Mengapa Kekerasan pada Anak Terjadi? oleh : Maureen Hati siapa yang tidak hancur saat melihat anak-anak yang masih kecil, lemah, lucu, dan menggemaskan disakiti oleh seseorang. Apalagi justru anak sendiri dipukuli oleh ibunya. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi.
Memprihatinkan sekali ketika anak yang harusnya disayangi malah teraniaya. Tak ada yang bisa memungkiri, anak-anak memang rentan kekerasan. Menurut data Komnas Anak, kekerasan yang terjadi pada anak jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Dan, sepanjang 2005, Komnas Anak menerima sedikitnya 700 pengaduan. Berarti banyak lagi diluar pengaduan itu. Kekerasan pada anak tidak mengenal strata sosial. Di kalangan menengah ke bawah, kekerasan pada anak karena faktor kemiskinan. Di kalangan menengah ke atas, karena ambisi orangtua untuk menjadikan anaknya yang terbaik, menjadi juara, serba bisa dengan memaksa mengikuti berbagai les misalnya. Kekerasan pada anak bisa berbentuk kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan psikis serta penelantaran. Banyak orangtua yang menganggap bahwa dialah pemilik anak. Sebagai hak milik, anak menjadi objek, yang bisa diperlakukan apa saja terserah orangtua. Anak disayang, diperhatikan namun juga sebagai pelampiasan emosi, tidak mempunyai hak menentukan, bahkan harus selalu menganggap orangtua adalah pasti benar 100%. Faktor pemicunya adalah: 1. Tingkat ekonomi yang rendah 2. Kondisi lingkungan sosial yang tidak mendukung 3. Tingkat pendidikan yang rendah sehingga kurang memahami pengasuhan anak 4. Kesalahan pola asuh, mungkin orangtua diperlakukan kasar juga oleh orangtuanya dahulu 5. Paparan media tentang kekerasan juga bisa mendorong seseorang untuk berbuat kasar, termasuk anaknya. 6. Kekerasan dalam rumah tangga, seorang istri yang diperlakukan dengan kekerasan oleh suami bisa melampiaskan dendamnya pada anaknya. 7. Pemahaman keimanan dan degradasi moral yang kian menipis. Jika kita memandang kedepan, kekerasan pada anak sungguh akan memunculkan akibat yang mengenaskan pada korban, maupun anak-anak lain yang melihatnya. Korban bisa menjadi: 1.Shock, ketakutan, dendam, curiga, sakithati, sedih, yang terus menerus. 2.Mengulang perilaku kasar pada oranglain, sehingga setiap masalah diselesaikan dengan kekerasan. Baik pada teman, anaknya nanti, bahkan saat menjadi pemimpin bangsa. 3.Trauma yang menjadikan korban tidak berdaya, sehingga muncul perilaku yang menyimpang. Mencegah kekerasan tidak bisa dengan mengatasi satu faktor saja, namun semua aspek yang terakumulasi juga harus diperhatikan. Sehingga perlu penanganan serius dari pemerintah, masyarakat dan masing-masing individu. Misalnya sosialisasi UU perlindungan anak sampai pada semua keluarga, penegakan hukum, partisipasi masyarakat, peningkatan kesejahteraan dan pendidikan, juga kesungguhan dari semua individu untuk menghormati hak-hak anak. Menilik masalah keluarga Pak Suhardianto, cobalah untuk lebih memperhatikan istri. Maksud saya walaupun tinggal berjauhan, anda bisa tetap selalu berkomunikasi. Perhatikan perkembangan istri, emosinya, maupun keinginan-keinginannya. Jangan pelit untuk memuji dan bertanya tentang kegiatan istri. Sempatkan selalu untuk terlibat dalam pengasuhan anak, terutama saat dirumah. Beri kesempatan istri untuk berkegiatan, les atau mengembangkan hobi. Jangan lupakan untuk sering membelikan bacaan atau langganan tabloid yang edukatif. *** M Tri Agus ----------------- Visit my blog at http://triagus.multiply.com