-----Original Message-----
From: JN Wahyudi [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Selamat siang kerabat dan sahabatku,
 
Maaf aku mengganggu sedikit disela-sela aktivitas kerja kita, karena aku 
tidak sanggup menahan terlalu lama perasaan hatiku yang bergejolak hari 
ini, begini kisahnya:
 
Hari ini seperti hari-hari yang lain, pagi-pagi setelah aku antar 
anak-anakku kesekolah, kukendarai mobil kekantor sambil mendengarkan 
siaran salah satu radio di kotaku Tangerang, tidak ada yang istimewa.
Stasiun radio tersebut mengumandangkan lagu-lagu barat klasik diselingi 
dengan berita-berita daerah yang didomonasi oleh berita kasus flu burung 
dan pencanangan kembali pekan imunisasi nasional.
 
Aku prihatin mendengarkan berita-berita tersebut, spontan aku menghiba 
pada Yang Maha Kuasa, sambil tetap mengemudi aku berdoa :"Ya Allah Yang 
Maha Rahim, ampunilah dosa-dosa kami, mohon sudilah kiranya Engkau segera 
melepaskan bangsa kami dari berbagai macam bencana dan penyakit....."
begitu selesai berdoa aku terhenyak ketika sang penyiar menyampaikan 
"topik" pembicaraan dalam acara "coffee morning" tentang Raju seorang anak 
usia 8 tahun yang diadili di pengadilan umum - Pengadilan Negeri Stabat 
Cabang Pangkalan Brandan, Sumatera Utara - gara-gara berkelahi dengan 
kakak kelasnya yang berumur 14 tahun. 
Berita ini bukanlah yang pertama kali aku dengar, karena beberapa hari 
yang lalu isteriku bercerita mengenai kabar ini.
 
Dengan bahasa yang lugas penyiar mengulang kembali berita tentang Raju 
yang diadili dan divonis hukuman kurungan dengan tuduhan penganiayaan. 
Beberapa pasal dalam KUHP mengenai peradilan anak juga dibacakan oleh 
penyiar untuk mencoba menunjukan betapa bodohnya hakim tunggal Tiurma 
Pardede yang mengadili Raju.
 
Mendengar itu semua, darahku menggelegak, AKU MARAH.
BODOH !! aku mengumpat geram melampiaskan amarahku.
 
Aku bertanya-tanya, kebodohan macam apa ini? Hanya karena anak dibawah 
umur berkelahi, pengadilan negeri - sebuah lembaga terhormat - turut 
campur tangan ????
Apa kurang kerjaan??? 
Mengapa hakim yang terhormat hanya beraninya mengadili anak ingusan??? 
Mengapa tidak segera menyeret dan mengadili para koruptor yang membuat 
sengsara bangsa ini???? MENGAPAAAA .......!!!!!?
Apakah ini cerminan kebodohan hukum dinegeri ini, atau hanya kebodohan 
seorang Tiurma Pardede?
Hati nurani kitalah yang mampu menjawab.
 
Kerabat dan sahabatku, sebagian besar diantara kita memiliki anak, dan 
yang pasti kita pernah menjadi anak-anak, termasuk Tiurma Pardede yang 
dengan bangganya menjadi hakim tunggal mengadili bocah ingusan umur 8 
tahun.
Bisa dibayangkan, depresi berat yang dialami oleh Raju ketika harus masuk 
keruang sidang dan mendengar ketokan palu vonis sang hakim yang bagaikan 
mimpi buruk yang menghantui hari-hari sepanjang hidupnya.
 
Kerabat dan sahabatku, sketsa kehidupan sang bocah Raju kita jadikan 
hikmah untuk kehidupan anak-anak kita, anak-anak bangsa ini yang merupakan 
anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri. 
Kita jaga mereka, kita lindungi mereka jangan sampai mereka mengalami 
kekerasan fisik maupun psikis. 
 
ANAK 
(Oleh: Khalil Gibran)
 
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu,
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri,
Mereka dilahirkan melalu engkau namun bukan darimu,
Meskipun mereka ada bersamamu namun mereka bukan milikmu,
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu tetapi bukan fikiranmu,
Karena mereka memiliki fikiran mereka sendiri,
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Karena jiwa-jiwa tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau 
kunjungi meski dalam mimpi,
Engkau bisa menjadi seperti mereka, tetapi jangan coba menjadikan mereka 
sepertimu,
Karena hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu,
 
Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang hidup 
diluncurkan
Sang Pemanah telah membidik kearah keabadian, dan Ia merenggangkanmu 
dengan kekuatanNYA,
Sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.
Jadikanlah tarikan Sang Pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika Ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka Ia juga 
mencintai teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan
 
Selamat melanjutkan aktivitas
 


Kirim email ke