< http://www.republika.co.id >

Rabu, 12 April 2006
--------------------
Hirma Maya Maysaroh
--------------------
Oleh : Asro Kamal Rokan

Ketika puluhan ribu orang memburu terbitan perdana majalah Playboy
Indonesia dengan harga tergolong mahal, maka perhatikanlah ini:

Hirma Maya Maysaroh, 10 tahun, sedang berjuang mempertahankan
hidupnya. Dia miskin, lumpuh, kurus, matanya cekung. Dia anak yatim.
Ketika puluhan ribu orang membuang uang puluhan ribu rupiah hanya
ingin menyaksikan gambar-gambar gadis Playboy --yang diharap dapat
memuaskan nafsunya-- maka perhatikanlah ini: Muhini beranak tiga,
berbagai penyakit menderanya. Suaminya sudah tiada.

Muhini dan Hirma Maya Maysaroh --ibu dan anak. Kedua-duanya, seperti
diberitakan Republika (11/4), lumpuh dengan penyebab berbeda.
Muhini, 48 tahun, terkena stroke dan menderita tuberkulosa (TB).
Penyakit TB itu menyebar pula pada anak bungsunya, Hirma. Selain TB,
Hirma --hanya kulit melapisi tulang-tulang tubuhnya-- juga menderita
gizi buruk. Berat badannya 18 kilogram dari semestinya 25 kg.
Kulitnya rusak dan terdapat luka borok di paha kirinya.

Muhini kini dirawat di lantai delapan Rumah Sakit Tarakan, Jakarta,
atas bantuan Camat Tamansari dan Lurah Pinangsia. Putrinya, Hirma,
dirawat dua lantai di bawahnya di rumah sakit yang sama. Muhini dan
Hirma lebih beruntung karena ada yang peduli.

Bagaimana dengan Suharto dan mungkin ratusan bahkan ribuan lain
anak-anak yang menderita gizi buruk? Pelajar SMP kelas 1 MTs Dua'ul
Fukro
Bojong Bitung, Kabupaten Tangerang, itu hanya pasrah ketika berat
badannya semakin turun dan hanya tersisa 18 kg. Orang tuanya,
pedagang kecil, tak punya apa-apa untuk menolong anaknya meregang
nyawa. Suharto, 11 tahun, wafat pertengahan bulan lalu dalam belitan
kemiskinan.

Kini, pikirkanlah sampai awal April ini saja sudah ada 741 balita yang
tercatat berstatus gizi buruk di Jakarta. Jumlah ini bagian
dari 76.178 anak di seluruh Indonesia. Angka itu diberitakan menurun
sekitar 1,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun apa pun, ada
banyak orang tak berdaya, menderita, dan bahkan sedang meregang nyawa
di sekeliling kita.

Kemiskinan dan ketidakberdayaan ada di sekeliling kita --sementara
pada saat bersamaan, sebagian dari kita dengan gagah mengeluarkan
puluhan ribu rupiah memburu Playboy hanya untuk memuaskan nafsu. Kita
lebih suka bertengkar tentang RUU Antipornogafi dan Pornoaksi,
lebih suka menyalahkan pemerintah seakan pemerintah memiliki lampu
Aladin yang dapat melakukan apa saja seketika.

Kita telah berubah menjadi bangsa yang suka bergunjing dan
menyalahkan. Pemimpin-pemimpin politik --yang pernah berkuasa--
agaknya merasa begitu gagah ketika mencela, seakan mereka adalah
orang-orang yang berhasil dan sangat mencintai rakyat. Mereka tampil
dalam wajah yang berseri, padahal persoalan hari ini adalah bagian
yang tak terpisahkan dari masa ketika mereka berkuasa. Tidakkah
sangat indah jika mereka berkata: Ayo, kita bersama membangun bangsa
ini, sebab rakyat yang menderita itu adalah juga pendukung saya.

Hirma Maya Maysaroh sedang menderita. Ribuan lain juga bernasib sama.
Mereka tak memerlukan politisi yang bertengkar, saling
menyalahkan, dan mencari celah agar dianggap sebagai pahlawan. Mereka
tak memerlukan Playboy, media-media pengumbar tubuh wanita,
dan cerita-cerita tentang perselingkuhan. Mereka tak membutuhkan
mal-mal baru untuk orang-orang memamerkan kekayaannya.

Hirma Maya Maysaroh dan puluhan ribu anak-anak lainnya tak butuh semua
itu. Mereka membutuhkan kepedulian, kasih sayang, dan cinta
kita. Jangan biarkan mereka letih mengetuk-ngetuk pintu rumah kita,
karena jemarinya sangat lemah: Bukalah pintu selebar-lebarnya untuk
mereka, anak kita, yang kedinginan dan dalam gulita.


--
Muslifa Aseani
http://semarangan.multiply.com
http://www.bayipertama.com?id=lucky
http://www.indotext.com/?ref=4636839815
http://www.indomutiara.com
Open Minded&Positive Thinking, Good Combination 4 Ur Brain

Kirim email ke