Sumber: Ibu-ibu DI Tanya
Ibu, seberapa penting ya 'mikirin' kalau beli barang itu atas nama suami atau istri? misalnya beli kendaraan atau rumah. Gara-gara kemarin aku beli motor, terus temanku iseng sekali tanya; aku beli atas nama siapa? Aku juga tidak tahu, karena buat aku kalau hanya motor tidak masalah atas nama siapa, kalau rumah baru-lah dipikir, eh bisa atas nama berdua tidak ya? [DRS] Jawab Bisa mbak, sertifikat rumah bisa atas nama berdua, ini berdasar pengalamanku. Tapi kata notaries yang kita pakai waktu itu, atas nama suami saja juga aman, karena kalaupun dijual pasti harus atas persetujuan istri [Mei] O begitu ya, jadi sebenarnya tidak terlalu penting ya, kalau kendaraan bermotor bagaimana? Sepertinya tidak perlu ijin suami/istri ya? Pengalaman ibu lainnya sendiri bagaimana? Kalau mau menentukan atas nama istri atau suami berdasarkan apa? [DRS] Menarik juga pertanyaan mbak. Kalau aku penting tidak penting kali ya. Kalau pengalamanku dari awal pernikahan sampai sekarang kalau beli apa-apa atas namaku. Tapi semua itu pertimbangannya untuk kemudahan saja. Kebetulan suamiku itu kerjanya buka usaha sendiri sedang aku kerja kantor. Sedangkan kalau kita mau beli apa-apa apalagi yang kredit pasti diminta slip gaji, dan lain sebagainya. Suamiku tidak begitu perhatian sama yang seperti itu makanya apapun selalu pakai namaku. Dari beli motor, rumah bahkan sampai tabunganpun tidak ada yang pakai nama dia. Aku sudah pernah singgung masalah ini cuma dianya tidak peduli. Kebetulan aku juga tidak mempermasalahkan. Walaupun dalam prakteknya dia yang bayar cicilan atau kalau dia pas tidak punya uang aku yang bayari dulu nanti kalaus dia sudah ada uang dia ganti ke aku. Padahal aku tidak minta diganti mbak. Namanya hidup berumah tangga tidak bisa mikiri diri sendiri cuma suamiku ya begitu itu. Jadi kalau menurut aku tergantung kitanya saja. Soalnya kalau terlalu perhitungan rasanya kok tidak baik. Tapi aku tidak tahu ibu yang lain bagaimana [Ss] Setahuku, hukum waris menghitungnya salah satunya berdasarkan itu. Sering dengar, kalau menghitung waris, misalnya suami yang meninggal, maka istri dapat sekian, anak perempuan dapat sekian, yang laki dapat sekian. Sedangkan kalau istri yang meninggal maka pembagiannya sekian sekian. Aku pernah tanya, berarti beda kalau istri meninggal sama kalau suami meninggal. Terus yang dibagi semua harta atau harta salah satu saja. Ternyata yang dibagi bagi cuman harta salah satu. Terus aku tanya lagi, kalau salah satu, bagaimana cara menghitungnya. Pertama, kalau maharnya utuh (kali saja bentuk rumah), ini murni harta istri. Terus kalau ada harta dilihat kepemilikannya, tepatnya dilihat dari surat-suratnya tertulisnya milik siapa. Nah, kepemilikannya sesuai surat-surat itu. Sisanya, baru ditaksir. Jadi kalau barang barang di rumah atas nama suami semua, apabila suatu saat suami meninggal, maka semua harta itu berarti termasuk warisan yang kudu dibagi. Eh, ini menurut Islam lho [TVH] Kalau suami warga negara asing bagaimana? Terus terang aku kaget juga waktu dengar kalau ternyata perempuan Indonesia yang menikah dengan warga negara asing tidak punya hak atas kepemilikan benda-benda yang bernilai seperti rumah, tanah dan lainnya. Aku pernah juga nonton acara "perempuan"-metro tv. Nara sumbernya -lupa aku- cerita kalau beliau sampai numpang pake nama mamanya untuk beli mobil dan tidak bisa investasi. Sayang berhubung nontonnya sambil mengurus bayi, aku tidak begitu menyimak. Kebetulan lagi membahas soal ini, mau dong pencerahannya termasuk untuk hal warisan [Srh] Kalau saya dan suami juga tidak terlalu memikirkan soal atas nama kepemilikannya ini, soalnya kita berprinsip semua yang kita dapatkan itu punya anak-anak, jadi atas nama siapa lebih kepada soal supaya gampang mengurusnya saja [Ri] Maaf jadi jadi cerita, tapi bukan bermaksud apa-apa yah, cuma intinya disini "kepercayaan" diantara kita & pasangan kita. Karena kalau aku pribadi, terus terang saja malah kasihan sama suamiku, karena semua asset seperti rumah, mobil dan sebagainya rata-rata pakai namaku. Dia kalau mau beli apa-apa mintanya pakai namaku saja biar pengurusannya mudah. Kalau untuk pembelian mobil mungkin agak gampang karena tidak butuh KTP suami/istri, cukup pakai nama kita saja mobil itu sudah jadi milik kita, tapi untuk pembelian rumah harus pakai KTP suami istri. Jadi kita beli rumah atas namaku pribadi, suamiku tidak masalah dan berharap (InsyaAllah, mudah-mudahan jangan sampai ya) tidak ada kejadian yang merugikan di kemudian hari. Yang lain-lain tabungan misalnya, di usahakan buka dengan join account yang kedua-duanya bisa akses atau asuransi misalnya jelas pada awal pengajuan akan ada penunjukkan ahli warisnya yaitu aku & anak-anak. Tapi tidak tahu yah mbak Srh, kalau cerita kamu dibawah ini yang katanya kalau menikah dengan warga negara asing tidak punya hak atas kepemilikan (maksudnya gono-gini bukan??) aku sendiri belum mempelajari lebih detail, cuma karena kita berdua menikah secara hukum Islam, yang aku tahu kita ikutnya hukum secara agama, mungkin ada ibu yang bisa menjelaskan lebih lanjut, jadi aku juga bisa kebagian ilmunya sharingnya ditunggu lebih lanjut [Ldy] Omong-omong tentang gono-gini dan hukum islam, aku ternyata baru tahu kalau dalam islam itu tidak ada harta gono-gini. Maaf ya, bukan SARA. Aku tahunya beberapa waktu yang lalu saat nonton acara sentuhan qolbu di Trans TV yang jam 6.30 pagi, waktu itu membicarakan tentang gono-gini. Kata ustad-nya dalam islam tidak ada harta gono-gini tetapi suami istri bisa mendapatkan harta miliknya, kalau sesuatu terjadi. Jadi kalau misalnya mobil atas nama istri maka itu adalah hak istri, kalau sepeda motor atas nama suami maka itu adalah hak suami, tapi aku juga pernah dengar kalau rumah adalah hak istri. Jadi sejak awal sudah ditentukan barang ini punya siapa, katanya bukan karena egois tetapi untuk kejelasan di masa yang akan datang. Mohon info bagi yang tahu dan faham. Terima kasih [RR] Kalau aku juga sependapat dengan mbak Ri, prinsipku sama suami apa yang kita cari ya untuk anak. Dan karena aku kerja di perusahaan yang waktunya tidak bisa se-flexible suamiku. Jadi supaya lebih mudah mengurusnya saja [Amb] Setahuku ya, Perempuan yang menikah dengan warga negara asing (atau juga sebaliknya?) memang tidak bisa memiliki sertifikat hak milik untuk rumah/tanah. Bisanya cuma hak pakai, kalau tidak salah ada jangka waktu tertentunya. Katanya, ini untuk menghindari kejadian kalau mereka suatu saat bercerai, tanah/bangunan tersebut jatuh sepenuhnya ke tangan warga negara asing. Tapi aku kurang tahu kalau untuk masalah kendaraan, masa tidak boleh juga?? [Dn] Memang betul mbak, walaupun kelihatannya semuanya saat ini baik-baik saja, kita harus antisipasi karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Tapi demi adilnya juga harus ada saling pengertian antara suami istri. misalnya, semua harta pemberian orang tua atau yang didapat sebelum menikah diatasnamakan yang bersangkutan, sehingga kalau misalnya istri/suami pisah atau salah satu meninggal lebih dulu, hanya akan turun ke ahli waris (anak), dan orang-orang yang tidak berhak tidak bisa meng-klaimnya. Untuk harta bersama, misalnya rumah atau mobil yang didapat setelah menikah sebaiknya diatasnamakan secara adil. Misalnya penghasilan suami lebih besar dari istri, wajar saja kalau misalnya rumah atas nama dia, mobil atas nama istri. Misalnya punya mobil 2, ya namanya satu-satu. Kalau istri penghasilan lebih besar dari suami dan harta didapat sebagian besar dari hasil istri ya atas namakan si istri tersebut, kira-kira begitu, biar kalau pisah atau ada apa-apa lebih mudah urusannya. Yang jelas, baik atas nama istri maupun suami, anak punya hak yang sama. Jadi ini cuma antisipasi saja supaya tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Yah, mudah-mudahan rumahtangga bisa langgeng sampai tua. Kalau soal diatasnamakan seseorang supaya lebih mudah mengurusnya, saya pribadi kurang setuju [Rtn] Mbak, nama kepemilikan suami vs istri baru terasa penting kalau terjadi sesuatu (entah itu cerai atau meninggal). Setahu aku kalau untuk rekening tabungan, deposito, otomatis jatuhnya ya pasangannya (misal : ibu meninggal, maka otomatis rekening tabungan bisa dibaliknamakan ke nama bapak). Itupun setelah melalui proses yang berbelit-belit. Barangkali yang kerja di bank ataupun yang mengerti tentang hukum bisa menjelaskan lebih jelas lagi. Beda memang dengan asuransi, jika terjadi sesuatu sama pemegang polis, maka yang menjadi pewarisnya nama siapa yang tertera di polis asuransi [Vr] Kalau masalah ijin ya harusnya ada komunikasi kita mau beli sesuatu, lagi pula uang yang dipakai adalah milik bersama. Kecuali judulnya beli mobil/motor karena mau kasih kejuta/hadiah. Kalau kondisiku: rumah, mobil, motor & tanah atas nama suami. Kebetulan kalau rumah sebelum menikah suamiku sudah punya tanah, nah dibangunlah rumah di tanah tersebut. Aku tidak ada masalah, karena semua itu juga punyaku juga. Prinsip kita semua yang kita miliki untuk anak-anak. Menurutku semua itu berdasarkan kepercayaan dan yang paling simple supaya mudah mengurusnya, soalnya kan suamiku jurnalis yang waktunya lebih fleksibel dibanding aku yang kerja kantor [Wwd] Mbak, kalau aku kebetulan suami malah khawatir sekali soal nama kepemilikan itu. soalnya ayahnya punya istri beberapa, jadi dia takut anak-anak terlantar kalau dia tergoda lagi. mudah-mudahan bukannya niat ya, tapi antisipatif jadi nama kepemilikan semua atas namaku. Biasanya anak tidak jauh dari ibunya, begitu. Kalau dalam islam di luar gono gini, ada juga yang namanya hadiah. Kalau sudah diberikan (dalam wasiat biasanya kalau tidak salah) sudah jadi hak istri [AN] Mau ralat sedikit, untuk rekening tabungan atau deposito tidak otomatis jatuh ke tangan pasangannya. Memang akan jatuh ke ahli warisnya yaitu istri (kalau suami yang meninggal)/suami (kalau istri yang meninggal) & anak-anak. Ini pengalaman mamaku 2 minggu yang lalu waktu mau mengurus pencairan deposito atas nama papaku (almarhum) di bank permata. Walaupun semua surat-surat sudah dilengkapi termasuk akte nikah, mereka juga minta surat kuasa yang ditanda tangani anak-anaknya, yang mengetahui kalau deposito ini mau dicairkan. Tidak cukup sampai disitu, mereka minta satu surat yang namanya fatwa waris yaitu yang membuktikan kalau mamaku & kita, anak-anaknya adalah ahli waris yang sah. Surat itu harus di keluarkan oleh pengadilan agama setempat & harus melalui sidang, juga harus menghadirkan saksi (salah satu saudara dari pihak yang meninggal). Tadinya aku pikir surat ahli waris itu bisa dibuat di notaris ternyata dari pihak bank bilang kalau surat dari notaris saja belum kuat untuk pencairan tersebut. Proses pengurusannya memang tidak mudah, sangat sulit sekali, bahkan dipersulit oleh pihak pengadilan agama. Akhirnya setelah konsultasi kesana-kesini, ternyata surat itu bisa dikeluarkan di pengadilan negeri setempat tapi namanya berubah jadi surat penetapan ahli waris. dan akhirnya surat ini pun disetujui pihak bank yang pada akhirnya bisa dilakukannya pencairan deposito [Ldy] Kasihan kalau suaminya penghasilannya lebih kecil dari istri terus kesannya harta milik juga 'pro-rata', kalau salah satu tidak bekerja bagaimana? Semua atas nama yang punya penghasilan? Wah, meski atas dasar 'kalau ada apa-apa', kesannya seperti jadi agak-agak gimana, gitu Bayangkan saja kalo istri tidak punya penghasilan sendiri, terus bisa jadi 'tidak punya apa-apa' kalau terjadi 'apa-apa'... *tua. Kalau soal diatasnamakan seseorang supaya lebih mudah mengurusnya, saya pribadi kurang setuju. Kalau di aku begitu. Tanpa pernah mikiri gaji siapa lebih besar, atau 'pantas-pantas'nya bagaimana, kita mikirnya, siapa saja yang kira-kira praktis mengurusnya. Kalau waktu itu kebetulan suamiku yang sempat mengurus, ya atas nama dia, tapi tentu saja sepengetahuan aku, dan sebaliknya. Penjualan harta (rumah yang aku tahu), kalau sudah menikah, harus sepersetujuan pasangan. Juga untuk urusan kredit. Kalau temanku yang lain ada lagi. Semua atas nama istrinya, sebab anaknya kedua-duanya perempuan, sementara dia dari yang adatnya patrilineal sekali. Takut kalau ada apa-apa di dia, semua hartanya bakal diambil sama keluarga si lelaki, dan istri beserta anak-anaknya hanya gigit jari [Rie] ================ Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]