Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan orang tua dalam rangka mengamati
perkembangan bicara anak.

1. Aspek Semantik (arti bahasa).
       Bila seorang anak akan mengatakan  atau memahami sesuatu, ia harus
mempunyai daftar kata-kata atau vokabulari yang cukup memadai, yang dengan
kata lain kita bisa mengatakan bahwa:
-       si anak mempunyai cukup kata-kata agar bisa memproduksi dan memahami
(bahasa aktif dan pasif);
-       menemukan kata-kata yang tepat (memanggil kata dari daftar memori);
-       memahami apa yang diucapkan (pengertian kalimat).

       Seorang anak kecil belajar berbicara mula-mula adalah dengan cara
menunjuk berbagai benda-benda yang ada di sekitarnya atau kata kerja yang
harus digunakannya. Menunjuk benda-benda yang dapat dilihatnya (kursi, meja,
makan, boneka dlsb), atau kata yang dapat
menunjukkan pada pengertian tempat "disini" atau "sekarang".
       Daftar kata-kata ini akan segera meningkat tanpa batas.
Namun bisa diperkirakan bahwa seorang anak pada usia dua tahun setidaknya
memerlukan 270 kata, 900 kata di usianya yang ketiga, dan sekitar 2500
hingga 4000 kata di usianya yang ke enam. Walau begitu seorang anak
sebetulnya mempunyai lebih banyak lagi kata-kata
(daftar kata-kata yang pasif) daripada yang bisa ia produksi (sebagai daftar
kata aktif). Daftar kata pasif seorang anak berusia enam tahun bisa dua kali
lipat banyaknya dibanding dengan daftar kata aktif yang dimilikinya. Dengan
kata lain anak berusia tiga hingga lima tahun akan mengalami kesulitan
memanggil kata-kata yang berada di dalam memorinya; seringkali sulit
menggunakan kata pada tempat dan waktu yang tepat. Kadang terjadi seorang
anak akan
membuat kata-kata sendiri (neologis), atau bicaranya kacau,
sepotong-sepotong, dan diulang-ulang.

2. Pembentukan bahasa.
       Bagaimana sebuah kata atau kalimat dibentuk? Aspek pembentukan kata
dan kalimat akan menyangkut pada tiga bagian aspek yaitu:
a. aspek fonologis
       Anak kita harus bisa belajar menggunakan dan mengucapkan bunyian
dengan cara yang benar. Artinya bahwa bicara mempunyai kaitan dengan aspek
fonologis ini. Bila seorang anak mengalami gangguan fonologis ini, maka
kelak ia akan mengalami masalah dalam bahasa dan bicara.  Di usia kira-kira
lima bulan,  refleks  oral (mulut) seperti misalnya refleks menghisap (untuk
menyusu) akan hilang, berganti dengan gerakan-gerakan yang baik dengan
lidahnya,
bibirnya, suara decak halus, rahang bawah, dan tenggorokan. Ia juga belajar
membedakan bunyian dan mengingatnya sebagai bunyian tertentu. Apabila ia
mendenger bunyian itu kembali, maka ia bisa mengenalnya kembali, serta
menggunakannya untuk tujuan tertentu.
Pada akhirnya kemudian ia bisa berbicara dengan tujuan tertentu: misalnya
mengucapkan kata mama akan berbeda artinya jika mengucapkan maem atau makan.
Pada akhir tahun pertama umumnya anak-anak mempelajari bunyian dengan pola
bunyian yang sama. Pada akhir tahun kedua ia mulai bisa mengucapkan
kata-kata berupa beberapa suku kata
dengan baik karena kontrol otot-otot sudah semakin baik, yaitu otot lidah,
bibir dan langit-langit.  Dan juga ia sudah mampu mendengarkan dengan baik.
Tinggal beberapa kata seperti s/l/r/ barulah akan dikuasai dengan baik di
usianya yang kelima atau keenam.
       Sekalipun seorang anak bisa mengucapkan bunyian dengan baik, bukan
berarti ia akan bisa juga dengan baik mengucapkan kata-kata. Ia masih harus
belajar lebih banyak lagi  untuk mengucapkan kata-kata dengan baik, sehingga
tidak meletakkan bunyian itu di tempat yang salah. Misalnya pabrik
menjadi  perabik. Lokomotip menjadi molokotip. Baru pada usia enam tahun,
kita boleh mengharapkan bahwa seorang anak haruslah sudah bisa dengan baik
mengucapkan urutan bunyian itu dengan benar, menjadi sebuah kata yang
mempunyai makna.

b. aspek morfologis
       Dengan cara yang tepat anak mempelajari sebuah kata dan mengubahnya
dengan cara yang benar, yaitu:
-       penggunaan kata-kata jamak
-       penggunaan awalan dan imbuhan
-       penggunaan kata yang memberi penjelasan pertambahan dan perbedaan
-       penggunaan kata kerja

Pada anak usia empat tahun biasanya sudah bisa menggunakan bentuk kata jamak
secara baik tanpa kesalahan, penggunaan imbuhan, pertambahan – perbedaan,
dan kata kerja.

c. aspek sintaksis
       Dalam fase ini anak akan belajar membangun kalimat dengan baik.
-       ia akan berbicara dengan urutan kata-kata secara benar dalam sebuah
kalimat
-       kalimat dalam bentuk lengkap, dan tidak ada kata yang tertinggal
-       ia memahami berbagai perbedaan muatan kalimat misalnya kalimat
bertanya, kalimat berempati, kalimat mengharap, atau kalimat menyangkal.

       Anak yang mengalami masalah dalam siktaksis akan berkata misalnya:
"Kabel sudah telepon rusak",  yang seharusnya diucapkan: "Kabel telepon
sudah rusak."  Atau "Mau minum." Seharusnya: "Saya mau minum."


3. Penggunaan bahasa, aspek pragmatik
       Dalam hal ini si anak akan menggunakan bahasa dalam konteks yang
tepat dan untuk apa. Beberapa contoh yang berkaitan dengan aspek pragmatik:
-       Bila ada seseorang tengah berbicara, maka ia tidak akan berbicara
secara bersamaan, tetapi menunggu seseorang tadi selesai bicara.
-       Ia menjawab apa yang ditanya teman bicaranya, misalnya:
            .  Pada pertanyaan : "Apakah engkau akan menggunakan jaket? "
ia menjawab :
               "Tidak saya merasa cukup hangat". Jawaban ini cocok dengan
pertanyaannya.
            .   Seorang anak bercerita bahwa saat berulang tahun ia diajak
berenang oleh orang tuanya, temannya bereaksi: "Tadi pagi saya melihat
anjing besar sekali?"Reaksi ini  sesuai dengan apa yang menjadi topic
bicara.
            .   Kita bertanya pada anak kita: "Apakah engkau sudah mengikat
tali sepatumu?"
                Lalu dijawab oleh anak kita: "Saya baru saja makan es
krim." Jawaban ini secara
                Pragmatik menjawab tidak pada konteks yang benar.

Mieke Pronk-Boerma juga membagi periode perkembangan bicara menjadi periode
pra-verbal  dan periode verbal. Periode pra verbal menurutnya merupakan
periode yang sangat penting, yang dibaginya menjadi:
-       minggu ke 0 – 6 : menangis
-       minggu ke 6 hingga bulan ke 4 : vokalisasi : ah, uh
-       bulan ke 4 – 8 : babbling atau mengoceh  (bunyian vocal terus
menerus), misalnya: gagaggagagag….aaaaaa,…..tatatatatatata.
Pada periode ini bunyi bahasa ibu juga diproduksinya. Si anak juga akan
mengikuti apa yang ibu ucapkan, sambil ia mengikuti ucapan ibu atau
pengasuhnya, segera ia akan mengucapkan papa, mama. Seorang bayi yang tuli,
juga akan melakukan babbling ini, tetapi kemudian
akan berhenti di usianya yang ke 8 -9 bulan.
-       Bulan ke 8 – 12: social babbling,  yaitu mengoceh dengan cara dimana
pola bunyian dari sekitarnya akan diambil alihnya, ia juga akan melakukan
imitasi pola bunyian kalimat. Pola bunyian yang tidak termasuk dalam bahasa
ibu akan segera hilang.  Kemudian anak akan mendengarkan, mengoceh dan
mengikuti, terus menerus hingga terjadilah pemahaman terhadap kata-kata, dan
penggunaan kata-kata; pemahaman kata akan dengan sendiri kemudian
diucapkannya. Dalam periode ini muncul bentuk yang disebut echolalia yaitu
si anak hanya mengulang apa kata pengasuh tanpa kata-kata tersebut mempunyai
maksud tertentu atau tanpa arti apa-apa.

Periode verbal mempunyai beberapa fase yaitu:
-       bulan ke 12 – 15 : yang merupakan fase kalimat dengan satu kata.
Misalnya seorang anak mengatakan: "Mobil!"  Maksudnya adalah: "Saya minta
sebuah mobil!" atau: "Beri saya mobil itu!" atau: "Itu mobil bagus!" dan
sebagainya. Si anak akan menanyakan nama-nama segala sesuatu  dengan cara
menunjuk-nunjuk dan dengan cara tertentu ia menyebutkannya kembali. Si anak
belum menyangkal dengan kata, tetapi sudah membuat gerakan menggeleng dengan
kepala.
-       Bulan ke 15 -  2 tahun:  fase kalimat dengan dua kata.
Seorang anak usia dua tahun biasanya  sudah mempunyai 270 kata. Ia juga
bertanya dengan intonasi bertanya. Ia mulai menyangkal dengan kata-kata.
Banyak kata-kata yang masih  terpotong , misalnya "minum" menjadi "minum".
-       Usia 2 – 3 tahun: yang merupakan fase kalimat dengan banyak
kata.  Kalimat terdiri dari kata benda dan kata kerja. Apa yang diucapkan
lebih kepada arti atau maksud kalimat yang diucapkan, namun belum dalam
bentuk kalimat yang benar. Tetapi dalam usia ini daftar kata yang dimiliki
akan meningkat dengan pesat. Suku kata akan diucapkan dengan lebih baik.  Ia
juga mulai menggunakan bentuk kamu-dan saya. Kadang ia masih menggunakan
bentuk –kamu  jika berkata pada dirinya sendiri.  :"Mana bonekamu? " padahal
maksudnya: "Dimana boneka itu saya taruh?"
-       Usia 3 – 4 tahun: si anak akan banyak mengerti berbagai hal, dan
banyak bercerita. Ia juga sudah bisa mengucapkan bunyian berbagai huruf
kecuali  /s/l/r. Juga masih ada beberapa kesalahan dengan pengucapan kata
sambung, tetapi sudah bisa berbicara dengan aturan sebuah kalimat termasuk
urutan kata, imbuhan, dan pemotongan kalimat.  Kata jamak juga bisa
dibentuk. Seringkali masih ada kata-kata yang diulang –ulang karena berpikir
baginya lebih cepat daripada mengucapkan kalimat. Nampaknya seperti seorang
anak yang gagap, tetapi sebetulnya bukan.
-       Usia 4 – 6 tahun: Di usia enam anak-anak ini akan semakin baik
mengucapkan berbagai huruf,  juga untuk huruf-huruf yang sulit seperti s dan
r. Ia juga semakin membaik dengan aturan pembuatan kalimat, termasuk juga
penggunaan kata penghubung: dan, tapi, atau,
karena, sebab… dlsb. Dalam usia ini anak juga mulai dengan menyampaikan
pemikiran dari abstraksinya.

Dicuplik dari: Mieke Pronk-Broerma, Logopedie voor onderwijs gevenden
(1994).
----------------------------------------------
Bu Julia, Mohon Ijin Cross-posting Yah.

Kirim email ke