Yang ini bukan Ba?
MARAH DENGAN KASIH SAYANG Marah dan kasih sayang adalah dua hal yang berbeda. Ibarat api dengan air, kondisi ini memberikan efek yang berlawanan kepada orang yang menerima. Istilah dakwah dengan kasih sayang mungkin sudah biasa Anda dengar, namun marah disertai kasih sayang, sudahkah Anda lakukan? Didie, balita gendut berusia 2 tahun itu menangis menggerung-gerung di tanah. Baju putih bersihnya penuh berlepotan tanah, suara tangisnya pun membahana. Dengan mata melotot si ibu menarik tangan anaknya agar bangun, dan sebuah cubitan dengan spontan membuat si bocah berdiri diiringi tangis yang semakin tinggi nadanya. Begitu ancaman cubitan kedua terlihat dari tangan sang ibu, suara tangisnya ditahan menjadi sedu-sedan. Apa yang telah dilakukan bocah itu? Ternyata sepele saja. Ia menginginkan mobilan kecil yang dibawa sebayanya, anak tetangga sebelah. Keinginan yang lumrah buat seorang anak yang belum mengerti definisi kepemilikan. Pantaskah ibu memarahinya secara berlebihan? Umumnya seseorang akan melampiaskan amarahnya dengan disertai emosi, tidak hanya kepada orang dewasa namun juga kepada anak-anaknya. Padahal emosi ini berkaitan erat dengan tingkah laku yang akan muncul. Baik berupa ekspresi wajah maupun tindakan seperti, pelototan mata, cubitan, umpatan, membanting benda, maupun pemukulan. Apa yang sering membuat orang tua marah secara berlebihan? Stres acapkali menjadi pemicu kemarahan orang tua. Beban kerja sebagai ibu rumah tangga dengan pekerjaan yang tidak pernah selesai dan cenderung monoton, juga salah satu penyebab stres. Atau beban kerja di kantor juga bisa menyebabkan stres semakin menumpuk. Tanpa sadar, ketika di rumah luapan stres ini dilampiaskan dalam bentuk marah dan sikap keras kepada anak-anaknya sendiri. Betapa menyedihkan melihat anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang tetapi justru menerima tindakan kekerasan hanya karena orang tua mengalami stres dan tidak tahu harus berbuat apa. Bayangkan, betapa wajah lugu dengan sorot mata berbinar itu meredup cahayanya karena api kemarahan yang tidak hanya membakar Anda, tetapi juga jiwa tunas muda yang sedang tumbuh tersebut. Mungkin Anda pernah mendengar kisah seorang ayah yang memberikan sekantong paku kepada anaknya yang berkelakuan buruk. Kisah ini semoga memberikan Anda ruang untuk berpikir, sebelum meluapkan marah kepada buah hati tercinta. Kisahnya demikian, setiap kali si anak marah atau tidak bisa mengendalikan diri, Sang Ayah menyuruhnya memaku sebatang paku di pagar. Hari pertama, banyak paku yang tertancap di pagar. Tetapi dengan berlalunya waktu, si anak sampai pada hari di mana tidak sebatang paku pun perlu ia tancapkan. Maka datanglah ia kepada Ayahnya. Si Ayah menyuruhnya mencabut kembali satu batang paku setiap kali ia berhasil sabar dan menahan marah. Ternyata pekerjaan mencabut ini, lebih sulit daripada memaku. Ada lubang yang ditinggalkan begitu paku berhasil dicabut. Setelah semua paku berhasil dicabut, ia dapati pagar tidak kembali utuh seperti semula, ada banyak bekas lubang-lubang paku. Apa komentar Ayah yang bijak ini? "Kau bisa menancapkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi itu akan meninggalkan luka. Tidak perduli berapa kali kau meminta maaf atau menyesal, lukanya tetap tinggal. Ketahuilah luka melalui ucapan sama perihnya dengan luka fisik." Mari kita ambil hikmah dari nasehat ini, kalau Anda memarahi anak dan kemudian meminta maaf atas kekhilafan tersebut. Mungkin suasana kedamaian rumah akan kembali normal, tapi tahukah Anda bahwa perasaannya yang tergores karena amarah Anda tidak akan hilang begitu saja? Bahkan bisa jadi kemarahan Anda atas kesalahan yang ia perbuat justru menjadikan anak pasif, takut mencoba dan takut melakukan kesalahan kembali. Sekarang bandingkan dengan Iklan deterjen ini, yang pasti akrab ditelinga orang tua. "Bagi saya, kotor itu tidak masalah, karena di balik kotor ada belajar!" demikian ujar si ibu menanggapi tingkah anaknya yang menyebabkan bajunya kotor semua. Tidak ada rasa marah meskipun aktivitas anak tersebut akan merepotkan ibu. Menambah beban kerjanya karena harus membereskan, membersihkan rumah dan menambah cucian kotor. Memang, menjadi orang tua yang baik adalah "proyek" yang tidak pernah selesai dilakukan orang tua. Bahwa betapa sulitnya menjadi orang tua yang baik, betul adanya. Salah satu yang paling sulit adalah bagaimana orang tua bisa mengendalikan emosi dalam mengasuh anak-anaknya. Umumnya yang terjadi adalah ketika menghadapi kenakalan anaknya, orang tua kehilangan semua teori yang telah mereka peroleh dari buku-buku ataupun seminar mengenai pola asuh anak. Seberapa efektif marah yang diekspresikan orang tua mampu meredakan kenakalan anak? Dari literatur diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak balita masih belum bisa memahami hubungan antara tindakannya yang 'nakal' menurut kacamata orang tua dengan pukulan yang diterimanya. Anak hanya merasakan sakit karena dipukul, tanpa tahu kenapa dipukul. Kalaupun ia tidak lagi melakukan tindakan 'nakal'-nya, itu bukan karena dia menyadari kenakalannya, tetapi lebih pada rasa takut akan dipukul lagi. Oleh sebab itu, kenapa Anda tidak marah dengan sepenuh kasih sayang? Bukan berarti Anda meniadakan "marah" dalam mendidik anak. Ketika Anda marah, haruslah dalam kondisi bahwa kesalahan tersebut memang pantas untuk dimarahi. Jangan campurkan kesalahan kecil dengan yang besar, sehingga ketika saat Anda memang harus marah itu akan berdampak efektif terhadap anak. Biarkan anak menikmati setiap tahap kehidupannya. Jangan tergesa-gesa membentuk dirinya. Apalagi disertai emosi untuk mengaturnya sesuai dengan standar Anda. Ingatlah mereka hanyalah seorang kanak-kanak, bukan orang dewasa dalam tubuh yang kecil! Jadi bersabar dalam menghadapi tingkah pola anak, adalah sikap yang terbaik. Mereka bukan anak ikan, yang begitu lahir langsung bisa berenang. Mereka juga bukan anak ayam, yang begitu menetas langsung bisa jalan. Mereka adalah anak manusia, yang memerlukan proses untuk setiap tahap perkembangannya. Perhatikan, betapa menggemaskan cara mereka belajar merangkak, belajar berjalan, memasukkan makanan yang berlepotan di lantai, atau ketika latah meniru satu kata, tanpa mengerti makna. Hilangkan rasa marah bila anak membuat kotor, atau bersikap "nakal", yang mereka butuhkan adalah bimbingan dengan kasih sayang. Bukankah selain sebagai "penyejuk mata orang tuanya" anak juga sebuah "amanah" yang dititipkan Allah kepada Anda, orang tuanya. Moslem World ----- Original Message ----- From: "Enni Purwanty" <[EMAIL PROTECTED]> To: <balita-anda@balita-anda.com> Sent: Monday, September 18, 2006 11:47 AM Subject: RE: [balita-anda] Lagi nyari artikel > pak aku punya, tp dlm bentuk powerpoint tp ga bisa send ke gmail :( > > -----Original Message----- > From: Irman Ard [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Monday, September 18, 2006 9:01 AM > To: balita-anda@balita-anda.com > Subject: [balita-anda] Lagi nyari artikel > > > Hi Netter, > Pagi2 saya lagi nyari artikel nih, kayaknya dulu pernah dimuat di milis ini. > Tapi saya search pake gmail ga ketemu. > Artikelnya bercerita tentang seorang ayah yg mengajarkan kesabaran pada > anaknya dengan memakai paku pada kayu untuk melampiaskan emosinya. > > Kalo ada yg masih nyimpen, tolong dikirimin ya .... > > Thx > > papa vina > > -------------------------------------------------------------- > Kirim bunga, http://www.indokado.com > Info balita: http://www.balita-anda.com > Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] > menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED] > -------------------------------------------------------------- Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]