Hi mbak Wati, (Sekalian posting salah satu artikel tentang batita yang suka mengigau waktu tidur), Jovan anak saya juga kadang suka mengigau waktu tidur, dan memang biasanya yang diomongin seputar cerita atau kata2 yang dia dengar/alami seharian itu. Setelah ikutan sekolah KB, kadang cerita seputar sekolah/main dengan teman-temannya jadi 'topik' igauan dia, asumsi saya sih mungkin memang ngalamin sesuatu yang sangat berkesan sampai terbawa waktu tidur :) Mungkin igauan anak-anak sama maksud dan tujuannya seperti orang dewasa (yang refer to artikel tsb. : sebagai pelampiasan perasaan yang terpendam).
Ingat cerita anekdot teman saya, katanya untuk anak-anak Indonesia yang kebetulan harus tinggal di overseas, kalau sampai dia sudah bisa ngigau 'bahasa asing' negara itu, berarti sudah mantap deh anak tsb. adaptasi bahasanya :-) cheers, Sylvia - mum to Jovan & Rena --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- sumber: www.tabloid-nakita.com IGAUAN DALAM TIDUR PELAMPIASAN PERASAAN TERPENDAM Asalkan si kecil tak sering mengigau saat tidur, orang tua tak perlu cemas. Justru itu bisa jadi alat pemuasan dari perasaannya yang terpendam. Menjumpai anak batita mengigau mungkin tak asing lagi. Kadang bukan hanya bicara sambil tidur, tapi juga tertawa cekikikan, bahkan sampai jeritan histeris. Kita pun jadi bingung, mimpi apa gerangan si kecil? Yang jelas, menurut Sherly Saragih Turnip, Psi., anak mengigau dalam tidur bukan tak ada alasannya. Sebab, tidur sendiri sebenarnya suatu proses yang tak sesederhana seperti yang kita bayangkan selama ini. Seperti kita ketahui, tidur adalah saat di mana seseorang, entah orang dewasa ataupun anak kecil, istirahat. Nah, dalam tidur sendiri ternyata ada tahapan-tahapannya.Untuk dapat tidur nyenyak, maka ia harus dapat memasuki tahapan ke-4. Nah, jika ia mengigau, berarti ia belum masuk dalam tahapan tidur nyenyak, tapi masih di tahap 1 atau 2. Dalam tahapan ini simpul-simpul otak sedang sibuk menguraikan dan membereskan satu per satu simpul-simpul semua kejadian yang dialaminya selama seharian. "Jika semua simpul telah dibereskan atau diluruskan, berarti ia masuk tahapan ke-3 dan di sini ada kemungkinan ia akan bermimpi. Barulah pada tahap ke-4, anak benar-benar telah masuk tahapan tidur nyenyak, tanpa mimpi. Kalau kita bisa tidur dalam tahapan ke-4 ini atau sangat nyenyak, biasanya saat bangun kita akan merasa segar. Begitu juga pada anak batita, ia pasti akan ceria," papar psikolog dari Klinik Anakku Bekasi ini. Menurut Freud, lanjutnya, bila simpul-simpul di otak tak bisa atau susah untuk dibereskan atau diluruskan, akan muncul saat tidur dalam bentuk igauan. Itu sebab, igauan anak dalam tidur merupakan ungkapan jujur dari diri anak. Misal, jika siangnya ia dipaksa melakukan sesuatu oleh sang kakak, tapi ia sendiri pada dasarnya tak mau, maka saat tidur, igauan yang keluar adalah luapan keinginannya, yaitu tak mau menuruti apa yang diminta kakaknya. TIAP ANAK BERBEDA Seperti kita ketahui, mengigau sebenarnya bukan monopoli anak batita, orang dewasa pun sering mengalaminya. Namun demikian igauan anak batita dan orang dewasa tetaplah berbeda. Igauan orang dewasa tentunya sudah berupa rentetan kata-kata atau kalimat yang jelas dan mudah dimengerti. Sementara karena kemampuan bicara anak batita masih terbatas, maka igauannya pun bisa saja berupa kata-kata tak bermakna. "Yang namanya mengigau, kan, bukan berbicara saat tidur saja. Mengeluarkan suara tanpa makna sambil tidurnya gelisah dan bergerak-gerak pun sudah termasuk dalam kategori mengigau," terang alumni Fak. Psikologi UI ini. Selain itu, igauan orang dewasa mengindikasikan suatu keinginan, baik yang sudah kesampaian ataupun belum. Sementara untuk batita, karena pengalaman hidupnya masih sedikit, maka kemampuannya juga belum sampai ke situ. Alhasil, igauannya masih murni representasi pengalamannya hari itu. "Walaupun untuk anak-anak juga ada perbedaan lagi. Di usia setahun, biasanya igauannya berupa hasil representasi hari itu yang bersifat fisik. Jadi, karena dia kecapekan setelah aktif bermain. Nah, sewaktu tidur, karena kondisi fisiknya lemah dan kecapekan, maka simpul-simpul otaknya sulit untuk dibereskan. Akibatnya, simpul-simpul pengalaman hari itu keluar dalam bentuk igauan." Sedangkan pada usia 2-3 tahun, penyebab igauannya bukan karena kelelahan semata, melainkan juga bisa dikarenakan pengalaman yang lebih berkesan. Di usia ini kemampuan kognitifnya telah lebih berkembang, hingga bila siangnya habis dimarahiorang tua atau dipukul kakaknya, atau ada kebutuhan yang tak terpenuhi, maka pengalaman ini akan terekspresikan lewat igauannya. Nah, karena kejadian-kejadian yang dialami anak berbeda-beda, maka igauan anak pun tak bisa seragam. Itulah mengapa, tak hanya berupa bicara yang kita temui sebagai igauan anak, kadang bisa berupa tertawa-tawa atau menangis sedih dan berteriak. "Mungkin saja siangnya anak tak menangis karena ditahan gara-gara malu atau takut. Nah, dalam igauan, yang keluar adalah kesedihan yang dipendamnya. Ingat, kan, kalau igauan selalu berupa ekspresi yang jujur dari diri anak?" Bahkan bisa jadi apa yang keluar dalam igauan pun bisa sangat sedih. "Karena dalam tidur, ia bisa melepaskan semua yang ditahannya. Jangankan anak batita, kita sendiri yang sudah dewasa jika teringat kejadian lalu yang menyedihkan tentunya akan merasa lebih sedih dibandingkan pada saat kejadiannya." Namun demikian, hal ini sebenarnya ada sisi positifnya. Dengan mengungkapnya dalam igauan, berarti ada proses pemuasan terhadap kejadian yang tak mengenakkan baginya. "Ia bisa melepaskan apa yang menjadi beban atau ganjalan dalam dirinya. Hingga ia pun bisa merasa plong karena simpul-simpul di otaknya sudah bisa dibereskan. Ia pun bisa bangun dengan lebih fresh." Sebaliknya, bila dalam pemberesan simpul-simpul di otaknya itu tak terpuaskan, misal, tak menangis walau ia sedih, justru bisa menimbulkan trauma pada dirinya. "Sebab, kesedihan yang ditahan-tahannya akan jadi beban dalam dirinya. Dengan demikian, ia perlu terapi lagi untuk mengatasi traumanya." Jadi, tak perlu cemas, ya, Bu-Pak, kalau anak mengigau sambil menangis. Pun demikian bila ia mengigau berupa senyuman atau tertawa gembira. TAK BOLEH TERUS-MENERUS Walaupun igauan wajar adanya, tapi jangan dibiarkan begitu saja kalau terjadi terus-menerus. "Jika tiap hari ia mengigau, maka orang tua harus segera mengevaluasi aktivitas sehari-hari si anak. Adakah kebutuhan anak yang tak terpenuhi atau adakah kejadian tertentu yang membuat trauma anak. Hal lain, bagaimana kondisi fisik si anak itu sendiri, apakah dalam kondisi fit ataukah memang dia anak yang termasuk cepat lelah?" Jika memang ia kelelahan bermain karena kondisi fisiknya kurang fit, cobalah untuk mengurangi intensitas dan waktu bermainnya, hingga kala berangkat tidur ia tak dalam keadaan kecapekan. Akan tetapi kalau permasalahannya terletak pada kebutuhan-kebutuhan anak yang belum terpenuhi, menurut Sherly, orang tua harus mencoba memenuhi apa yang jadi kebutuhan anak. "Inilah yang gampang-gampang susah." Misal, dalam igauannya, si anak melarang ibunya pergi ke kantor. Si ibu pun jadi bingung, mau kerja salah, enggak kerja juga salah.Padahal, sebenarnya si ibu bisa saja menggali keterangan dari si anak, kenapa ia sampai tak rela kalau ibunya pergi. Tentunya dengan bahasa yang mudah dimengerti anak. "Adek, kenapa Mama tak boleh kerja?" Namun ingat, nada bicaranya jangan mengancam agar anak tak takut mengungkapkan apa yang ada di hatinya. "Jangan lupa pula memberi penjelasan pada anak, kenapa ibu harus berangkat kerja setiap hari. Yakinkan diri anak bahwa sekalipun setiap hari berangkat kerja, bukan berarti ibu tak sayang lagi padanya. Lagi pula, setiap hari libur, toh, anak bisa sepuasnya kumpul bersama sang ibu." Nah, kalau pemecahan masalah itu tercapai, otomatis tak ada lagi kebutuhan anak yang mesti dipendam hingga terbawa sampai tidur, kan? Kalau setelah kita cari solusinya tapi anak tetap saja terus-menerus mengigau, saran Sherly, ada baiknya anak dibawa ke dokter ahli saraf atau psikolog. Siapa tahu anak mengalami gangguan biologis atau masalah psikis. Sebab, kalau tak dicari solusinya, mungkin saja akan timbul implikasi-implikasi psikologis nantinya. Misal, anak jadi penakut, tak berani mengungkapkan pendapat, takbisa mengekspresikan diri, malah ia pun bisa tumbuh jadi anak yang selalu dihantui ketakutan, tapi tak jelas apa yang ditakutkannya. Selain itu,dengan ada igauan, berarti tidurnya kurang nyenyak dan itu sama dengan anak kurang mendapat istirahat. "Nah, bagaimana anak bisa tumbuh optimal dan keesokan paginya akan bersikap ceria kalau tidurnya tak nyenyak? Bukankah tidur merupakan proses menyiapkan diri untuk menghadapi hari baru?" Kalau anak kurang istirahat, biasanya anak pun jadi sensitif, cepat marah, dan tak bergairah karena mengantuk. Oleh karena itu, terang Sherly, sebaiknya usahakan anak agar jangan mengigau terlalu sering. BANGUNKAN ANAK Selain itu, kalau kita melihat tangisan dalam igauan anak terkesan sedih sekali, bahkan sampai terisak-isak, atau jika marah hingga berteriak histeris, jangan dibiarkan begitu saja. Segera bangunkan si anak. "Tenangkan si anak dengancara dipeluk, hingga memberikan rasa aman dan tak membuatnya ketakutan lagi." Namun, anak jangan dulu buru-buru ditanyai atau diinterogasi mengenai penyebab igauannya.Sebab, kata Sherly, anak bisa kebingungan dan tambah takut. "Anak yang bangun dari tidurnya gara-gara menjerit atau kecapekan setelah menangis, tentunya akan tambah takut kalau kita berondong pertanyaan. Sebab, seringkali anak tak ingat akan apa yang diigaukannya." Itulah sebabnya pula, tak guna juga kita bertanya saat ia sedang mengigau dalam tidurnya. "Ia tak bakalan dengar dan tak memahami ada pertanyaan. Jadi, kalaupun ada yang bisa nyambung melakukan tanya jawab dengan orang yang sedang mengigau, itu hanya faktor kebetulan belaka." Jika ingin mencari tahu latar belakang igauannya,terang Sherly, ada baiknya dilakukan esok hari tapi dengan tenang dan jangan mendesak. Ingat, igauan itu ada yang bisa diingat anak, ada pula yang tak bisa diingatnya. ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- On 10/5/06, Setiawati <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Mau tanya donk, anak usia 1,6 tahun kalau tidur suka mengigau itu wajar ga sih??? <deleted>