Ya...Allah terimalah dia disisimu, dan aku mohon..
tuntunlah hati dan jiwa kami, agar hal ini tidak menimpa anak2 tercinta
kami, anugrah yg Kau titipkan kepada kami, limpah kan rasa kasih sayang
kepada kami, agar banyak punya curahan kasih sayang yg kami tumpahkan kepada
titipan-Mu ini.

Betty,MamanyaA3
ygsakithatiamatuhsipamanbejadandsimamasadis.
----- Original Message -----
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Wednesday, January 18, 2006 1:06 AM
Subject: [balita-anda] Taman Yang Paling Indah Hanya Taman Kami


>
>
>
> satu lagi contoh kekerasan pada
> anak2.....................tragis.................
>
> ____________________________________________________
> Allah yang baik,
> senang deh aku sudah di sini
> tak ada lagi mama yang galak
> dan paman yang sering membentak
>
> Allah yang baik,
> bolehkah aku bergabung
> dengan teman-temanku di sebelah sana
> yang sedang menyanyi gembira,
> "taman yang paling indah hanya taman kami..."
>
> aku suka sekali lagu itu
> tapi tak pernah bisa menyanyikannya sepenuh hati
> karena sebelum ini,
> aku hanya bisa mendengar lagu itu
> dari balik dinding rumah
> sayup-sayup
> seperti memanggil-manggil untuk bergabung, bergembira
> tapi aku bukan burung yang punya sayap
> aku tak bisa terbang ya Allah,
> keluar barang sebentar dari rumahku yang pengap
>
> Setiap pulang sekolah
> dan ayah sedang tak ada di rumah
> paman menyuruhku rebah
> kadang-kadang menghadapnya, kadang-kadang
> membelakanginya.
> lalu aku tak tahu apa yang dilakukannya, ya Allah
> tapi rasanya sakit sekali
> badanku sakit
> tulangku sakit
> pahaku sakit
> mataku sakit
> karena airmataku habis menahan jerit.
>
> Allah yang baik,
> aku kangen ibu, bukan mama
> mama bukan ibu yang melahirkanku
> mama adalah istri ayah yang baru
> yang lebih sayang pada anaknya sendiri
> bayi mungil yang lucu
>
> aku sih sayang pada adikku itu, ya Allah.
> tapi aku takut, setiap kali aku mencium adik
> tangan mama mampir di wajahku,
> rasanya lebih sakit dari kejedot kusen pintu.
> setiap kali aku mencubit pipi montok adik
> tangan mama memuntir kupingku
> sampai hampir putus rasanya, ya Allah.
> mungkin satu kali pernah berdarah aku tak ingat lagi
>
> Allah yang baik,
> pernah satu kali mama membekap mulutku rapat-rapat
> aku seperti ikan di pasar, yang megap-megap ingin
> hidup
> aku menjerit memanggil-manggil ayah
> tapi mama semakin kencang mencekik leherku
> seperti film-film pembunuhan yang pernah kulihat
> di televisi. betul ya Allah, aku nggak bohong, lho.
> di sekolah aku kan diajar bu guru nggak boleh bohong,
> baik kepada orang lain apalagi kepada Allah.
>
> Tapi mungkin memang aku yang cengeng ya Allah,
> aku selalu menangis bila paman
> melakukan terus menerus perbuatannya yang membuatku
> sakit
> aku pernah berpikir untuk mengambil pisau dan
> menusuknya seperti pada sinetron-sinetron yang pernah
> kulihat.
> tapi aku tak pernah berani.
> bahkan ketika ayah sedang di rumah, dan memelukku pun,
> aku tak berani bercerita apa-apa kepadanya.
>
> Di buku-buku cerita, aku lihat anak-anak seumurku
> selalu manja
> pada ayah dan ibunya
> mereka bisa naik pundak sampai menginjak kepala
> lalu tertawa-tawa bersama.
> lalu orangtua menggelitiki perut anak-anaknya
> menciumi sepuasnya-puasnya, sampai si anak memang
> rasanya
> seperti hampir mati juga
> tapi mati karena rasa geli dan bahagia
> mengapa hal itu tak pernah terjadi padaku, ya Allah?
>
> Apakah para penulis di buku-buku cerita itu berbohong,
> mereka hanya mengarang yang indah-indah saja?
> kalau begitu hukumlah mereka ya Allah
> karena membuat anak-anak sepertiku tambah sedih
> tak pernah merasakan apa yang mereka tulis di
> buku-buku itu.
>
> Teman-temanku di sekolah selalu ngomong tentang plei
> stesyen
> dan boneka berbi,
> aku tak pernah iri lho, ya Allah.
> bener deh, suwer!
> aku tak pernah iri soal mainan
> aku ingin hanya ada dua ciuman berbarengan
> dari mama di pipi kanan, dari ayah di pipi kiri
> kalau ayah pulang ke rumah,
> mama kadang-kadang mau tersenyum padaku, aku akui itu
> ya Allah,
> tapi tetap saja dia tidak pernah mau menciumku.
>
> Aku ingin sekali ingin bercanda dengan mama dan adik
> kecilku yang lucu,
> apalagi kalau ayah sedang tidak di rumah.
> tapi selalu aku disuruh mama menemani paman,
> yang membuatku terus menjerit kesakitan.
>
> Ya Allah,
> kenapa mama tak pernah mengelus airmataku ketika aku
> kesakitan?
> kenapa mama malah menampar wajahku berulang kali?
> kenapa mama malah membekap mulutku begitu kencang?
> kenapa mama malah mencekik leherku seperti teman-teman
> mencekik belut sampai mata pada perlombaan tujuh belas
> agustus di sekolah?
>
> Allah yang baik,
> tapi sekarang aku gembira, suwer!
> di sini banyak sekali teman-temanku
> yang bernyanyi riang.
>
> bolehkah aku bergabung dengan mereka sekarang ya
> Allah,
> aku ingin sekali menyanyikan, "taman yang paling
> indah..."
> mumpung sedang nggak ada mama dan paman.
> boleh ya?
>
> Oh iya, kalau Allah nggak keberatan
> sekalian panggil saja semua kawan-kawanku yang tak
> pernah menyanyikan
> lagu di rumah mereka dengan bahagia. semua
> kawan-kawanku yang selalu menangis kesakitan.
>
> biarkan kami semua bernyanyi di sini saja ya Allah,
> menyanyi bersama-sama, menari bersama-sama, tertawa
> bersama-sama,
> berpelukan bersama-sama, dorong-dorongan,
> pukul-pukulan, cubit-cubitan,
> lalu menyanyi lagi bersama-sama sambil bergandengan
> tangan.
>
> boleh kan ya Allah?
>
> oh iya, sebelum aku bergabung bersama teman-teman di
> sana,
> namaku Riska Rosiana.
> Allah bisa memanggilku Riska atau Rosi,
> atau dipanggil Ana juga boleh.
>
> Dadah Allah,
> aku mau ikut nyanyi dulu ya?
> Allah nggak akan marah seperti mama, 'kan?
>
>
>
> akmal n. basral
> jakarta. 17.01.06
>
> * * * *
>
>
> ANAK-ANAK ITU PERGI DENGAN LUKA
>
> ...
>
>
> ***
>
> LUPAKAN sejenak kepedihan Lintar. Lihatlah kegemparan
> yang meledak di Perumahan Sengkang, Cilincing, Jakarta
> Utara, pada suatu pagi Senin dua pekan lalu. Warga
> menemukan pemandangan mengenaskan. Riska Rosiana, 7
> tahun, meninggal di rumahnya dengan sebagian tubuhnya
> sudah dikerumuni semut. Di rumah petak itu pelajar
> kelas dua Madrasah Al-Islamiyah tersebut tinggal
> bersama ayahnya, Daeng Amran, 55 tahun, dan ibu
> tirinya, Idawati, 39 tahun, dan seorang adik tirinya
> yang berumur 14 bulan.
>
> Riska meregang nyawa dengan kepedihan. Malam sebelum
> ia meninggal, ia diperkosa dan disodomi oleh adik
> ibunya, Ambo Ase, 25 tahun, di kamarnya. Tindakan sang
> paman membuat Riska menangis kesakitan. Gadis cilik
> ini membawa tangisnya ke ruang tamu. Bukannya bantuan
> yang datang, tangis itu justru membuat Idawati murka.
> Idawati naik pitam dan membekap mulut Riska dengan
> kain dan kemudian mencekiknya. Riska terdiam. Idawati,
> yang menyangka bocah perempuan itu sudah tertidur,
> segera meninggalkan Riska. Ia tak sadar, saat itu
> bocah malang tersebut sudah menjadi mayat.
>
> Kepada tetangganya, Idawati dan Amran, suaminya, yang
> baru pulang pada pagi hari, menyatakan Riska meninggal
> karena sakit. Tapi sejumlah warga yang curiga
> melaporkan peristiwa tersebut ke polisi. Polisi datang
> dan mengirim mayat itu ke RSCM. Dokter Mun'im Idris,
> pakar forensik yang melakukan autopsi terhadap jasad
> Riska, memastikan: bocah malang itu meninggal karena
> kehabisan napas akibat cekikan. "Ada bekas kuku di
> dekat telinganya," kata Mun'im.
>
> Idawati dan Ambo kini mendekam di tahanan Polsek
> Cilincing. Ambo mengaku perbuatan bejatnya itu sudah
> dilakukannya selama dua bulan. "Saya sudah sepuluh
> kali memperkosa Ika," katanya. Idawati juga mengaku
> dirinya mencekik Riska. "Karena tidak diam-diam, dia
> saya cekik dan mulutnya saya sumpel pakai kain,"
> ujarnya. Polisi menjerat Ambo dan Idawati dengan
> pasal-pasal KUHP tentang perbuatan cabul terhadap anak
> dan menghilangkan nyawa orang. Ancaman terhadap pelaku
> perbuatan ini, penjara 15 tahun. Selain itu, ujar
> Kapolres Jakarta Utara Komisaris Besar Dede Suryana,
> kedua orang ini akan dijerat dengan Undang-Undang
> Perlindungan Anak.
>
> Adapun jasad Riska kini sudah terbaring di kampung
> halaman ibu kandungnya di Desa Tanjungkerta,
> Indramayu. Sejumlah warga menancapkan pisau dan alu di
> atas kuburannya. Warga percaya arwah Riska akan
> menuntut balas. "Gunakan pisau itu untuk membalas
> dendam, Nak. Balaskan kemarahan kami...," ujar
> sejumlah warga sambil menaburkan kembang di atas
> pusara Riska.
>
> ***
>
> Sumber: Tempo, 16 Januari 2006
>
>
> _________________________________________________________________
> The information transmitted is intended only for the person or entity to
> which it is addressed and may contain confidential and/or privileged
> material.  Any review, retransmission, dissemination or other use of, or
> taking of any action in reliance upon, this information by persons or
> entities other than the intended recipient is prohibited.   If you
> received
> this in error, please contact the sender and delete the material from
> any
> computer.
>
>
> ========================================================
> Note: This email has been scanned by INDOSAT IMSS System
> ========================================================
>
> scanned by Indosat TM-IMSS System
>
>
>



================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke