http://www.icbb.org/indonesia/manusia/down_kromo21.htm

I s i :
Kromosom 21, *Down Syndrome* dan Terapi Gen
Fakta-fakta mengenai *Down Sydrome*
Pertanyaan dan Jawaban
*Down* *Syndrome* : Antara Mitos dan Kenyataan
------------------------------

*KROMOSOM 21, DOWN-SYNDROM DAN TERAPI GEN*

*Pendahuluan*

Suatu sumbangan besar bagi kemanusian telah dihasilkan oleh konsorsium
peneliti Jerman-Jepang yang terdiri dari Institut fuer Molekulare
Biotechnologie, Jena, German Research Center for Biotechnology (GBF),
Braunschweig, Max-Planck-Institut fuer Molekulare Genetik, Berlin-Dahlem,
Jerman serta RIKEN, Sagamihara, dan Keio University School of Medicine,
Tokyo, Jepang. Konsorsium tersebut dengan dibantu beberapa lembaga terkemuka
lain di Perancis, AS, Swiss, dan Inggris telah berhasil mensekuens DNA dan
memetakan hampir seluruh gen yang terdapat dalam autosom terkecil yang
terdapat dalam genom manusia yang dikenal sebagai kromosom 21 (Hattori *et.
al*., 2000). Penemuan tersebut pertama kali diumumkan di Jerman pada tanggal
8 Mei 2000 melalui internet maupun konferensi pers, yang kemudian
dipublikasikan secara internasional oleh majalah terkemuka *Nature* pada
tanggal 18 Mei 2000.

Bagian kromosom 21 yang telah dianalisis komplit adalah rantai panjang (*long
arm*) yang memiliki sekuens DNA sepanjang 33.546.361 pasangan basa (*base
pair*, bp). Dengan panjang total kira-kira 33,65 juta bp maka korsumsium
tersebut telah berhasil memetakan 99,7 % dari seluruh kromosom 21. Kromosom
21 memiliki 225 gen dan 59 pseudogen. Pseudogen merupakan "gen sampah" yang
sebelumnya pernah aktif tetapi kemudian tidak aktif lagi akibat mutasi. Dari
225 gen yang berhasil dilacak, 127 persis sama dengan gen-gen yang telah
dikenal sebelumnya, sedangkan 98 sisanya merupakan gen-gen yang baru pertama
kali ditemukan. Dari ke 98 "gen baru" tersebut, 13 mirip dengan gen-gen yang
pernah diteliti, 17 merupakan gen yang memiliki kemiripan dengan sebagian
wilayah gen-gen yang telah dikenal, sedang 68 sisanya merupakan unit
transkripsi yang tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan gen-gen yang
sudah dikenal. Diantara ke 127 gen yang diketahui, 22 gen berukuran lebih
dari 100 kb (1 kb= 1000 bp), yang paling besar (gen DSCAM) berukuran 840 kb.
Ukuran rata-rata gen pada kromosom 21 sebesar 39 kb.
  Gambar 1. Foto kromosom 21 dengan menggunakan mikroskop elektron
transmisi (Reeves, 2000).

Kromosom 21 (lihat Gambar 1) merupakan autosom kedua yang telah berhasil
dipetakan melalui proyek genom manusia yang telah dimulai sejak tahun 1990.
Autosom pertama yang berhasil dipetakan secara komplit adalah kromosom 22
oleh konsorsium yang dipimpin Sanger-Center, Cambridge (Dunham *et al.*,
1999). Berkebalikan dengan kromosom 21 yang miskin gen, kromosom 22
merupakan kromosom yang kaya gen. Pada rantai panjang kromosom 22 yang
berukuran 33,46 Mb (1Mb= 1juta bp) telah berhasil ditemukan 545 gen. Kedua
penemuan tersebut selaras dengan hasil pemetaan 30.181 gen-gen tunggal EST (
*expressed sequence tags*) yang dipilih secara acak (Deloukas *et
al.,*1998). Dengan asumsi bahwa kombinasi kedua kromosom tersebut
mampu
menggambarkan secara garis besar kandungan gen dalam genom manusia, maka
kelompok peneliti kromosom 21 menyimpulkan bahwa total jumlah gen manusia
kemungkinan hanya sekitar 40.000 gen. Pendugaan tersebut jauh lebih rendah
daripada pendapat yang selama ini diyakini yaitu antara 70.000 hingga
140.000 gen (Fields *et al*., 1994). Dengan terungkapnya kedua kromosom
tersebut maka sebenarnya baru sedikit yang kita ketahui mengenai genom
manusia, karena keduanya hanya mewakili 770 gen atau kira-kira 2 % dari
seluruh gen yang kita miliki. Pengungkapan misteri kedua kromosom tersebut
berhasil meletakkan dasar kajian terhadap kromosom-kromosom lain serta
mempercepat riset sehingga diperkirakan pemetaan seluruh genom manusia akan
selesai pada tahun 2002 (dengan kualitas sebagaimana hasil pemetaan kromosom
21), demikian Dr. Helmut Bloecker, salah satu anggota korsursium, dari GBF,
Braunshweig.

Arsitektur kromosom merupakan faktor penting lainnya disamping jumlah dan
macam gen yang dimilikinya. Tiap kromosom memiliki fragmen berulang (*repeat
unit*), fragmen DNA ganda, dan *breakpoints*. Kromosom 21, sebagaimana
kromosom yang lain memiliki fragmen berulang berukuran 93 bp pada wilayah
telomer. Wilayah tersebut penting untuk mempelajari evolusi dan organisasi
telomer baik fungsional maupun struktural. Satu penemuan penting dalam
kromosom 21 adalah ditemukannya wilayah sepanjang 7 Mb (pada posisi antara
5,5 hingga 12,5 Mb) yang hanya memiliki 1 gen. Kromosom 21 juga memiliki
tiga wilayah yang masing-masing berukuran 1 Mb yang tidak mengandung gen
sama sekali. Jika wilayah-wilayah tersebut dijumlahkan maka praktis 1/3
wilayah kromosom 21 hanya memiliki 1 gen saja. Kromosom 22 juga memiliki
wilayah berukuran 2,5 Mb yang berdekatan dengan ujung telomer, serta dua
wilayah lain yang masing-masing berukuran 1 Mb yang tidak memiliki gen sama
sekali. Diduga wilayah-wilayah miskin gen seperti itu terdapat juga di
kromosom mamalia lainnya. Wilayah tersebut memiliki arti baik fungsional
maupun arsitektural yang hingga saat ini belum diketahui.

*Kromosom 21 dan Penyakit Genetik*

*Penyakit monogenik.* Jika salah satu dari 14 gen berikut yang terdapat
dalam kromosom 21 mengalami mutasi maka akan menyebabkan munculnya
penyakit-penyakit monogenik di antaranya salah satu bentuk Alzheimer (mutasi
pada gen APP), *amyotropic lateral sclerosis *(SOD1), penyakit *autoimmune
polyglanduar *(AIRE), *homocystinuria* (CBS), dan *progressive myoclonus
epilepsy* (CSTB). Gen AML1 pada kromosom 21 merupakan penyebab munculnya
leukaemia. Sedangkan beberapa gen penyebab penyakit monogenik
diantaranya *recessive
nonsyndromic deafness* (DFNB10 dan DFNB8), sindroma Usher* *tipe 1E,
sindroma Knobloch dan *holoprocencephaly* tipe 1 (HPE1) belum berhasil
didapatkan klonnya.

*Neoplasia*. Hilangnya heterosigositas pada beberapa wilayah dalam kromosom
21 diketahui menyebabkan berbagai jenis tumor diantaranya kanker leher dan
kepala, payudara, pankreas, mulut, usus, oesophagus dan kanker paru-paru.
Ketiadaan heterosigositas pada penderita kanker tersebut mengindikasikan
kemungkinan kromosom 21 memiliki paling tidak satu gen penghambat
tumor (*tumour
suppressor gene*).

*Abnormalitas kromosom.* Kromosom 21 merupakan agen yang menyebabkan
penyimpangan kromosomal meliputi monosomi, translokasi kromosom serta *
rearrangement* lainnya. Melalui proyek genom manusia, gen-gen klon yang
telah dipetakan dan disekuens sekarang tersedia sehingga diagnosis dan
karakterisasi molekuler yang akurat terhadap abnormalitas kromosomal dapat
dilakukan. Hal ini akan membantu dalam identifikasi gen-gen yang terlibat
dalam mekanisme perkembangan penyakit.

*Down-Syndrom*

Implikasi medis terbesar yang terkait dengan kromosom 21 adalah sindroma *
Down*. Sindroma *Down* diderita paling sedikit 300 ribu anak di seluruh
Indonesia dan 8 juta manusia diseluruh dunia (Santosa, 2000). Satu dari 700
anak yang dilahirkan memiliki kemungkinan menderita sindroma *Down*.
Sebagaimana yang telah banyak diketahui sindroma *Down* bukan merupakan
penyakit genetik yang diturunkan tetapi disebabkan kromosom 21 memiliki 3
kembaran (*copy*), berbeda dengan kromosom normal yang hanya memiliki 2
kembaran (Gambar 2). Kesalahan penggandaan tersebut berkorelasi erat dengan
umur wanita saat mengandung. Semakin tua maka semakin besar kemungkinan
untuk mendapatkan anak yang menderita sindroma *Down*. Kesalahan penggandaan
tersebut menyebabkan munculnya kelambatan mental (*mental retardation*) yang
merupakan ciri utama penderita sindroma *Down*. Selain itu penderita
seringkali harus menderita juga penyakit jantung bawaan, perkembangan tubuh
yang abnormal, *dysmorphic*, Alzheimer semasa muda, leukemia tertentu
(*childhood
leukaemia*), defisiensi sistem pertahanan tubuh, serta berbagai problem
kesehatan lainnya (Epstein, 1995).
   Gambar 2. Triplikasi kromosom 21 yang menyebabkan sindroma
*Down*(Reeves, 2000)

Data yang diperoleh dari penelitian yang menggunakan tikus transgenik
memperlihatkan bahwa hanya beberapa gen dalam kromosom 21 yang diduga
menyebabkan munculnya fenotipik sindroma *Down* (Kola and Hertzog, 1997).
Para peneliti hingga saat ini masih mengalami kesulitan untuk menentukan
gen-gen apa saja yang merupakan kandidat munculnya fenotipik sindroma
*Down*pada manusia. Meskipun demikian diketahui beberapa produk gen
tertentu lebih
sentitif dibanding produk gen lainnya jika terjadi ketidakimbangan gen di
dalam sel. Produk-produk tersebut diantaranya morfogen, molekul adhesi sel,
komponen protein multi-subunit, ligan dan reseptornya, regulator transkripsi
dan transporter. Identifikasi gen penyebab munculnya fenotipik sindroma *
Down* akan semakin terbuka di masa yang akan datang dengan semakin
lengkapnya katalog gen yang didapatkan dari proyek genom manusia. Selain
berakibat negatif, peningkatan dosis gen pada penderita sindroma
*Down*ternyata juga menimbulkan efek positif. Kemungkinan penderita
mendapatkan
berbagai jenis tumor (*solid tumours*) jauh lebih rendah dibanding individu
normal. Peningkatan jumlah beberapa gen di kromosom 21 diduga merupakan
penyebab terlindunginya individu penderita sindroma *Down* dari tumor-tumor
tersebut.

Jumlah gen yang relatif rendah pada kromosom 21 konsisten dengan pengamatan
bahwa trisomi 21 merupakan satu-satunya kesalahan penggandaan kromosom yang
tidak menyebabkan kematian. Katalog gen kromosom 21 membuka kesempatan emas
untuk memecahkan dasar-dasar molekuler sindroma *Down* serta kemungkinan
untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

*Terapi Gen: Harapan untuk menyembuhkan Sindroma-Down?*

Terapi sindroma *Down* hingga saat ini hanya dilakukan terhadap gejala yang
telah muncul. Terapi konvensional semacam itu tidak akan pernah mengatasi
penderitaan pasien sindroma *Down* secara tuntas. Ketidakimbangan gen dan
ekspresinya akibat triplikasi kromosom 21 akan terus berlangsung sepanjang
hidup pasien. Ketidakimbangan tersebut akan menyebabkan kekacauan fungsi
produk-produk gen yang sensitif yang kemudian muncul dalam ujud fenotipik
khas sindroma *Down*. Jika demikian sudah hilangkah harapan penderita untuk
hidup dengan normal sebagaimana anggota masyarakat lainnya? Jika jawabannya
tidak, adakah alternatif lain terapi untuk sindroma *Down*?

Harapan ditaruh ke teknologi terbaru yang dikenal dengan terapi gen. Terapi
gen merupakan pengobatan atau pencegahan penyakit melalui transfer bahan
genetik ke tubuh pasien (Mountain, 2000). Dengan demikian melalui terapi gen
bukan gejala yang diobati tetapi penyebab munculnya gejala penyakit
tersebut. Studi klinis terapi gen pertama kali dilakukan pada tahun 1990.
Kontroversi terhadap terapi gen menjadi mengemuka ketika terjadi peristiwa
kematian pasien setelah menjalani terapi gen pada bulan September 1999 di
University of Pennsylvania, AS (Smaglik, 2000, Wadman 2000).

Terlepas dari kegagalan tersebut, terapi gen merupakan sistem terapi baru
yang menjanjikan banyak harapan. Beberapa pelajaran dan kegagalan-kegagalan
yang diperoleh selama dekade pertama serta pesatnya perkembangan bidang
tersebut saat ini membuka kemungkinan teknologi tersebut akan merevolusi
dunia kedokteran di dekade mendatang. Seluruh uji klinis transfer gen hanya
dilakukan terhadap sel-sel somatik bukan ke sperma atau ovum yang jika
dilakukan pasti akan menimbulkan kecaman dan pelanggaran etika yang dianut
saat ini. Transfer gen ke sel somatik dapat dilakukan melalui dua metode
yaitu *ex vivo* atau *in vitro*. Melalui pendekatan *ex vivo*, sel diambil
dari tubuh pasien, direkayasa secara genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh
pasien. Keunggulan metode ini adalah transfer gen menjadi lebih efisien dan
sel terekayasa mampu membelah dengan baik dan menghasilkan produk sasaran.
Kelemahannya, yaitu memunculkan immunogenisitas sel pada pasien-pasien yang
peka, biaya lebih mahal dan sel terekayasa sulit dikontrol.

Seluruh uji klinis terapi gen saat ini menggunakan teknik *in vivo*, yaitu
transfer langsung gen target ke tubuh pasien dengan menggunakan pengemban
(vektor). Pengemban yang paling sering dipakai untuk mengantarkan gen asing
ke tubuh pasien adalah *Adenovirus*. Selain itu dikembangkan juga
pengemban-pengemban lain yaitu *Retrovirus, Lentivirus, Adeno-associated
virus, *DNA telanjang (*naked DNA*), lipida kationik dan partikel DNA
terkondensasi. Uji-uji klinis terapi gen yang saat ini sedang berjalan
dilakukan terhadap penderita kanker, penyakit monogenik turunan, penyakit
infeksi, penyakit kardiovaskular, arthritis reumatoid, serta *cubital tunnel
syndrome* (Mountain, 2000).

Apakah sindroma *Down* dapat diobati melalui terapi gen? Penulis optimis
pada beberapa tahun mendatang terapi gen dapat dilakukan juga terhadap
penderita sindroma *Down*, paling tidak pada tahapan uji klinis. Sebagaimana
telah diuraikan di depan, sindroma *Down * disebabkan ketidakimbangan gen
akibat kesalahan penggandaan pada kromosom 21. Kajian sangat intensif saat
ini sedang dikerjakan di banyak lembaga riset terkemuka di dunia. Dalam
beberapa tahun mendatang diharapkan dasar molekuler sindroma *Down* akan
tersingkap. Dengan tersingkapnya hal itu maka pendekatan terapi gen untuk
mengatasi penyakit tersebut dapat dikembangkan, misalnya dengan mengubah
gen-gen yang ekspresinya menyebabkan kerusakan, atau membuat gen-gen
tertentu lebih resisten terhadap ketidakimbangan gen yang terdapat dalam sel
(Gambar 3).

Dengan berhasil dipetakannya kromosom 21 maka harapan kesana semakin terbuka
lebar. Semoga saja impian tersebut dapat segera terwujud yang akan menjadi
hadiah terbesar bagi penderita sindroma *Down* dan keluarga terkait. Sungguh
kita berharap itu semua akan terjadi.
  <http://www.icbb.org/image/kromosom3.jpg>   Gambar 3. Teknologi untuk
mengubah gen-gen yang rusak.


------------------------------

*Dwi Andreas Santosa*
Dosen Fakultas Pertanian dan Pasca Sarjana IPB
Direktur Eksekutif ICBB
(Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology)

Makalah disajikan dalam seminar *Down Syndrome*
di Rumah Sakit Harapan Kita

Jakarta, 1 Agustus 2000
------------------------------

*Daftar Pustaka*

Deloukas, P. *et al.* 1998. A physical map of 30,000 human genes. Science
282:744-746.

Dunham, I. *et al.* 1999. The DNA sequence of chromosome 22. Nature
402:489-495.

Epstein, C.J. 1995. in *The Metabolic and Molecular Bases of Inherited
Disease* (eds Scriver, C.R. *et al.*, McGraw-Hill, New York), p. 749-794.

Fields, C. *et al.* 1994. How many genes in the human genome? Nature Genet.
7:345-346.

Hattori, M. *et al.* 2000. The DNA sequence of human chromosome 21. Nature
405:311-319.

Kola, I and Hertzog, P.J. 1997. Animal models in the study of the biological
function of genes on human chromosome 21 and their role in the
pathophysiology of *Down* *syndrome*. Hum. Mo. Genet. 6:1713-1727.

Mountain, A. 2000. Gene therapy: the first decade. Tibtech 18:119-128.

Reeves, R.H. 2000. Recounting a genetic story. Nature 405:283-284.

Santosa, D.A. 2000. Misteri kromosom 21 terungkap. Media Ind. 29 Juni:22.

Smaglik, P. 2000. Gene therapy institute denies that errors led to trial
death. Nature 403:820.

Smaglik, P. 2000. NIH tightens up monitoring of gene-therapy mishaps. Nature
404:5.

Wadman, M. 2000. NIH under fire over gene-therapy trials. Nature 403:237.


On 5/23/06, [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Dear smart parents,
ada yang punya artikel lengkap ttg DS (Down Syndrom) nggak?
please sharing yahhhh....

terima kasih banyak sebelumnya...


salam,
Tika


--
Muslifa Aseani
Marketing Cv Global Net Persada
http://www.netpersada.com
http://www.bayipertama.com?id=lucky
Sell Everything, Everywhere, Everytime

Kirim email ke