Dear all,

ini buat tambahan pencerahan aja yah..
smoga bermanfaat

Uci mamaKavin--- In [EMAIL PROTECTED], "segaintil" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

.
Saya mau ikut sharing pengetahuan.
Sebetulnya grup kami memang kelompok anak late talker, tapi saking
sering diskusi soal late talker, jadi kalau mau diskusi late talker
sudah kecapean dahulu. Jadi mohon maaf, kalau gak muncul intensif.

Seperti juga anaknya Bu hanni, Amanda yang late talker. Nah Bu Hanni
yang rajin mengumpulkan artikel-artikelnya.

Menurutku, untuk terapi late talker, kita musti tahu dulu bentuk
late talkernya disebabkan karena apa, inteligensianya bagaimana, dan
bagaimana bentuk gangguan wicara itu.

Kalau gangguan wicaranya bukan karena masalah pendengaran, yang
menyebabkan tuli,maka bisa jadi karena gangguan artikulasi dan oral
motor, atau gagap karena diajarinnya dibentakin (saya sudah ketemu
banyak yg gagap karena salah cara terapinya), atau engga tuli tapi
gangguan processing auditory.

1) perhatikan apakah ia bisa berkomunikasi secara nonverbal,
maksudnya ia bisa berbahasa mimik, mengerti akan perintah, dan bisa
mengungkapkan emosi dengan cara berbahasa mimik. Jika kondisi ini
fail, maka hal ini harus menjadi catatan penting.Kemungkinan late
talkernya karena gangguan nonverbal communication dan kegagalan
perkembangan ikatan emosi dengan pengasuh sehingga yang menjadi
perhatian objek yang dihadapi bukan ikatan emosi anak-pengasuh (org
tua) yang memberinya pelajaran berbicara, tetapi objek benda-benda.
Anak-anak ini adalah anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan
autisme.

2) banyak juga saya jumpai saat usia satu tahun mulai bicara tetapi
saat mulai banyak gerak mereka lupa belajar bicara, tetapi lalu
malah pentalitan dan berbahasa planet. Hal ini juga perlu dicatat.
kemungkinan ia mengalami gangguan processing informasi auditori,
letaknya gangguannya di otak. Biasanya yang mengalami hal ini anak
dengan inteligensia normal sampai tinggi, sering audiolog
menyebutnya CAPD (Centrum Auditory Processing Disorder - Di
Indonesia diagnosa ini gak ada, karena perangkat, struktur
penunjang, dan yang mempelajari gak ada - biasanya kalau gak
berhenti dalam diagnosa: gak papa, nakal, malas belajar ngomong,
autisme, gangguan perkembangan, dlsb). Saya banyak menjumpai justru
anak-anak dengan inteligensia tinggi, yang kemudian menjadi anak
yang disebut visual-spatial learner. Mereka sering mendapatkan
diagnosa MSDD, Autisme spectrum disorder, atau ADHD.

3) late talker karena memang perkembangan kognitifnya terlambat.

Masing masing bentuk gangguan/late talker itu membutuhkan strategi
masing-masing.

Tidak ada hubungan antara gangguan motorik dengan gangguan bicara,
maksudku anak yang late talker gak bisa terus  terapinya terapi
motorik/okupasi ataupun sensori integrasi. Kalau gangguan wicara
disertai gangguan motorik, itu mah emang gangguan yang menyertainya.
Bukan berarti kalau motoriknya diperbaiki lalu bicaranya akan oke.

Sekalipun late talker ini mampu berhasa mimik, bukan berarti kita
lalu bebas merdeka, bahwa kelak ia akan menjadi anak yang cerewet.
Sebab bagaimanapun anak-anak ini merupakan anak berisiko
(perkembangan). karena itu tetap perhatikan baik-baik, sebab  bisa
jadi kelak akan mengalami learning disabilities. Risiko, artinya
bukan berarti semua akan mengalami learning disabilities, tetapi
punya risiko ke arah sana.

Pada anak-anak kelompok ke 2) tadi, yaitu anak yang visual-spatial
learner, bisa jadi ia mudah membaca dengan cara melalui pengenalan
logo-logo, tetapi saat harus mengeja, spelling, dikte, dan
pengertian bacaan, akan mengalami gangguan. Jadi anak itu pinter
matematika, tapi mati kutu dalam pelajaran bahasa, dan mengalami
gangguan kemampuan hapalan, short term memorynya lemah. Hal ini yang
kemudian bisa menyulut masalah emosi dan hubungan/kontak yang
harmonis dengan guru dan teman-teman sekelasnya. Akibatnya
kestempel  lah ia dengan stempel ADHD, OCD, ODD, bi-polar, dlsb. Dan
terpaksa nenggak psikotropika. Padahal kalau masalah learning
disabilities dan  sekaligus potensinya menjadi perhatian, engga
perlu lah perilakunya ditekan dengan psikotropika.

Nootropil ini juga banyak saya dapatkan di Indonesia. Yang late
talker oleh dokter tertentu langsung diberi nootropil. Nootropil,
atau piracetam, adalah suatu brainprotective sering digunakan untuk
orang yang mengalami stroke, dimensia, alzheimer. Belakangan
digunakan (sedang dicobakan) untuk anak late talker, dan bahkan
belakangan ini dicobakan untuk anak-anak yang mengalami dyslexia.
Lalu diberi nama smart drugs.
Kalau mau mencari artikelnya sih banyak, tapi masih penelitian,
kebanyakan dari Amerika.

Kalau pakai model teorinya Belanda, dyslexia masih belum dipahami
penyebabnya apa, jadi gak tahu obatnya apa. yang ada adalah
menyiasati anak agar bisa menyandang kecacatannya. Memberinya
pendidikan agar ia bisa mengaktualisasikan potensinya. Jadi gak
dioyok oyok disuruh sembuh, wong emang gak bisa sembuh, namanya juga
neurological defect.  Orang tuanya juga gak dikasih harapan palsu,
bahwa nanti anaknya bisa jadi normal.


 Menyoal ini kalau mau diceritakan panjang rek, cukup sekian saja
dulu.
Salam,
Julia Maria

--- End forwarded message ---






================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Reply via email to