Saya percaya banget " hukum kekekalan abadi " ato istilahnya hukum tabur
tuai, barang siapa menabur maka dialah yg akan menuai hasilnya kelak .

regards
Maria

----- Original Message ----- 
From: "Ossi Roswihati" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Monday, August 07, 2006 2:04 PM
Subject: [balita-anda] FW: From EY alumni: Uang Korupsi Itu Merusak Anak
Saya





 > Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
 > mengatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah terlalu
 > besar dan diluar kontrol. Korupsi sudah merasuki
 > semua sendi kehidupan dan telah terjadi baik di
 > eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pernyataan
 > presiden yang disampaikan pada acara Presidential
 > Lecture di Istana Negara pada Rabu, 2 Agustus 2006,
 > itu mengisyaratkan bahwa pemberantasan korupsi di
 > Indonesia masih jauh dari harapan.
 >
 > Kendati pelaku korupsi tampak tak terjamah, tapi
 > yakinkah kita bahwa mereka benar-benar lolos dari
 > jerat hukum? Ngomong-ngomong soal korupsi saya ingin
 > berbagi cerita.
 >
 > Suatu hari, saya diundang untuk berbicara di depan
 > staff dan pimpinan sebuah perusahaan ternama. Pada
 > kesempatan tersebut saya berbicara tentang "hukum
 > kekekalan energi", yang intinya, menurut hukum
 > kekekalan energi dan semua agama, apapun yang kita
 > lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita di
 > dunia. Dengan kata lain, apabila kita melakukan
 > "energi positif" atau kebaikan maka kita akan
 > mendapat balasan berupa kebaikan pula. Begitu pula
 > bila kita melakukan "energi negatif" atau keburukan
 > maka kitapun akan mendapat balasan berupa keburukan
 > pula.
 >
 > Ketika sesi tanya jawab, salah seorang pimpinan di
 > perusahaan itu mengkritik pedas "hukum kekekalan
 > energi". Walau saya sudah menjelaskan dengan beragam
 > argumen ilmiah dan contoh-contoh dalam kehidupan
 > nyata, dia tetap tidak yakin. Sampai kami berpisah,
 > kami masih pada pendapat masing-masing.
 >
 > Tujuh bulan berlalu, pimpinan itu tiba-tiba menelpon
 > saya. "Pak Jamil, saya ingin bertemu anda," ujarnya
 > singkat.
 >
 > Karena penasaran, undangan dari beliau saya
 > prioritaskan. Singkat kata, pada waktu dan tempat
 > yang telah disepakati kami bertemu.
 >
 > Rupanya beliau tiba lebih dulu di tempat kami
 > janjian. Begitu saya datang, beliau segera menyambut
 > dengan sebuah pelukan erat. Cukup lama beliau
 > memeluk saya. "Maafkan saya pak Jamil. Maafkan
 > saya," ucapnya, sambil terisak dan terus memeluk
 > saya. Karena masih bingung dengan kejadian ini saya
 > diam saja.
 >
 > Setelah kami duduk, beliau membuka percakapan. "Saya
 > sekarang yakin dengan apa yang pak Jamil dulu
 > katakan. Kalau kita berbuat energi positif maka kita
 > akan mendapat kebaikan dan bila kita berbuat energi
 > negatif maka pasti kita akan mendapat keburukan,"
 > ujarnya.
 >
 > "Bagaimana ceritanya sekarang kok bapak jadi yakin?"
 > tanya saya.
 >
 > "Selama saya menjabat pimpinan di perusahaan itu,
 > saya menerima uang yang bukan menjadi hak saya.
 > Semuanya saya catat. Jumlahnya lima ratus dua puluh
 > enam juta rupiah," katanya.
 >
 > Sembari menarik napas panjang beliau melanjutkan
 > bercerita. Kali ini tentang anaknya.
 >
 > "Anak saya sekolah di Australia. Karena pengaruh
 > pergaulan, dia terkena narkoba. Sudah saya obati dan
 > sembuh. Ketika liburan, dia ke Amerika dan Kanada.
 > Tidak disangka, disana dia bertemu dengan teman
 > pengguna narkobanya ketika di Australia. Anak saya
 > sebenarnya menolak menggunakan lagi. Namun dia
 > dipaksa dan akhirnya anak saya kambuh lagi, bahkan
 > makin parah, pak." Selama bercerita, beliau tak
 > henti mengusap pipinya yang basah dengan air mata
 > yang terus meleleh seperti tak mau berhenti.
 >
 > "Pak Jamil tahu berapa biaya pengobatan narkoba dan
 > penyakit anak saya?" Tanpa menunggu jawaban saya,
 > lelaki separuh baya itu berkata lirih, "Biayanya
 > lima ratus dua puluh enam juta rupiah. Sama persis
 > dengan uang kotor yang saya terima, pak!"
 >
 > Beliau tertunduk dan menggeleng-gelengkan kepala
 > disertai isak tangis yang makin keras. Dengan
 > terbata lelaki itu berkata, "Uang korupsi itu telah
 > merusak anak saya, pak. Saya menyesal. Saya bukan
 > orang tua yang baik. Saya telah merusak anak saya,
 > pak!"
 >
 > Saya peluk erat lelaki itu. Saya biarkan air matanya
 > tumpah. Tangisnya semakin keras....
 >
 > Wahai saudara, haruskah menunggu anak kita menjadi
 > pengguna narkoba dan sakit untuk berhenti korupsi?
 >
 > Keterangan Penulis:
 > Jamil Azzaini adalah Senior Trainer dan penulis buku
 > Best Seller KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih
 > Sukses dan Kemuliaan Hidup.
 >


----------------------------------------------------------------------
This e-mail, including any attached files, may contain confidential and
privileged information for the sole use of the intended recipient.  Any
review, use, distribution, or disclosure by others is strictly prohibited.
If you are not the intended recipient (or authorized to receive information
for the intended recipient), please contact the sender by reply e-mail and
delete all copies of this message.

--------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]



--------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke