---------- Forwarded message ----------
Message: 2 Date: Wed, 24 Jan 2007 17:57:36 -0800
From: Nurhadi_Sukiswanto
Subject: [MLDI] Artikel Tifus oleh : Prof. Dr. Iwan Darmansjah, SpFK
To: MLDI <dokter@itb.ac.id>
Message-ID:
<[EMAIL PROTECTED]>

Artikel dari milis tetangga, semoga bermanfaat.


  Widal Positif Belum Tentu Tifus

  Prof.Dr. Iwan Darmansjah, SpFK

  Bila musim sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota besar,
sering ditemukan penyakit tifus yang merupakan penyakit usus halus.
Penyebabnya beberapa tipe kuman Salmonella typhi.

  Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar, karena
sumber air minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi syarat.   Sayuran
dapat saja dicuci dengan air kali yang juga dipakai untuk  penampungan
limbah. Kakus pun berakhir di got atau kali. Padahal kuman  tifus berasal
dari kotoran manusia yang sedang sakit tifus. Karena  kota-kota besar
merupakan kakus terbuka raksasa, maka kuman tifus pun  berada dalam banyak
minuman dan makanan yang lolos oleh proses  memasak.

  Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak ada orang di Jakarta
yang tidak pernah menelan kuman tifus ! Bila hanya sedikit kuman yang
terminum, biasanya orang tidak terkena tifus. Namun, kuman yang  sedikit
demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi imun yang  dapat
dipantau dari darah; dikenal dengan reaksi Widal yang positif.

  Seseorang di Indonesia yang mempunyai reaksi Widal positif, belum
berarti sakit tifus. Tapi bila reaksi Widal positif ini terjadi  seumpama di
Swiss, dan orang itu tidak pernah makan di pinggir jalan  Jakarta serta
tidak pernah diberi vaksin tifus, maka kemungkinan ia   benar menderita
tifus. Di negara maju sistem pembuangan limbah disalurkan melalui pipa-pipa
tertutup sehingga tidak bercampur dengan  kotoran manusia.

  Dewasa ini pemeriksaan Widal di laboratorium umum dilakukan begitu
terdapat demam 1-3 hari. Bila reaksi Widal ditemukan positif, orang menjadi
gelisah. Kadang-kadang ia makan obat antibiotik sendiri atau memperlihatkan
hasil laboratorium itu kepada dokter. Sering terjadi,  dokter langsung
memberikan obat tifus kepadanya.

  Widal, seperti semua hasil laboratorium, harus diinterpretasikan dengan
bijak. Tanda-tanda klinis penderita harus lebih diutamakan  daripada reaksi
Widal yang positif. Mengapa ? Karena hampir semua  orang di Indonesia
mempunyai reaksi Widal positif tanpa sakit tifus. Penderita tifus mulai
demam rendah (subfebril) malam hari, hilang esoknya, terulang lagi malamnya,
menjadi makin hari makin tinggi. Mulainya malam saja, kemudian siang juga.
Tifus tidak pernah mulai dengan demam tinggi pada hari pertama sampai
ketiga. Bila demam terus  berlanjut dan pada hari ke 5 - 6 menjadi lebih
tinggi, maka barulah  tiba waktunya untuk memeriksa Widal dan melakukan
pembiakan kuman dari  darah. Hasil pembiakan kuman tifus yang positif
merupakan bukti pasti adanya tifus. Sayangnya, hasil kultur kuman ini baru
diketahui sesudah satu minggu (diluar negeri dalam 2 - 3 hari, dan ini
merupakan tantangan untuk laboratorium kita).

  Angka reaksi Widal sendiri tidak ada artinya, karena naiknya suhu yang
khas, perlahan, sampai tercapai suhu tinggi sesudah 5 - 6 hari  merupakan
simtom yang lebih penting untuk menduga adanya tifus. Demam  tinggi yang
terjadi sampai 4 - 5 hari, tanpa tanda-tanda infeksi kuman  yang jelas,
lebih dari 90% kemungkinannya ialah infeksi oleh virus,  yang tidak perlu
diberi antibiotika.

  Berbeda dengan diet zaman dulu, kini tifus tidak memerlukan diet bubur
yang ketat; nasi agak lembek sudah cukup. Daging, telur, ikan, ayam,  tahu,
tempe, sedikit sayur, dan buah boleh saja. Namun, yang pedas dan  keras
seperti kacang sebaiknya dihindarkan. Yang lebih penting ialah  istirahat
(tidur terlentang) sepanjang hari, sampai panas turun selama  beberapa hari.

  Bila dirawat di rumah ia masih diperbolehkan berdiri dan jalan  perlahan
hanya satu kali sehari untuk buang hajat. Kencing dilakukan di tempat tidur
saja. Suhu perlu dicatat empat kali sehari untuk ditunjukkan pada dokter
yang merawat. Namun, penderita dilarang pergi  ke tempat praktek dokter.
Banyak pergerakan menyebabkan suhu naik lagi, karena kuman terlepas dari
tempat perkembangannya di usus masuk ke dalam darah. Pergerakan banyak juga
menimbulkan risiko usus pecah pada minggu ke 3 - 4. Dengan perawatan ini dan
obat antitifus yang khusus, demam baru akan turun dalam 4 - 8 hari. Bila
panas sudah turun dalam 1 - 2 hari setelah pengobatan, kemungkinan bukan
tifus yang diderita.

  Sekali Lagi Mengenai Test Widal Utk Tifus

  Seorang wanita, 13 thn, yang bertubuh besar dan biasanya sehat, datang
dengan demam 6 hari. Demam tidak terlalu tinggi dan datang hilang selama 5
hari dan terukur 39.5? C di kamar praktek. Pasien diantar ayahnya, membawa
hasil laboratorium (inisiatif sendiri), termasuk nilai titer Widal (antara 0
dan 1/160) yang semuanya normal. Ia mengeluh sakit kepala dan mual sebagai
keluhan utama, serta berak  encer 1 kali. Wajahnya menunjukkan ia menderita
ringan saja. Saya beri surat periksa labor untuk tes urine lengkap dan
kultur darah, yang hasilnya baru akan diperoleh beberapa hari lagi. Dengan
diagnosis klinis tifus saya beri siprofloksasin dengan pesan tidak boleh
jalan dan istirahat tidur di rumah. Tanggal 14 Des demam naik 40.1?C dan
karena ayah panik, pasien dirawat di RS PI, dimana ia diberi infus
cefotaxime. Tgl 16 Des saya menerima SMS , menyatakan hasil kultur darah
tifus positif.

  Apakah Tes Widal harus dilakukan pada semua pasien demam?

  Sejak beberapa tahun terakhir pemeriksaan tes Widal menjadi rutin
men-screen penderita demam untuk penyakit tifus. Kebiasaan ini hanya terjadi
di Indonesia. Entah asal mulanya dari mana sulit dilacak,  karena hampir
semua dokter spesialis dan umum melakukannya secara  salah kaprah kolektif.
Hal ini begitu menyolok, sehingga pasien sendiri meminta labor melakukannya
bila demam. Pengelola labor-pun secara tidak etis menawarkan test ini kepada
setiap pasien yang lagi demam. Pada hal, semua dokter harus tahu bahwa nilai
titer Widal tidak bisa dipakai untuk mendiagnosis tifus. Semua buku
kedokteran juga tidak ada yang akan membenarkannya. Sehingga tujuan
komersial oleh para pelaku tidak bisa disingkirkan.

  Reaksi Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman
Salmonella typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan
makanan kita yang terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit tifus.
Jakarta dan Indonesia merupakan reservoir raksaksa kuman salmonella dan
lainnya. Semua manusia di Indonesia pasti pernah kemasukan kuman salmonella
melalui food-chain ini. Bila kebetulan jumlah kuman yang tertelan cukup
besar mungkin akan timbul penyakit tifus yang terutama ditandai oleh demam
berkepanjangan sebagai ciri khas. Namun tidak semua demam adalah tifus.
Tifus perlu dicurigai bila demam berlanjut sedikitnya 6-7 hari. Juga demam
tifus pada hari2 permulaan hanya ringan, tidak konstan, naik-turun, dan
hanya setelah 5-7 hari akan tinggi menetap, disertai badan pegal dan sakit
kepala, serta kadang2 mual dan diare ringan. Diagnosis tifus bisa dicurigai
setelah demam sekitar seminggu ditambah gejala2 diatas. Secara statistik
juga demam tanpa adanya gejala positif yang mengarah ke penyakit lain,
kemungkinan tifus adalah yang paling besar di Jakarta. Hal ini juga ditopang
oleh musim kemarau dan banjir yang membawa kuman salmonella.

  Pemeriksaan labor untuk konfirmasi kecurigaan tadi ialah kultur darah,
dilakukan sewaktu ada demam tinggi yang merupakan pertanda bahwa kuman
sedang menyebar dalam darah (sehingga lebih mudah dikultur). Kultur tidak
bia dilakukan pada hari2 permulaan demam karena cenderung masih negatif.
Kita harus menunggu hingga demam sudah tinggi dan konstan. Sayangnya hasil
kultur untuk kepastian diagnosanya baru diperoleh  setelah 4-6 hari. Namun
pengobatan sudah bisa dilakukan atas dasar  penilaian klinis, sambil
menunggu hasil kultur.  Test Widal tidak bisa dipercayai karena terlalu
banyak test yang false  positif maupun false negative.

  Test Widal hanya akan berguna untuk follow-up, terutama jaman dulu  waktu
mana belum ada antibiotika dan tifus bisa berlangsung 1 bulan  atau lebih.
Ia berguna untuk melihat apakah titernya naik selama  penyakit tersebut.
Inipun tidak berguna lagi karena obat antibiotik  yang ampuh sudah tersedia
dan akan menyembuhkan tifus dalam 7-10 hari,  sehingga tidak perlu
follow-up. Tingginya titer juga sangat individual dan tergantung kemampuan
tubuh kita membuat antibody. Misalnya, saya  mempunyai seorang pasien laki,
muda yang selama lebih dari 6 bulan  (tanpa demam) diberi antibiotika
berganti2 oleh dokternya hanya karena titer Widalnya sangat tinggi (sekitar
1/8000) dan tidak mau turun.
  Tentu hal ini mubazir.

  Sekarang musim hujan lagi dan frekuensi tifus akan naik di Jakarta.
  Bawalah tulisan ini dan berilah ke dokter anda bila anda disuruh
  periksa Widal.
  Be a `smart patient'!

  Makna Nilai Laboratorium

  Dengan adanya teknologi canggih, maka banyak orang mengira bahwa dengan
memeriksakan diri di suatu laboratorium dapat menentukan  penyakit yang
dideritanya, misalnya bila terjadi demam. Asumsi ini  tidak benar. Ilmu
kedokteran mendiagnosa penyakit terutama dengan cara  klinis, dan
laboratorium merupakan pelengkap. Sering hasil   laboratorium disertai
dengan nilai-nilai normal disebelah nilai yang   ditemukan, sehingga sangat
sugestif bahwa bila nilai yang ditemukan  itu di luar batas-batas normal,
maka hal itu berarti "abnormal", dan abnormal diartikan "sakit". Hal ini
TIDAK BENAR.

  Sebelum kita menarik kesimpulan seperti di atas perlu difahami  beberapa
hal:
  1. Nilai laboratorium "normal" ditentukan oleh himpunan data nilai lab
yang banyak sekali dari orang-orang yang dianggap dalam  kondisi "normal"
sehingga diperoleh batasan yang dianggap "normal"  secara statistik. Namun
manusia sangat bervariasi sehingga perolehan   nilai lab itu perlu
diinterpretasi secara ilmiah. Misalnya suatu nilai  darah, seperti laju
endap darah dapat dipengaruhi oleh ada-tidaknya  haid, dan caveat ini tidak
disebut dalam laporannya. Walaupun suatu  nilai yang tinggi, misalnya 100
mm/1jam, dapat dihubungkan dengan  suatu proses di tubuh seperti adanya
infeksi atau adanya tumor bila  memang didukung oleh keadaan klinis.
Kekecualian pun bisa terjadi, artinya "tidak ada penyakit".

  2. Ada nilai lab yang mempunyai batasan normal sempit, dan perolehan
nilai dil luar batasan ini berarti pasti abnormal (sakit). Misalnya,
tinggi-rendahnya hemoglobin (Hb) dapat memastikan adanya anemia  ("kurang
darah"), dan dapat ditentukan secara konsensus, dibawah nilai  Hb berapa,
diperlukan transfusi darah. Contoh lain, misalnya, nilai   fungsi ginjal,
kreatinin, mempunyai batasan normal yang sempit, dan di atas batasan ini
menunjukkan semakin berkurangnya fungsi ginjal secara pasti. Terdapat
hubungan jelas antara bertambahnya nilai kreatinin  dengan derajat kerusakan
ginjal, sehingga diketahui pada nilai berapa  perlu dilakukan tindakan cuci
darah misalnya.

  3. Sebagian nilai lab mempunyai batasan lebar dan arti yang kadang-
kadang tidak terlalu penting bila batasan "normal" dilampaui.  Memperoleh
nilai reaksi Widal positif untuk menandakan adanya antibody   terhadap kuman
tifus dalam tubuh kita merupakan suatu nilai lab yang  sering dirisaukan
oleh penderita bila ada demam. Dalam terbitan   INTISARI bulan ???.telah
dibahas mengenai arti suatu reaksi Widal yang   positif, yang belum tentu
berarti menderita tifus. Widal positif tanpa   adanya demam khas selama
kurang-lebih seminggu bukanlah tifus. Reaksi   Widal positif hanya
disebabkan oleh tercemarnya sumber air minum di   kota-kota besar Indonesia
oleh kuman Salmonella typhi dari penderita   tifus.

  4. Nilai tinggi kolesterol dan asam urat dewasa ini juga merupakan
momok untuk mereka yang suka makan enak dan banyak. Segala gejala yang
dirasakan seperti pegal, linu, sakit kepala, sakit sendi,   dikhawatirkan
sebagai akibatnya. Sebagian besar hal ini tidak benar,   dan kenaikan
sedikit diatas "normal" tidak perlu dirisaukan; apalagi   diharuskan makan
obat. Biasanya dengan melakukan diet yang baik nilai-nilai ini sudah turun
ke normal. Sebaliknya makan obat disertai makan  banyak berlemak tentu
merupakan tindakan tidak rasional.

  5. Pemeriksaan lab juga sering berlebihan; semua fungsi fisiologis
diperiksakan tanpa adanya petunjuk klinis apa yang hendak diketahui.
Pemeriksaan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang  diharapkan dan
menghamburkan biaya. Sebaiknya pemeriksaan lab perlu  direncanakan dengan
baik oleh dokter anda dan untuk menghemat biaya  perlu dibatasi jenisnya.
Hasil lab yang sering diperlihatkan kepada  dokter anda setelah anda sendiri
memintanya di laboratorium biasanya mengandung banyak kekurangan karena
tidak dipilih menurut kebutuhan  yang riel. Interpretasi hasilnya juga tidak
dapat dilakukan sendiri  tanpa pengetahuan lebih lanjut.

  Iwan Darmansjah

------------------------------

_______________________________________________
MAILING LIST DOKTER INDONESIA (MLDI)
**************************************


--
feel complicated? be with me..
http://myidol88.blogspot.com

Kirim email ke