link:http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0304/07/hikmah/lainnya2.htm
Haemophilus Influenza Type B
Penyebab Meningitis dan Pneumonia

HAEMOPHILUS Influenza Type B (HIb) bukanlah virus influenza. Nama indah yang
lebih dikenal sebagai HIb itu merupakan 38% di antara penyebab meningitis
(infeksi selaput otak) pada bayi dan balita di Indonesia. Pemberian vaksin
HIb sejak usia dua bulan dapat mengurangi insidens penyakit HIb pada bayi
dan anak-anak.

"Di Indonesia, dilaporkan bahwa HIb ditemukan pada 33% di antara kasus
meningitis dan merupakan 38% di antara penyebab meningitis pada bayi dan
balita," ungkap dr. Eddy Fadlyana., Sp. AK., M.Kes kepada wartawan di Rumah
Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Selasa (24/2).

*Haemophilus Influenza* merupakan bakteri Gram negatif yang terbagi dalam
enam serotipe, a sampai f. Tipe b merupakan tipe yang paling ganas dan
penyebab tersering kesakitan dan kematian pada bayi dan balita.

Infeksi HIb sering menyebabkan meningitis (infeksi selaput otak) dengan
gejala demam, kaku kuduk, penurunan kesadaran, kejang dan dapat menimbulkan
kematian. Penyakit lainnya yang dapat terjadi akibat bakteri ini adalah *
pneumonia* (radang paru), *Selulitis* (infeksi jaringan di bawah kulit), *
artritis* (infeksi sendi) dan *epiglotitis* (infeksi anak tekak).

"Kasus meningitis pada anak-anak dapat berakibat fatal dengan kemungkinan
20-30% meninggalkan gejala sisa seperti berkurangnya pendengaran, daya
tangkap atau terhambat pertumbuhannya," paparnya.

Beberapa faktor risiko terjadinya infeksi HIb adalah umur balita, tingginya
pembawa kuman di tenggorok, penyebaran infeksi di tempat penitipan anak,
lingkungan padat dan bayi yang tidak mendapat ASI. Bakteri jenis ini hanya
ditemukan pada manusia dan dapat ditularkan melalui *droplet* (air ludah)
dari individu yang sakit kepada orang lain.

Penularan HIb terjadi melalui kontak langsung atau *inhalasi droplet* bila
seseorang batuk atau bersin, percikan ludah yang mengandung bakteri terisap
orang lain. Risiko penularan sangat tinggi pada anak dalam situasi kontak
erat untuk jangka waktu lama.

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi tidak menjadi sakit, tetapi
menjadi pembawa (*carrier*) kuman karena HIb menetap di tenggorokan. "Hasil
penelitian di Lombok menunjukkan prevalensi *carrier* sebesar 4,6%,"
tambahnya.

Kasus HIb banyak ditemukan pada bayi usia enam bulan hingga lima tahun.
Pemberian ASI selama enam bulan pertama terbukti dapat menahan bakteri HIb.

Infeksi HIb ini, menurutnya, dapat dicegah melalui imunisasi yang telah
tersedia. Pemberian vaksin HIb secara berturut-turut pada usia bayi dua,
empat dan enam bulan serta diulangi setelah berselang satu tahun, terbukti
dapat mengurangi insidens akibat penyakit HIb.

Kendala yang terjadi adalah masih mahalnya biaya imunisasi yaitu Rp150.000,00
per satu kali vaksinasi karena belum menjadi program nasional. Terlebih,
vaksin yang adapun merupakan impor dari Prancis.

Badan kesehatan dunia (WHO) telah menganjurkan agar HIb masuk dalam program
imunisasi nasional seperti halnya DPT, BCG, campak, polio dan hepatitis B.
Dengan adanya program nasional diharapkan biaya imunisasi dapat ditekan
terutama jika vaksin yang diperlukan telah diproduksi di dalam negeri.

Dari sekira 650 juta anak-anak berusia nol sampai empat tahun di seluruh
dunia terdapat 220.000 kasus akibat meningitis HIb setiap tahunnya. Dari
jumlah tersebut, 20% atau 44.000 di antaranya meninggal dunia sementara 30%
atau 66.000 lainnya mengalami gejala bawaan sebagian besar dalam
pende-ngaran.

Meningitis HIb dan Pneumonia menjadi penyebab 380.000 hingga
500.000kematian setiap tahunnya di dunia pada anak-anak di bawah usia
lima tahun.
Selama 1980-1990, insiden yang terjadi antara 40-100 per 100.000 anak-anak
kurang dari lima tahun di AS. Sejak digunakannya vaksin HIb tahun 1995,
insiden kurang dari dua per 100.000 penduduk.

HIb menjadi penyebab utama infeksi saluran pernapasan bagian bawah pada bayi
dan anak-anak di negara-negara berkembang. Di wilayah-wilayah itu vaksin
tidak digunakan.

Tiga sampai enam persen kasus mengalami kematian sementara lebih dari 20%
pasien yang selamat kehilangan pendengaran.

Dilaporkan bahwa HIb bertanggung jawab pada 5%-18% pneumonia karena bakteri.
Lebih dari 80% kasus pneumonia karena HIb terjadi pada usia di bawah 4 tahun
dan seringkali didapatkan pada musim dingin dan musin semi (Correa dan
Starke, 2000). Di negara berkembang umumnya HIb menyebabkan pneumonia dan
meningitis pada anak usia kurang dari 12 bulan dan kematian karena
meningitis HIb sangat tinggi (Mulholand dkk, 1997).

Gejala klinis pneumonia HIb tidak berbeda dengan pneumonia karena bakteri
lain. Gejalanya berupa panas, dan batuk disertai pernapasan cuping hidung
dan retraksi. Panas berkisar antara 3 sampai 6 hari.

Meningitis merupakan manifestasi paling serius dari infeksi HIb terutama
terhadap anak-anak usia di bawah dua tahun. Sementara itu manifestasi
klinisnya mirip* dengan *meningitis bakterial lainnya dengan tingkat
mortilitas sekira 5% dan angka morbiditasnya juga tinggi. Bakteri ini juga
menyebabkan gejala bawaan retardasi mental seperti berkurangnya fungsi
pendengaran, epilepsi, *cerebral palsy* dan kebutaan.

Faktor risiko dilaporkan pada anak usia balita terutama kurang dari 12 bulan
dengan puncaknya pada 6-12 bulan. Faktor lain adalah sosioekonomi, tempat
penitipan anak, adanya saudara usia sekolah, pemberian ASI jangka pendek
serta orang tua yang merokok. Selain itu juga usia saat terkena, kondisi
sosio ekonomi, perbedaan genetik dan kemampuan meningkatkan respons
imunologi. Anak-anak yang tinggal di kawasan pemukiman padat mempunyai
risiko lebih besar terhadap HIb. Penyakit akibat HIb berkurang lebih dari
99% sejak diperkenalkannya vaksin HIb tahun 1988. Sejauh ini masih sedikit
negara Asia yang memasukkan vaksin HIb ke dalam program imunisasi
nasionalnya.

Berdasarkan hasil penelitian Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan
berbagai pihak terkait pada 1997-2003 ditemukan bahwa insidens pneumonia
pada anak kurang dari dua tahun adalah 30.430 per 100.000 anak-anak. Setelah
dilakukan vaksinasi insidens *pneumonia* menjadi 894 per 100.000 per tahun.

Pada penelitian tersebut terbukti bahwa vaksin HIb sangat efektif dalam
memberikan perlindungan terhadap meningitis HIb yang dikonfirmasi dengan Lab
(efikasi vaksin 86%) dan meningitis klinis (VE 22%).

Laporan penelitian pada US Army Children bahwa sejak dimulainya vaksinasi
dengan vaksin HIb kejadian penyakit invasif akibat infeksi HI menurun secara
bertahap. Hasil penelitian *randomized trail* di Gambia pada 42.848 bayi
yang mendapat vaksinasi HIb kejadian sindroma HIb infasif termasuk pneumonia
menurun lebih dari 95% pada anak yang mendapat vaksinasi (Mulholand dkk,
1977). Laporan dari negara-negara maju menunjukkan setelah dipakainya vaksin
HIb, bakteri tersebut tidak lagi termasuk penyebab pneumonia yang penting
(Miller dkk, 1999). Sebuah laporan dari AS menunjukkan setelah
dilaksanakannya imunisasi rutin, penyakit invasif karena HIb menurun 99%. (*
Red-book*, 2000).

Penelitian di dua kecamatan yaitu Pasirkaliki dan Majalaya pada 1012 sampel
*apus nasofaring* balita dengan pneumonia, didapatkan 425 (42%) positif HIb
(Kartasasmita dkk, 2003).

Di Amerika sebelum adanya vaksinasi HIb, *annual attack rate* penyakit
invasif diperkirakan antara 33 sampai 127 kasus per 100.000 anak. Sedangkan
di Finlandia sebelum era vaksin insiden infeksi HIb adalah 41 per
100.000anak atau, 40% pada anak usia kurang dari 2 tahun.


--
Best Regards,
[EMAIL PROTECTED] Surya & Akmal

Kirim email ke