai dari bagian tubuh penderita
lalu menjalah ke
anggota tubuh lainnya. Secara umum, penyakit cacar air
ini jauh lebih
ringan dan tidak seberbahaya penyakit cacar.
Vaksinasi penyakit ini sesungguhnya sudah ada cukup
lama, namun hingga
kini belum banyak dilakukan di Indonesia. Vaksinasi
cacar air sampai
hari ini belum menjadi bagian dari program imunisasi
dasar yang
diwajibkan, mengingat biayanya yang masih mahal
sehingga tidak semua
orang mampu menjangkaunya. Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) saat ini
menjadwalkan pemberian imunisasi cacar air ini bagi
anak usia 10 tahun
ke atas, bila memang belum terkena cacar air. Namun
jika dikehendaki dan
memang mampu, vaksin sudah boleh diberikan setelah
usia 1 tahun, dan
diulang 10 tahun kemudian untuk melindunginya saat
dewasa.
Cacar Ular
Walaupun namanya cacar ular, penyakit ini tidak
disebabkan oleh ular.
Cacar ular adalah nama awam untuk penyakit Herpes
Zoster. Penyakit ini
merupakan bentuk reaktivasi penyakit cacar air
(varisela) yang pernah
diderita seseorang sebelumnya.
Perlu diketahui, bila seseorang terkena infeksi virus
varisela-zoster
untuk pertama kali, maka akan timbul penyakit cacar
air. Setelah sembuh,
virus tersebut tidaklah musnah seluruhnya dari tubuh
penderita,
melainkan berdiam di dalam tubuh penderita, tepatnya
di ganglion saraf
tepi penderitanya. Virus yang berdiam dalam tubuh
penderita ini dapat
sewaktu-waktu muncul kembali dan menyebabkan penyakit
yang dinamai
Herpes Zoster.
Walau di dalam tubuhnya terdapat virus ini, namun
kebanyakan orang
memang tidak mengalami penyakit Herpes Zoster. Hal ini
disebabkan daya
tahan tubuh yang baik yang dapat menekan virus ini
berkembang.
Sebaliknya, pada orang yang daya tahannya sedang
menurun, tak jarang
penyakit ini tiba-tiba muncul menyerang.
Gejala yang terjadi pada penyakit ini awalnya hampir
sama dengan cacar
air, yaitu terjadi demam dan badan terasa pegal-pegal.
Selanjutnya
sedikit berbeda dengan penyakit cacar air, walaupun
virus penyebabnya
sama. Pada Herpes Zoster, gelembung muncul dalam suatu
kelompok yang
menyerupai garis lebar dengan dasar kulit kemerahan,
yang muncul dari
bagian belakang tubuh dan menjalar ke arah depan pada
salah satu sisi
tubuh. Mungkin karena gambaran kelainan yang seperti
gambar ular ini,
maka ada yang menemakannya cacar ular. Sebenarnya
gelembung ini bisa
muncul di bagian tubuh mana saja, termasuk wajah,
namun yang paling
sering adalah dari punggung ke bagian dada.
Ada mitos yang mengatakan, bila deretan gelembung
muncul dari kedua sisi
tubuh, dan kedua ujungnya bertemu, maka akan fatal
akibatnya. Mitos ini
tidaklah tepat, namun ada unsur benarnya juga. Yang
jelas, deretan
gelembung memang umumnya muncul hanya di salah satu
sisi saja. Bila
sampai muncul di kedua sisi, berarti infeksi yang
terjadi sangat berat,
dan daya tahan tubuh penderita dalam keadaan sangat
lemah dan buruk.
Tentunya kondisi fisik yang demikian ini memang
memiliki risiko yang
bisa berakibat fatal. Walaupun jarang, kasus seperti
ini dapat dijumpai
pada penderita yang mendapat terapi imunosupresan
(penekanan sistem
kekebalan tubuh) dosis tinggi dalam jangka panjang
atau pada penderita
HIV / AIDS.
Cacar Monyet
Istilah cacar monyet memang relatif tidak sepopuler
istilah cacar
lainnya yang telah disebutkan di atas. Penyakit ini
nama ilmiahnya
adalah impetigo bulosa, atau ada pula yang menamakan
impetigo
vesikulo-bulosa. Berbeda dengan jenis cacar lainnya
yang disebabkan
karena infeksi virus, cacar monyet ini disebabkan oleh
bakteri
Staphylococcus aureus.
Secara klinis, penderita tidak mengalami demam ataupun
gejala umum
seperti pada cacar air ataupun herpes zoster. Gejala
yang didapatkan
adalah adanya gelembung yang munculnya terutama di
ketiak, dada, dan
punggung. Gelembung yang muncul ini cepat pecah dan
jumlahnya tidak
begitu banyak, namun kerap kali disertai pula oleh
miliaria (biang
keringat).
Penyakit ini memang tidaklah seberat penyakit lainnya,
karena terbatas
pada lapisan kulit saja. Namun tentunya tidak berarti
tidak perlu
diobati. Apalagi karena yang menjadi penyebab adalah
bakteri, yang untuk
memusnahkannya diperlukan obat antibiotika yang
dioleskan pada tempat
yang terkena.
Ada yang mengatakan, penyakit ini disebut cacar
monyet, sebab kelainan
yang tampak di kulit memang bagi orang awam sedikit
banyak mirip dengan
penyakit cacar. Sedangkan asal usul dikaitkan dengan
monyet, konon
karena umumnya kulit terasa gatal sekali dan kerap
menyebabkan
penderitanya menggaruk-garuk tubuhnya terus menerus...
seperti monyet.
Impetigo
Overview
If you have children, you've probably dealt with an assortment of rashes and
skin irritations over the years. One of the most common of these is impetigo
¡X
a skin infection that mainly affects infants and children. Impetigo usually
appears on the face, especially around a child's nose and mouth. And
although it
commonly occurs when bacteria enter the skin through cuts or insect bites,
it
can also develop in skin that's perfectly healthy.
Impetigo starts as a red sore that quickly ruptures, oozes for a few days
and
then forms a yellowish-brown crust that looks like honey or brown sugar. The
disease is highly contagious, and scratching or touching the sores is likely
to
spread the infection to other parts of the body as well as to other people.
Impetigo is seldom serious, and minor infections may clear on their own in
two
to three weeks. But because impetigo can sometimes lead to complications,
your
child's doctor may choose to treat it with an antibiotic ointment or oral
antibiotics. Your child can usually return to school or a child-care setting
as
soon as he or she isn't contagious ¡X often within 24 hours of starting
antibiotic therapy.
You can help prevent the infection by taking good care of your child's skin.
Use
soap and water when bathing your child, and pay special attention to cuts,
rashes, insect bites and allergic reactions. If anyone in your family does
develop impetigo, a few simple measures can help keep the infection from
spreading.
Signs and symptoms
Several types of impetigo exist, with differing signs and symptoms.
Impetigo contagiosa
The most common is impetigo contagiosa, which usually starts as a red sore
on
your child's face, most often around the nose and mouth. The sore ruptures
quickly, oozing either fluid or pus that forms a honey-colored crust.
Eventually
the crust disappears, leaving a red mark that heals without scarring. The
sores
may be itchy, but they aren't painful.
Your child isn't likely to have a fever with this type of impetigo but may
have
swollen lymph nodes in the affected area. And because it's highly
contagious,
just touching or scratching the sores can spread the infection to other
parts of
your child's body.
Bullous impetigo
Bullous impetigo primarily affects children younger than two years and
infants.
It causes painless blisters ¡X usually on the trunk, arms and legs. The
blisters
may be large or small and may last longer than sores from other types of
impetigo. Bullous impetigo may cause other signs and symptoms, including:
h Fever
h Diarrhea
h General weakness
Ecthyma
Ecthyma is a more serious form of impetigo in which the infection penetrates
deep into the skin's second layer (dermis). Signs and symptoms include:
h Painful fluid- or pus-filled sores that turn into deep ulcers, usually on
the
legs and feet
h A hard, thick, gray-yellow crust covering the sores
h Swollen lymph glands in the affected area
h Scars that remain after the ulcers heal
Causes
The usual cause of impetigo is the bacterium Staphylococcus aureus, although
another bacterium, Streptococcus pyogenes (Group A beta-hemolytic
streptococcus), may also cause or contribute to the condition. Both types of
bacteria can live harmlessly on your skin until they enter through a cut or
other wound and cause an infection.
In adults, impetigo is usually the result of injury to the skin ¡X often by
another dermatological condition such as dermatitis. Children are commonly
infected through a cut, scrape or insect bite, but they can also develop
impetigo without having any notable damage to the skin. Impetigo that
strikes
healthy skin is called primary impetigo. Secondary impetigo occurs following
an
injury to your skin's protective barrier.
You're exposed to the bacteria that cause impetigo when you come into
contact
with the sores of someone who's infected or with items they've touched, such
as
clothing, bed linen, towels and even toys. Once you're infected, you can
easily
spread the infection yourself.
Staph bacteria produce a toxin that seems to make impetigo especially
infectious. The toxin attacks a protein that helps bind skin cells together.
Once this protein is damaged, germs can spread quickly.
Risk factors
Although anyone can develop impetigo, children ages 2 to 6 years and infants
are
most likely to become infected. Children are especially susceptible to
infections because their immune systems are still developing. And because
staph
and strep bacteria flourish wherever groups of people are in close contact,
impetigo spreads easily in schools and child-care settings.
Other factors that increase the risk of impetigo include:
h Direct contact with an adult or child who has impetigo or with
contaminated
towels, bedding or clothing
h Crowded conditions
h Warm, humid weather ¡X impetigo infections are more common in summer
h Participation in sports that involve skin-to-skin contact, such as
football
or wrestling
h Having chronic dermatitis, especially atopic dermatitis
Older adults and people with diabetes or a compromised immune system are
especially likely to develop ecthyma, the most serious form of impetigo.
Screening and diagnosis
Doctors usually diagnose impetigo simply by looking at the lesions on a
child's
skin. But sometimes they use a cotton swab to gently remove a small bit of
material from one of the sores. This takes just a minute and shouldn't hurt.
The
material is then sent to a lab where it's grown on a special medium
(culture)
and checked for the presence of bacteria.
If you have a newborn with bullous impetigo, your baby is likely to be
referred
to a neonatologist for care.
Complications
Impetigo isn't dangerous, but sometimes it may lead to serious
complications,
including:
h Poststreptococcal glomerulonephritis (PSGN). This kidney inflammation may
develop after a streptococcal infection such as strep throat or impetigo. It
occurs when dead bacteria and antibodies become trapped in the small tubes
that
filter waste in your kidneys (glomeruli). Although most people recover
without
any lasting damage, PSGN can sometimes lead to kidney failure. Signs and
symptoms of PSGN commonly appear about two weeks after an infection. They
include facial swelling ¡X especially around the eyes ¡X decreased
urination,
blood in the urine, high blood pressure and stiff or painful joints. Most
often,
PSGN affects boys between the ages of 3 and 7 years. Adults who develop PSGN
tend to have more serious symptoms than children do and are less likely to
make
a full recovery. Although antibiotics can clear up strep infections, they
don't
prevent PSGN.
h Meningitis. This is a serious infection and inflammation of the membranes
and
fluid surrounding your brain and spinal cord. Newborns with bullous impetigo
are
especially at risk. Meningitis usually starts suddenly with a high fever,
severe
headache and vomiting. As the disease progresses, the brain begins to swell
and
eventually to bleed. Without immediate treatment, children with meningitis
may
develop hearing loss, brain damage, blindness, learning disabilities and
behavioral problems. The disease is fatal in about 10 percent of cases.
h Cellulitis. This potentially serious infection affects the tissues
underlying
your skin and eventually may spread to your lymph nodes and bloodstream.
Left
untreated, cellulitis can quickly become life-threatening.
Treatment
The treatments for impetigo may vary depending on your child's age, the type
of
impetigo and the severity of the infection. Treatments include:
h Hygienic measures. Sometimes your doctor may choose to treat minor cases
of
impetigo with hygienic measures. Keeping your child's skin clean and
bacteria-free can help mild infections heal on their own.
h Topical antibiotics. In some cases, doctors may prescribe an antibiotic
that
you apply to your child's skin (topical antibiotic), such as mupirocin
ointment
(Bactroban). Topical antibiotics avoid side effects such as diarrhea that
can
result from oral medications, but as with oral antibiotics, bacteria can
become
resistant to them over time.
h Oral antibiotics. Your doctor is likely to prescribe an oral antibiotic
for
ecthyma and severe cases of impetigo contagiosa. The type of antibiotic will
depend on the severity of the infection and any other allergies or
conditions
your child might have. Be sure to finish the entire course of medication
even if
your child seems better. This helps prevent the infection from recurring and
makes antibiotic resistance less likely.
Prevention
Keeping your child's skin clean is the best way to keep it healthy. Treat
cuts,
scrapes, insect bites and other wounds right away to prevent infection. If
someone in your family already has impetigo, follow these measures to help
keep
the infection from spreading to others:
h Gently wash the affected areas with mild soap and running water and then
cover lightly with gauze. Regular use of antibacterial soaps may not be
effective and can create antibiotic-resistant bacteria.
h Wash an infected child's clothes, linens and towels every day and don't
share
them with anyone else in your family.
h Wear gloves when applying any antibiotic ointment and wash your hands
thoroughly afterward.
h Cut an infected child's nails short to prevent scratching.
h Encourage your child to wash his or her hands frequently.
h Keep your child home until your doctor says he or she isn't contagious.
Self-care
For minor infections that haven't spread to other areas, try the following:
h Soak the affected areas of skin with a vinegar solution ¡X one tablespoon
of
white vinegar to one pint of water ¡X for 20 minutes. This makes it easier
to
gently remove the scabs.
h After washing the area, apply an over-the-counter antibiotic ointment
three
or four times daily. Wash your skin before each application, and pat it dry.
h Avoid scratching or touching the sores as much as possible until they
heal.
Applying a non-stick dressing to the infected area can help keep impetigo
from
spreading.
was Cacar Air/varicella/Chicken Pox:
.........
ngomongin soal cacar air,...
pengobatannya katanya ada yg bisa pake parutan jagung yg di tempel atau di
oleskan ke tubuh balita kita
gunanya untuk mengurangi rasa gatal memberikan efek mendinginkan dan juga
katanya lagi nggak akan membekas
luka2 cacarnya itu (menurut hemat saya sih nggak ada bekas karena rasa gatal
hilang karena pake parutan jagung ini, ;) )
nah kemaren saya baca majalah/novel luar, disana di ceritakan anaknya lagi
kena cacar air dan dianjurkan berendam dengan air perasan havermut 3 kali
sehari, disamping mengurangi gatal dan mendinginkan juga lebih cepat kering
katanya ......
..........
Baru-baru ini juga di mobil saya sempat dengar dari siaran radio tentang
treatment cacar air dengan oatmeal bath (sayang nggak tuntas dengerinnya
:)).
Kelihatannya, oatmeal bath ini semacam pengobatan tradisional/decoction-nya
orang bule, sama seperti kita pakai daun jarak, bawang merah, kencur, jeruk
nipis, minyak kelapa, dll. Mungkin fungsinya sama dengan parutan jagung
(refer to kandungan dan komposisi jagung dan cereal sebagai sesama nutrisi
berkabohidrat tinggi dan mikronutrien-nya yang hampir serupa).
Salah satu khasiat medis oatmeal memang untuk shooting the itchy skin. Dari
info lain, disebutkan juga bisa sebagai treatment eczema.
After all, ini mungkin bisa semakin mendukung opini bahwa cacar air termasuk
penyakit infeksi virus yang tidak membutuhkan pengobatan antibiotik.
Ternyata ada yang diciptakan Tuhan dan disediakan alam bisa juga digunakan
dengan khasiat yang kurang lebih sama sekaligus meminimalkan kontak langsung
tubuh kita dengan zat-zat kimia via pengobatan oral.
Apalagi kalau anak kecil yang umumnya mengalami cacar air yang 'mild', cukup
home-treatment (dengan berbagai alternatif mulai dari mandi - dengan PK,
parutan jagung, oatmeal - serta penggunaan bedak) yang membantu mengurangi
sakit, gatal, tidak nyaman dan menghilangkan bekas cacar. Let time and
immune system do their job for body recovery :)
Oya, ada cuplikan artikel tentang treatment seperti ini. Saya posting di
sini untuk jadi tambahan info, mungkin bisa jadi alternatif kalau stok
jagung di rumah tidak ada :)
HOW TO DEAL WITH CHICKEN POX IN A NATURAL WAY
(from the book Natural Medicine - by Beth MacEoin)
ALTERNATIVE TREATMENTS
It is worth noting that for chickenpox it is quite appropriate to give the
indicated internal remedy while also applying a topical preparation to the
skin.
If there are any signs that you may be getting out of your depth with
self-help measures, do not hesi­tate to seek advice from a trained
practitioner.
TOPICAL PREPARATIONS
Lotions, creams or essential oils can he applied to the skin to soothe and
heal. Choose from any of the following, bearing in mind that none of the
substances mentioned for application to the skin should he taken by mouth.
Home remedies. Once the spots have emerged, itchy skin can be effectively
soothed by letting your child soak in an oatmeal bath. Put a generous
handful of oats in a bag of fine-textured gauze or muslin and suspend it
under the hot-water tap while the bath is filling. However, test the
temperature of the bathwater in order to make sure that it is comfortably
warm rather than too hot.
. Irritation and itching may be eased by soaking in a very dilute solution
of' cider vinegar: for the correct proportion add one cup of cider vinegar
to a generous bathful of warm water.
. Scarring from chickenpox spots can be discouraged by applying vitamin E
oil to areas that have become scarred or discolored.
. Skin condition in general can also be improved by encouraging your child
to take foods seasoned by garlic and parsley.
Aromatherapy oils
. Make an aromatic rub by adding live drops of ravensar (Ravensara
aromatica) to two teaspoons of carrier oil. Paint the affected areas with
the balm, avoiding broken skin.
. A warm water bath using five drops of lavender (Lavendula angustilolia),
well dispersed, is comforting. But do not use for children under three.
Herbal preparations
. If skin is maddeningly itchy, add Urtica dioica (stinging nettle) tincture
to the bathwater to soothe irritated skin. The diluted tincture may also be
used to bathe itchy areas as often as required. (One part of tincture should
he diluted in ten parts of boiled, cooled water and applied with soft cotton
wool pads.)
. If the spots are proving painful as well as itchy, child may respond
better to a mixture of Hypericum and Calendula tincture. This combination
has the advantage of promoting pain relief, while also encouraging rapid
healing of the skin and discouraging secondary infection.
. Once the rash has been bathed with the appropriate diluted tincture, your
child may be made comfortable by the application of marigold cream.
Although this formulation can also be obtained as an ointment, it is
preferable to choose the cream, since this is less moisturizing and less
likely to keep the spots moist. This cream is especially useful if' the skin
has been broken by scratching, and it is necessary to take steps to guard
against infection setting in.
Ada lagi artikel lain yg diposting Mbak Luluk Lely S.
Original Article:
http://www.mayoclinic.com/invoke.cfm?id=DS00053
Chickenpox
Prevention
The chickenpox (varicella) vaccine is the best way to prevent chickenpox.
Experts from the Centers for Disease Control and Prevention (CDC) estimate
that the vaccine provides complete protection from the virus for 80
percent to 90 percent of people who receive it. When the vaccine doesn't
provide complete protection, it significantly lessens the severity of the
disease.
The chickenpox vaccine (Varivax) is recommended for:
- Young children. In the United States, children receive one dose of the
varicella vaccine between 12 and 18 months of age, as part of a routine
immunization schedule.
- Unvaccinated older children. Children between 19 months and 13 years of
age who haven't had chickenpox should also receive one dose of the
vaccine.
- Unvaccinated adults who've never had chickenpox but are at high risk of
exposure. This includes health care workers, teachers, child-care
employees, international travelers, adults who live with young children
and all women of childbearing age. Adults and children older than 13
who've never had chickenpox or been vaccinated usually receive two doses
of the vaccine, four to eight weeks apart.
If you don't remember whether you've had chickenpox or the vaccine, a
blood test can determine your immunity.
If you've had chickenpox, you don't need the vaccine. A case of the
chickenpox usually makes a person immune to the virus for life. It's
possible to get chickenpox more than once, but it's not common.
The vaccine isn't approved for:
- Pregnant women
- People with weakened immunity
- People who are allergic to gelatin or the antibiotic neomycin
- Talk to your doctor if you're unsure about your need for the vaccine. If
you're planning on becoming pregnant, consult with your doctor to make
sure you're up-to-date on your vaccinations before conceiving a child.
Is it safe and effective?
Parents typically wonder whether vaccines are safe. Since it became
available, this vaccine has been given to millions of people. Studies
continue to show the vaccine to be safe and effective. Side effects are
generally mild and include redness, soreness, swelling and, rarely, small
bumps at the site of the shot.
Experts believe that protection from the chickenpox vaccine will last at
least 10 to 20 years and perhaps longer, but it's too early to tell
whether a booster shot may be necessary later in life. Some vaccines
require booster doses. Time and study will tell if Varivax is one of them.
Minggu, 27 Nopember 2005
Konsultasi
Apa Itu Cacar Monyet?
Assalamualaikum wr wb
Prof Zubairi yth,
Anak saya, tujuh tahun, tiga hari yang lalu di kulitnya timbul bintil-bintil
yang berisi air, yaitu awalnya di kaki, kemudian timbul pula di tangan,
badan,
leher, dan akhirnya menyebar ke wajah. Sebelum timbul bintil-bintil sampai
saat
ini anak saya tidak demam atau merasa lemas. Saya khawatir anak saya sakit
cacar
air yang sangat menular itu. Kemudian oleh dokter spesialis anak dikatakan
anak
saya menderita cacar monyet. Dokter meresepkan obat gatal, antibiotik,
salep,
dan cairan antiseptik untuk mandi.
Pertanyaan saya:
* Dokter mengatakan penyakit ini timbul karena kulit kurang bersih, padahal
saya
merasa anak saya cukup terjaga kebersihannya. Sebelum ini saya belum pernah
mendengar orang sakit cacar monyet. Apakah karena pernah kontak dengan
monyet?
Sewaktu liburan kemarin (sekitar dua minggu yang lalu) kami memang pergi ke
tempat wisata yang banyak monyetnya di Bali.
* Apa bedanya cacar monyet dengan cacar air? Karena bintil-bintilnya mirip
sekali dengan cacar air. Sampai kapan cacar monyet dapat menular?
Terimakasih atas jawaban dari dokter.
Vania, Jakarta
Waalaikumussalam wr wb
Ibu Vania,
Cacar monyet atau cacar api disebabkan infeksi kulit oleh bakteri, biasanya
jenis Stafilokokus. Jadi, berbeda dengan cacar air yang disebabkan oleh
virus
varicela-zoster.
Cacar monyet tidak terkait dengan kontak langsung dengan monyet. Mungkin
jika
tempatnya jorok dan saat itu ada luka/iritasi kulit, maka kuman dapat masuk.
Perlu diketahui, istilah ini berbeda dengan monkeypox yang beberapa tahun
lalu
sempat menjangkiti Amerika, karena monkeypox disebabkan virus. Virus
tersebut
menyerang monyet dan ditularkan melalui binatang pengerat. Istilah medis
untuk
cacar monyet 'ala' Indonesia adalah impetigo bulosa/vesikobulosa.
Saya juga tidak tahu mengapa penyakit ini disebut cacar monyet. Ada yang
mengatakan karena bintil di kulit timbul berpindah-pindah seperti monyet di
pohon. Bintil pindah dan menyebar ke tempat lain, biasanya karena anak
menggaruk
bintil yang pecah kemudian memegang kulit yang lain. Sementara istilah cacar
api
didasarkan pada luka akibat bintil yang pecah yang menyerupai sundutan
rokok.
Sebenarnya, bakteri sehari-harinya memang selalu ada di kulit. Kulit yang
sehat
dapat menjadi penghalang bakteri masuk ke dalam lapisan kulit. Hanya jika
terjadi luka pada kulit seperti gigitan serangga, luka akibat garukan,
alergi/eksim, atau jika kulit lembab terus-menerus (biasanya pada bayi
akibat
pemakaian diapers yang terlalu lama), maka benteng pertahanan kuman di kulit
menjadi jebol.
Risiko terinfeksi pada anak lebih besar, walaupun mungkin kita selalu
berusaha
menjaga kebersihannya. Anak sering memasukkan tangan ke hidung,
mengigit-gigit
kuku, mobilitasnya juga tinggi sehingga mudah terluka. Bintil-bintil pada
cacar
monyet memang dapat mirip sekali dengan cacar air. Tempat timbulnya juga
hampir
sama, yaitu di dada, punggung, dan wajah. Biasanya pada cacar monyet, tidak
timbul panas tinggi sebelumnya, bahkan sesudah timbul bintil. Namun jika
infeksi
berat, dapat pula timbul panas.
Kondisinya juga secara umum baik, artinya anak tidak merasa lemas, nafsu
makannya tidak berkurang, dan tetap bermain seperti biasa. Sementara pada
cacar
air biasanya didahului dengan gejala seperti selesma, demam, dan anak merasa
lemas. Sebenarnya gambaran bintilnya juga agak berbeda, hanya mungkin agak
sulit
dibedakan oleh orang awam.
Terdapat perbedaan pada cara penularan. Cacar air dapat menular melalui
inhalasi, misalnya percikan ludah atau cairan dari bintil yang pecah yang
mengandung virus, jika kemudian terhirup maka dapat menular. Oleh karena
itu,
bintil pada cacar air harus diusahakan tidak pecah, untuk mengurangi risiko
penularan.
Cacar monyet menular melalui kontak dengan kulit atau pemakaian barang yang
sama
dengan penderita. Sama dengan cacar air, jika luka sudah mengering maka
sudah
tidak menular lagi. Bahkan sebenarnya, dengan pemberian antibiotika yang
tepat,
anak Ibu sudah tidak menularkan lagi penyakitnya setelah dua hari (48 jam)
sejak
antibiotika diberikan.
Ibu tidak perlu terlalu khawatir, karena penyakit ini hanya menyerang
lapisan
terluar dari kulit, jadi lukanya biasanya cepat sembuh. Kecuali jika ada
super-infeksi (infeksi oleh berbagai macam bakteri) sehingga penyakit
menjadi
berat. Biasanya bekas-bekas luka sudah membaik dalam dua minggu, bahkan
seringkali sebelum itu pun bekasnya sudah tidak begitu jelas lagi.
Untuk itu, antibiotika dari dokter harus diminum teratur sesuai petunjuk
dokter.
Gunting dan kikir kuku anak Ibu serta ingatkan untuk jangan menggaruk.
Anjurkan
juga untuk sering cuci tangan. Mandi seperti biasa dengan air hangat yang
dicampur cairan antiseptik. Sebaiknya handuk dicuci setelah dipakai,
terutama
jika luka belum kering. Bintil yang sudah pecah diolesi cairan antiseptik,
kemudian setelah mengering diberi salep antibiotik.
(Prof dr Zubairi Djoeban SpPD KHOM )
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=223329&kat_id=123
Moga membantu'
Patty -Viany's Mom-
From: Devi Wijayanti <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Krumut (Gabaken )
Date: Wed, 11 Jan 2006 10:05:19 +0800
Helloo semua, apa kabar...
Baru balik dari cuti dan baru sign in lagi di Balita anda.
Ada beberapa pertanyaan yg mau tak sampaikan, mohon share nya ya..:
1. 2 hari yang lalu Dimas 22 bulan, badannya panas..tp dia tetap aktif.
Trus kemaren pagi keluar Krumut di badannya (Gabak-en). Suamiku lgs belikan
air kelapa muda. Yg mau tak tanyakan Krumuten or gabaken itu penyebabnya
dari apa?? And bisa terjadi lagi nggak besok2 nya. apa gabaken ini termasuk
jenis penyakit Cacar?? Karena Dimas pernah di vaksin Cacar tp koq kena jg.
2. selama aku cuti 13 hari kemaren, Dimas full minum Asi... ternyata
pas aku balik kerja, dia nggak mau lagi minum susu formulanya... sampai
susu
nya aku ganti jg tetep nggak mau.. dia minum susu nunggu aku istirahat
kerja
jam 12 sama jam 17 setelah balik kerja aja. Yg mau tak tanyakan apa nggak
ada masalah kalau konsumsi susunya mulai berkurang??
Mohon maaf apabila pernah di bahas sebelumnya ya..
Salam,
Bundanya Dimas
_____________________________________________________________________
IMPORTANT - This email and any attachments may be confidential and
privileged. If received in error, please contact Thiess and delete all
copies. You may not rely on advice and documents received by email unless
confirmed by a signed Thiess letter. This restriction on reliance will not
apply to the extent that the above email communication is between parties
to a contract and is authorised under that contract. Before opening or
using attachments, check them for viruses and defects. Thiess' liability
is limited to resupplying any affected attachments.
_________________________________________________________________
FREE pop-up blocking with the new MSN Toolbar - get it now!
http://toolbar.msn.click-url.com/go/onm00200415ave/direct/01/
================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]