Zizou, Oh, Zizou....
Andi Abdullah Sururi - detikSport 

 
AFP/Daniel Garcia Berlin - Kenapa harus berakhir seperti ini, Zizou? 
Kenapa harus kalah oleh emosi sendiri? Sungguh disayangkan melihat pemain 
sebesar Zinedine Zidane menyudahi karirnya dengan tragis.

Rasanya tak pernah terbayangkan oleh gibol manapun jika seorang Zidane 
harus mengalami nasib seperti yang terjadi Olympic Stadium, Berlin, Senin 
(10/7/2006) dinihari WIB, di saat ia sebenarnya punya kesempatan untuk 
menutup karirnya yang gemerlapan dengan paripurna.

Zidane, pemain terbaik dunia tiga kali dan pemain termahal sejak 2001, 
yang oleh warga Prancis sudah dianggap "dewa" sampai-sampai membuat iri 
pemain legendaris lain Michel Platini, melakoni partai terakhirnya sebagai 
seorang pecundang.

Memimpin timnas Prancis dengan ban kapten melingkar di tangannya, di final 
Piala Dunia 2006 melawan Italia, pria berkepala botak berusia 34 tahun itu 
harus meninggalkan lapangan sebagai pemain terusir gara-gara tak mampu 
mengontrol emosinya.

Di menit 110 ia diganjar kartu merah oleh Horacio Elizondo setelah wasit 
asal Argentina itu mendapat laporan dari asistennya di pinggir lapangan. 
Sang hakim garis, sebagaimana jutaan pasang mata yang menyaksikan 
pertandingan tersebut lewat siaran televisi, melihat Zizou yang dikenal 
sebagai pribadi yang pemalu tiba-tiba berubah menjadi "banteng".

Diduga keras karena mendapat ejekan dari Marco Materazzi -- Zizou fasih 
berbahasa Italia karena pernah lama berkarir di Juventus -- ia bukannya 
terus menjauh melainkan berbalik dan menanduk dada bek klub Inter Milan 
itu.

Materazzi, yang memang dikenal "usil" dan gemar memprovokasi lawan, roboh 
seketika. Para pemain Italia meradang, rekan-rekan setim Zidane mencoba 
membantu kaptennya itu. Zidane termangu, sadar bahwa dirinya dalam bahaya.

Namun nasi telah menjadi bubur, Zidane telah melakukan kebodohan yang 
barangkali terbesar dalam karirnya. Provokasi Materazzi boleh saja sangat 
menyakiti hatinya, tapi Zidane tidak sepatutnya bereaksi seperti itu. 
Zidane, yang bermimpi pensiun sebagai juara dunia dua kali, malah menjadi 
"pesakitan". 

Sebenarnya bukan kali ini Zidane kehilangan kontrol emosi. Ia bukan pemain 
yang tak pernah mendapat kartu merah. Bahkan pada momen pembaptisannya 
sebagai pahlawan, pada Piala Dunia 1998, ia diusir dari lapangan di 
pertandingan grup melawan Arab Saudi -- meski kemudian ia menjadi bintang 
turnamen dan mengantarkan timnya menjadi juara dunia, antara lain berkat 
dua gol yang dicetaknya di final melawan Brasil.

Namun Zidane melakukan kesalahannya itu dengan sangat tidak tepat, baik 
buat diri sendiri maupun timnya. Karena telah menyatakan gantung sepatu 
usai Piala Dunia ini, berarti partai malam ini adalah kali terakhir ia 
turun sebagai pemain profesional. Alih-alih menyempurnakan karirnya dengan 
indah -- di turnamen paling bergengsi di babak final pula -- yang ia dapat 
malah petaka. Mungkin saja kalau dirinya tidak dikartu merah Prancis bisa 
memenangi pertandingan karena tengah mengendalikan permainan. Tapi apa 
boleh buat, duel ketat ini harus dituntaskan dengan adu penalti, dan 
Prancis kalah beruntung.

Zidane pun menghilang dari acara penyerahan medali. Entah apakah di ruang 
ganti ia menangis sejadi-jadinya, seperti Lilian Thuram yang berurai 
airmata karena juga dipastikan mundur dari kancah internasional.

Ending dari cerita Zidane tidak semenjanjikan di menit-menit awal 
pertandingan. Di menit keenam ia membuka skor buat Prancis lewat tendangan 
penalti yang memperdaya kiper terbaik dunia saat ini, Gianluigi Buffon. 

Gol itu pula yang menjadikan Zidane sebagai pemain keempat dalam sejarah 
Piala Dunia yang mampu mencetak total tiga gol di partai final setelah 
Geoff Hurst (Inggris), Pele dan Vava (Brasil).

Insiden memalukan ini barangkali tidak membuat jatuh reputasi Zidane 
sebagai manusia jenius yang pernah dilahirkan bumi untuk dunia sepakbola. 
Sampai kapanpun ia akan dikenang sebagai salah satu pemain terhebat yang 
pernah ada di jagat raya ini. Hanya saja, oh Zizou, ending segala dongeng 
kebesaranmu tidaklah manis.
(a2s) 

Kirim email ke