duh, seandainya saya tidak punya rasa cemburu, dan sayang sama suami
saya.... mungkin gampang kali ya menyambut datangnya teman buat kita
berbagi....
walau diperbolehkan saya masih harus dan terus belajar buat ikhlas membagi
suami saya, ayah dari anak2 saya.... :)

Mama Arkan


Pada tanggal 5/22/06, dhani resya <[EMAIL PROTECTED]> menulis:

mba... kalo yang ini sih ga ada yang larang, yang ada
larangannya tuh kalo poliandri.

hmhhh... dimadu? apa ya enaknya... hayoooo yang pernah
dimadu ato jadi madu sharinggg dunk....



--- intan dima <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> POLIGAMI A LA 'FEMINIS'
>
>
> Oleh Julia Suryakusuma
>
>
> Pada usia saya yg hampir setengah abad ini, dan
> setelah hampir tiga tahun
> menjanda, saya tentunya harus mereview kembali apa
> yang menjadi kebutuhan
> hidup saya pada saat ini. Kawin lagi, seperti yang
> 'dituntut' atau paling
> tidak diharapkan oleh keluarga saya? Aduh, rasanya
> engga deh ! Untuk apa
> kawin lagi? Teman-teman perempuan sebaya atau yang
> lebih tua (yang sudah
> janda maupun belum) mengatakan, "Ngapain Jul? Nambah
> persoalan aja."
>
>
> Memang, soalnya, cari nafkah sudah bisa sendiri,
> secara sosial dari dulupun
> biasa kemana-mana sendiri, secara emosional juga
> mandiri. Malas sekali
> rasanya, apalagi kalau memikirkan harus mungutin
> celana dalam dan kaos kaki
> yang berserakan di lantai, atau handuk basah yang
> bukannya digantung, malah
> dilempar di tengah tempat tidur; tutup odol yang
> tidak ditutup,
> kebiasaan-kebiasaan lain yang menjengkelkan,
> berbagai urusan tetek-bengek
> keseharian rumah tangga, serta kompromi-kompromi
> lainnya. Juga tentunya
> karena sudah terbiasa dengan kesendirian, kebiasaan
> dan kebebasan yang saya
> miliki. Apalagi sebagai penulis saya senang, dan
> bahkan dituntut untuk
> sendiri. Nanti ada suami malah mengurangi fokus dan
> konsentrasi saya,
> padahal siapa tahu diparuh kedua hidup saya ini bisa
> melahirkan 'bayi-bayi'
> lagi. Bukan bayi manusia tentunya, tapi karya
> tulisan ataupun karya
> lainnya, yang lebih baik daripada sebelumnya.
>
>
> Dari dulupun, ketika saya masih berstatus menikah,
> apalagi dihadapan suami
> yang bertahun-tahun sakit, sudah mandiri - memang
> sudah dari sononye,
> apalagi saya dididik di luar negeri sebagai anak
> diplomat. Toh saya menikah
> selama 27 tahun lamanya - tidak main-main - bahkan
> sudah bisa dianggap
> 'veteran' perkawinan. Jangan-jangan mesti diberi
> medali, di tengah tingkat
> perceraian yang begitu tinggi - yang akan lebih
> tinggi lagi kalau
> perkawinan pura-pura (untuk status, untuk alasan
> ekonomi, karena
> kebiasaan), bubar. Selain itu, saya menikah pada
> usia yang relatif muda -
> 20 tahun - jadi sekarang ini ingin menikmati being
> single again dong.
>
>
> Tapi jujur saja, selain freedom, sebagai perempuan
> normal, saya juga
> membutuhkan keintiman. Keintiman apa? Ya, emosional
> dan seksual tentunya.
> Kalau 'keintiman' intelektual, bisa di dapat dengan
> banyak orang, bahkan
> harus dengan banyak orang.
>
>
> Tiba-tiba, di tengah-tengah maraknya perdebatan
> tentang poligami, saya
> terinspirasi, kenapa saya tidak berpoligami saja?
> Lho, lho, lho, Julia
> Suryakusuma yang dikenal sebagai salah seorang
> pelopor feminisme di
> Indonesia, Julia yang terkenal garang itu? Wow! Apa
> yang terjadi? Pasti
> banyak orang akan berpikir, si Julia udah gila,
> kelewat frustrasi, atau
> sudah benar-benar desperate?? Pasti saya dicerca,
> dikecam dan dilempari
> tomat busuk dan batu (tak apa-apalah dilempari batu,
> asal batu berlian
> saja!) dicap penghianat, oleh teman-teman feminis
> maupun non-feminis.
>
>
> Tenang, tenang - ini kan cuma ngelamun saja, istilah
> kerennya, refleksi.
> Saya ingin memperkenalkan konsep poligami a la
> feminis, atau paling tidak
> feminis a la saya (karena tidak semua feminis akan
> setuju dengan saya -
> feminis kan macam-macam alirannya), dan menawarkan
> suatu paradigma baru.
>
>
> Begini. Banyak wanita dewasa seusia saya, sudah
> self-contained. Maksudnya
> bukan cuma serba-bisa, tapi ada kepercayaan diri
> (self-esteem) yang utuh,
> sudah bisa memanage diri sendiri dan orang lain,
> memiliki pengalaman dan
> merasakan asam-garamnya kehidupan, bisa bertindak
> sebagai pengayom, dan
> kemungkinan juga sudah memiliki kedudukan
> sosial-ekonomi yang baik.
> Mapanlah. Tidak lagi mencari security (apakah itu
> secara emosional ataupun
> materi) ataupun kelengkapan dirinya, hal-hal yang
> biasanya menjadi alasan
> bagi wanita muda untuk mencari pasangan.
>
>
> Salah satu faktor mengapa saya mempertimbangkan
> poligami adalah karena
> rasanya kalaupun saya menikah lagi, ingin dengan
> yang lebih muda, paling
> tidak sepuluh tahun lebih muda. Nah, ini, melanggar
> aturan lagi - bagaimana
> sih? Mengapa pilihannya kepada yang lebih muda? Cari
> daun muda, wah, tante
> girang dong! Ya, tidaklah. Alasannya karena saya
> merasa muda di hati,
> secara fisik juga masih oke, mengikuti jaman, punya
> pandangan yang
> progresif, bahkan sering dianggap terlalu progresif
> untuk jamannya.
> Kemungkinan pria yang lebih tua tidak bisa mengikuti
> cara berpikir saya.
> Alasan lainnya - jujur saja - suami saya dulu 15
> tahun lebih tua, jadi
> wajar kalau sekarang cari yang berbeda. Variasi. Dan
> sebenarnya, perempuan
> dewasa juga bukan hanya lebih matang secara seksual,
> tapi - apalagi yang
> pra-menopause - bisa mengalami peningkatan gairah
> seksual yang lebih bisa
> diimbangi pria muda.
>
>
> Padahal, pool (kelompok) pria yang berusia 40an atau
> menjelang 40 biasanya
> sudah menikah. Pilihan pertama, pacaran sana sini
> (alias selingkuh), secara
> psikologis menekan semua pihak (dimana
> keintimannya?), melibatkan banyak
> berbohong, rasa bersalah, tidak tertutup kemungkinan
> pemerasan emosional,
> dan takut kepergok. Belum secara agama dianggap
> dosa. Meski ada stigma
> sosialnya, kalau berpoligami ada kejelasan, sah
> secara agama, dan bisa
> dibikin pembagian tugas. Mau disebut 'gilir', ya
> oke, meski bisa dijabarkan
> secara longgar. Terus terang saya sudah malas punya
> suami full-time, tapi
> kalau part-time sih oke sekali. Biar bagian yang
> lebih full-time diberikan
> (dibebankan?) kepada istri pertama, yang lebih muda
> dan yang masih punya
> minat dan energi untuk menjalankan peran tersebut.
> Jadi situasinya memang
> lucu juga, di sini yang disebut 'istri muda' (baca:
> kedua) umurnya lebih
> tua.
>
>
> Bagi pasutri yang suaminya punya 'istri muda' yang
> lebih tua, ada beberapa
> keuntungan. Perempuan itu sangat kurang diakui
> perannya sebagai penyalur
> ilmu - ilmu apapun - yang pasti, ilmu kehidupan,
> padahal perempuan, apalagi
> yang dewasa itu sarat ilmu. Sebagai istri kedua, ia
> bisa berbagi ilmu
> kepada suami dan istri pertamanya. Bagi perempuan
> karir yang sukses,
> mungkin ia juga mapan secara finansial, jadi mungkin
> bisa membantu keluarga
> suaminya, kalau memang dibutuhkan. Bukannya jadi
> saingan, malah bisa saling
> mengisi. Perempuan dewasa tidak lagi mencari
> kelengkapan, malah cenderung
> ingin berbagi, apakah ilmunya, uangnya,
> kebajikannya, kesabarannya
> (mungkin), ataupun kasih dan ibanya (love and
> compassion).
>
>
> Bagaimana dengan faktor emosional? Kalau bagi saya
> sebagai perempuan lebih
> tua, rasa cemburu itu sudah sangat kurang, menurun
> dengan meningkatnya
>
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around
http://mail.yahoo.com

--------------------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
unsubscribe dari milis, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
FAQ milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke