ini aku mash nyimpen ARTIKEL ANAK INDIGO dr milis juga…
Smoga bermanfaat,ya ….
Uci mamaKavin
www.babiesonline.com/babies/k/kavindra
Indigo children

Berbeda, tetapi Bukan Anak "Aneh"
SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu,
seperti tidak
bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi telinganya. Sang ibu tak
berani
mengusik anak sulungnya. "Saya sebenarnya heran, kok Ardi nangisnya
sampai begitu
waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak seperti anak kecil lain
yang
kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi enggak gitu-gitu amat," ujar Dewi.

BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di pintu
masuk. Ketika
mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali menutupi telinganya dan 
tampak
ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu. Setelah itu Ardi
mengatakan
kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.

Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar
suara petir siang
tadi. Sang ibu menjawab, "Tidak." "Masak Mama enggak dengar, kan keras 
sekali dan
terus- terusan, Ma," kata Dewi menirukan ucapan Ardi saat itu. "Sehabis itu
Ardi
menceritakan semuanya," lanjut Dewi. Selain petir, Ardi melihat burung besar
di pintu
rumah sang nenek. "Burung itu enggak pergi-pergi," ujar Ardi seperti ditirukan
Dewi.

Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju sebuah
gerbang. Saat
itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras dari sebelumnya, dan ia
menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus berjalan menuju 
tempat yang ia
katakan "indah sekali".

Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak lagi
terkejut
mendengar penuturan anak mereka. "Dia sering melihat macam- macam,
tetapi biasanya
diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan dan hanya kepada
orang tertentu,"
sambung Dewi.

Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas. IQ-nya
antara
125-130. "Tapi gurunya bilang ia suka bengong di kelas," sambung Dewi. 
Kepada ibunya,
ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang tidak bisa dilihat orang
lain, di
antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia merasa sangat kasihan.

Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh sang ibu,
ia
mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari berikutnya ia
bercerita, anak
itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia tinggal, anak itu
menjawab, "Di
sana," sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. "Ada apa di sana?" tanya
Ardi. Anak
itu menjawab, "Ada orang gede- gede buanget. Anak itu omongnya juga
medhok lho Ma,
kayak aku, persis," tutur Ardi seperti diceritakan kembali oleh Dewi. Tentu tak
ada
orang lain melihat "anak itu" kecuali Ardi.

Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga adiknya.
Beberapa
anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih dibandingkan dengan
orang kebanyakan.
Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi. "Kalau dengar suara
azan, Ardi
tampak mendengarkan dengan penuh konsentrasi," kenang Dewi. Menjelang
usia 1,5 tahun,
Ardi membaca kalimat syahadat secara sambung-menyambung seperti wirid. 
Sesudah bisa
jalan, sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil sajadah sendiri, memakai
sarung
sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat, meskipun bukan waktu 
shalat.

Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. "Ia melihat dan
mendengar apa
saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa dengar," katanya. Ia
tidak
menceritakan situasi anaknya itu pada setiap orang di luar keluarga. "Kalau
enggak
percaya bisa-bisa anak itu dianggap berkhayal," lanjutnya.

Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal ia
juga memiliki
kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. "Suatu sore, sehabis
shalat, saya
merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat karena ia tersenyum.
Dia bilang,
'Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi orangnya baik sekali.' Ketika saya
tanya
siapa, Ardi tidak menjawab."

Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda anak 
indigo. "Lha
saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya berusaha menemui dr
Erwin di
Klinik Prorevital."

ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di dunia,
tetapi
fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film
mengisahkan kemampuan
anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu, di antaranya
The Sixth Sense,
dan film-film seri seperti The X Files.

Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian 
pada masalah
spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di mana-mana di dunia,
melewati
batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan batas apa pun yang dibuat
manusia
untuk alasan-alasan tertentu.

Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma
psikologi manusia,
anak-anak itu dianggap "aneh". Pandangan ini muncul karena selama ini
kemanusiaan
telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak pernah berubah. "Padahal,
semua ciptaan
Tuhan selalu berubah," ujar dr Erwin.

Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk
yang berkaitan
dengan masa lalu. "Fenomena munculnya anak-anak dengan kemampuan
seperti itu merupakan
bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang secara perlahan muncul
di bumi,
terutama sejak awal milenium spiritual sekitar tahun 2000 yang disebut Masa
Baru, The
New Age, atau The Aquarian Age. Semua ini merupakan wujud kebesaran
Allah," tegas
Erwin.

Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi batinnya tua
(old soul)
sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau
tua. Sering kali
ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara
maupun
prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga memiliki indra keenam
yang lebih kuat
dibanding orang biasa. Kecerdasannya di atas rata-rata.

Istilah "indigo" berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini
merupakan
kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki
spektrum
warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah "anak indigo" atau indigo
children juga
merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy
Ann Tappe.

Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan
memetakan artinya
untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku Understanding
Your Life
Through Color. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar
perangai manusia
melalui warna aura mendapat dukungan psikiater Dr McGreggor di San
Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul
kuat pada hampir
80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Warna itu
menempati urutan
keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra, 
dalam bahasa
Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di dahi, di antara dua alis mata.

"Itulah mata ketiga," ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut dia, berkaitan
dengan
hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis (pineal body) di otak.
Dalam peta
klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura dominan nila
dikategorikan sebagai
manusia dengan intuisi dan imajinasi sangat kuat.

"Letak indigo ada di sini," jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan
perangkat teknologi
pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang protipenya dibuat oleh
Johannes R
Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini lebih canggih dibandingkan perangkat
teknologi
serupa yang ditemukan Seymon Kirlian tahun 1939, dan Aura Camera 6000
yang dibuat Guy
Coggins tahun 1992 berdasarkan Kirlian Photography.

Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di antara
kedua mata
Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di Gandhi International
School itu
sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya diterbitkan oleh
penerbit terkemuka
di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah Payung itu merupakan refleksi,
berdasarkan
kejadian sehari- hari yang sangat sederhana.

Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian
seperti datang dari
pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. Pemilihan angle-
nya tidak biasa,
dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa yang menekuni bidang
itu.
Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun tetap dilihat dalam 
konteks ilmiah
dan rasional.

Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-menulis,
Vincent tidak
terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di sekolahnya.
Orangtuanya yang
tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa yang diingini anaknya
yang ber-IQ
antara 125-130 ini. "Dia keras kepala. Kemarin ia tidak mau ikut ujian 
matematika,"
sambung Liong, ayahnya.

Vincent mengaku "takut" pada matematika sejak kecil, tapi mengaku disiplin
pada aturan
mainnya sendiri. "Sejak kecil aku bingung pada dogma satu tambah satu
sama dengan dua.
Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam realitas sosial
berbeda," tegas
Vincent.

Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi. Waktu
SD, Vincent biasa
bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya. Pertanyaannya
banyak dan sangat
kritis. "Saya langganan dipanggil guru bukan hanya karena anak itu sulit.
tetapi juga
karena karangan-karangannya membuat guru-gurunya kagum," ujar Ny Ina.

Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan
referensi pada usia
SD. "Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar itu ke kamarnya,"
ujar Ny Ina.
"Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini hari karena menulis," sambung
Liong. "Saya
sering meminta agar ia menyelesaikan pendidikan formalnya dulu, karena 
bagaimanapun
itu sangat penting," lanjut Liong.

"PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak indigo harus
membumikan 'ilmu
langitnya' untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya," ujar Rosini (40). Ia
menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda itu tidak 
dieksploitasi
oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor togel atau menjadi 
dukun atau
klenik. "Bukan itu misi anak-anak indigo," tegas Rosi.

Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri. Annisa,
misalnya.
Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara dalam bahasa Inggris
beraksen
Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal orangtuanya 
tidak berbahasa
Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan, dalam banyak hal ia
berbicara dan
bersikap seperti orang dewasa, bahkan menyebut dirinya "orang Amerika" 
karena "datang
dari Amerika". Nisa menyebut ibunya, Yenny bukan dengan panggilan
mama.

Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00
sampai dini hari.
Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan kemampuannya, ia
akan menolak
dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia tampak seperti
anak-anak
lainnya," ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah bersalaman dengan
orang. Ia
seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau memakai jimat. Namun
sebagai
anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.

Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki
kepekaan yang kuat,
kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak didengar dan dilihat 
orang
kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.

Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik Prorevital,
mengutip
dr Erwin, "Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe artis, dan tipe
interdimensional.
Pendekatan terhadap mereka juga berbeda-beda," sambungnya.

Namun karena dianggap "aneh", tak jarang diagnosisnya keliru dan
penanganannya lebih
bersandar pada obat-obatan. "Ada anak indigo yang dianggap autis, ADHD 
(Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD (Attention Deficit
Disorder).
Padahal tanda-tandanya berbeda," sambung Erwin. Kekeliruan semacam ini 
juga terjadi di
AS, karena banyak ahli menganggap anak-anak itu menderita "gangguan"
yang harus
dihilangkan.

"Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater," ujar Rosini. Profesional
di
suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam hidupnya merasa 
sangat
terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga merasa anaknya "aneh" 
karena kerap
memberi tahu peristiwa yang akan terjadi, tetapi menolak mengakui
kemampuan anak itu.

"Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan sehat. Tidak ada
gangguan apa
pun," sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog dan psikiater yang
melakukan tes
terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga pernah mencoba mencari
paranormal untuk
membuang kemampuannya itu, meski suara-suara itu mengatakan "jangan".

Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan mengembalikan
kemampuannya sebagai wujud
kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus mendekatkan diri pada 
Sang Pencipta.
Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan anak-anak indigo agar anak-
anak itu
tidak melewati masa pencarian yang rumit seperti dirinya.

Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena terakhir, karena akan lahir
anak-anak
yang disebut sebagai crystal children. "Anak-anak dengan warna dasar aura,
bening dan
lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual."

Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, sampai nenek-neneknya,
spiritualis.
Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah, khususnya ketika orang-
orang
sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan "melihat" milik anak yang
selalu
mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan hujan akan turun hari itu
dan
sebaliknya, meskipun mendung sudah menggantung.

"Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di sekolah, di keluarga
besar
kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan kebahagiaan. Anak itu
sangat tenang dan
pemaaf," ujar ibunya, Ny Dita. (MH)



Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/27/keluarga/
1111602.htm

10 Ciri Anak Indigo



      Dikemukakan oleh Lee Carol & Jan Tober dalam bukunya "The Indigo 
Children
" dan Nancy Ann Tape yang pertama kali menyebut istilah Indigo Child dalam
bukunya " Understanding Your Life Through Color "
(Sumber :Ayahbunda No.09 Edisi 3-16 Mei 2003)
1.Memiliki kesulitan dalam menghadapi otoritas mutlak
2.Tidak mau mengikuti kegiatan tertentu Ex:menunggu giliran yang
menurutnya
tidak masuk akal.
3.Seringkali menemukan cara yang lebih baik untuk mengerjakan sesuatu
4.Tampak seperti pribadi yang asosial (kecuali dalam kalangan sendiri)
5.Mudah frustasi menghadapi sistem yang berorientasi pada ritual serta 
kegiatan
yang tidak menuntut kreatifitas
6.Tidak dapat dididik dengan disiplin kaku
7.Tidak malu membiarkan orang lain mengetahui apa yang mereka butuhkan
8.Penghargaan u/diri sendiri bukan hal utama yang mereka cari
9.Perilakunya sering menunjukan bahwa diri mereka sudah ditakdirkan hadir
didunia
10.Mereka biasanya muncul sebagai sosok yang memiliki keagungan
kewibawaan











Uci mamaKavin
http://oetjipop.multiply.com


================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke