Semoga bermanfaat...

  Butuh 600 Tahun Mengejar Ketinggalan!
<http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=213&Itemid=3#>
<http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=213&Itemid=3#>
Oleh
Kompas Cyber Media  Rata-rata bobot bayi Indonesia berusia dua tahun lebih
rendah 2 kg dari bobot bayi bangsa lain pada usia yang sama.

Tinggi badannya juga lebih rendah 5cm. Fakta lain konsumsi susu anak-anak
Indonesia ternyata juga lebih rendah dibandingkan anak-anak bangsa lain.
Butuh 600 tahun untuk mengejar ketinggalan dari Amerika Serikat !

Bicara soal pertumbuhan, memang tak bisa lepas dari ihwal konsumsi kalsium.
Mineral satu ini sangat berperan dalam pertumbuhan tulang, dan juga gigi.
Sebagai gambaran, saat kanak-kanak, penyerapan kalsium dan makanan bisa
mencapai 75%. Lalu menyusut hingga 20 - 40% begitu menginjak usia dewasa.
Puncak pembentukan massa tulang terjadi pada usia 25 tahun.

Itu sebabnya, membiasakan minum susu sebagai sumber utama kalsium pada
anak-anak menjadi penting, sebab mineral kalsium diperlukan untuk
memperbaiki sosok anak.

Banyak orang menyimpulkan, ketertinggalan anak Indonesia dari bangsa lain
dalam hal pertumbuhan itu boleh jadi berhubungan dengan kurang diminatinya
susu di negeri ini. Survei perusahaan riset global Canadean (2004)
menunjukkan, konsumsi susu sapi segar di Indonesia termasuk paling rendah di
Asia.

Memang selama 30 tahun, dari 1970 - 2000, menurut catatan Prof. Ali Khomsan,
guru besar ilmu pangan dan gizi IPB, tingkat konsumsi susu di Indonesia naik
sebesar 4,68 l/kapita/tahun menjadi 6,5 l/kapita/tahun (2000).

Celakanya, angka itu belum apa-apa jika dibandingkan dengan di negara lain.
Boro-boro mengejar ketertinggalan konsumsi susu dan Amerika Serikat yang 100
l/kapita/tahun. Untuk bisa menyalip Malaysia yang konsumsi susunya 20
l/kapita/tahun saja perlu waktu 120 tahun. Apalagi mau menyamai Amerika
Serikat. Butuh waktu 600 tahun, bo!

Dalam soal asupan kalsium pun lagi-lagi kita kalah jauh. Rata-rata konsumsi
kalsium di AS mencapai 743 mg/hari. Sementara kita cuma 23 mg/hari, dan
1/40-nya berasal dari susu. Bila digolongkan menurut umur, anak-anak
memerlukan asupan kalsium 1.179 mg/hari dan dewasa 530 mg/hari.

Perlu juga diketahui, jaringan tulang tak pernah berhenti bergiat, secara
teratur berubah bentuk, patah, dan tumbuh lagi. Sebuah kerja yang memerlukan
asupan sumber kalsium tinggi seperti susu. Kalsium di dalam tubuh sebagian
dikeluarkan secara teratur lewat air seni, keringat, dan tinja. Karena itu
untuk menggantikannya, dalam sehari kita perlu asupan 800 - 1.200 mg
kalsium.

Susu memang bukan satu-satunya sumber kalsium. Namun, Untuk mendapatkan
jumlah kalsium yang setara dengan 250 ml susu cair segar, misalnya, kita
harus menyantap 1.000 ml brokoli dan 12 potong roti gandum. Padahal satu
gelas susu saja sudah mengandung 358 mg kalsium.

Kurang lancarnya gelontoran susu dipercaya sudah terjadi sejak anak masih
bayi. Seperti dimaklumi, sumber pangan pertama yang tersedia bagi bayi baru
lahir ialah air susu ibu (ASI). Namun, Survey Demografi Kesehatan Indonesia
1997 dan 2002 membuktikan, perilaku pemberian ASI di negeri ini tak
menggembirakan. Pada 1997 jumlah ibu yang menyusui bayinya mencapai 96,3%.
Angka itu turun menjadi 95,9% pada 2002.

Sementara jumlah ibu yang menyusui anaknya saat masa emas (satu jam pertama
setelah kelahiran) hanya 3%. Pemberian ASI eksklusif (hanya ASI, tanpa
tambahan susu formula dan bahan makanan lain) selama enam bulan pertama
pascalahir pada 1997 hanya 42,4%, dan turun menjadi 39,5%  pada 2002.

Jadi, sejak awal, bayi-bayi kita memang sudah bermasalah dengan konsumsi
susu.

*Kendala Kulkas*

**

  - Kita masih menyimpan "kutukan" lain soal susu, yakni pola
  konsumsinya yang penuh anomali.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, Indonesia menjadi satu-satunya
negara yang konsumsi susu cairnya jauh lebih rendah daripada susu bubuk. Ini
dipercaya berkaitan dengan rendahnya tingkat ekonomi masyarakat kita.

Susu cair harus cepat habis diminum dan ditaruh di kulkas begitu kemasannya
dibuka. Makanya, kalau tak punya kulkas, susu bubuk menjadi pilihan yang
lebih praktis. Padahal, susu cair segar masih mengandung gizi dan rasa
alami.

Dalam kondisi murni alias belum diolah, susu sapi mengandung 3,5% total
protein, yaitu 2,8% casein (protein utama susu berbentuk gumpalan) dan 0,7%
whey (protein utama susu berbentuk cair). Susu juga berisi 3,7% lemak, 4,8%
karbohidrat, dan 0,7% abu.

Kandungan utama susu segar yaitu air, lemak, protein, laktosa, dan mineral.
Susu juga memiliki sejumlah zat lain macam enzim, vitamin, dan fosfolipid
(zat berbahan seperti lemak). Laktosa, jenis gula yang hanya ada dalam susu,
merupakan karbohidrat sederhana yang membantu penyerapan kalsium dalam
tubuh.

典api 遡an tak mungkin mereguk susu segar yang baru diperah begitu saja dari
ambing sapi,・canda Prof. Made Astawan, guru besar Teknologi Pangan dan Gizi
IPB. Mengapa? 適arena sarat kandungan gizi dan cairan, susu menjadi media
sempurna pertumbuhan bakteri, hingga cepat asam dan basi.・Karena tak mungkin
langsung mengonsumsi dari sumbernya itulah, sejak dulu selalu dicari cara
terbaik agar susu segar tahan lama.

Awalnya, susu didinginkan pada suhu 0 - 4ーC. Pada kondisi ini, umur
simpannya maksimal 48 jam. Kemudian ditemukan cara pasteurisasi (di pasar
swalayan, kita bisa mendapatkan kemasan susu pasteurisasi di lemari
pendingin). Susu dipanaskan 72ーC selama 15 detik, dan disimpan dalam suhu 5-
7ーC, sehingga daya tahannya maksimal menjadi 14 hari.

Berikutnya, ada 都usu sterilisasi konvensional・ yang dipanaskan pada suhu
120ーC selama 15 menit. Dalam kemasan yang belum dibuka, umur simpan susu ini
bisa mencapai enam bulan.

Lalu ditemukan cara pengawetan yang membuat susu segar jadi 都usu bubuk
kering・dengan pemanasan 80ーC selama 30 detik, dikeringkan dengan spray dryer
atau roller dryer sekitar dua jam per ton pada suhu 180ーC, Susu pun bisa
awet sampai dua tahun dalam kemasan aluminium dan kotak karton.

Celakanya, pola pemanasan itu selain membunuh bakteri, juga mengikis
vitamin, mineral, dan enzim. Protein pun rusak sekitar 30%. Kerusakan itu
coba ditebus dengan menambah zat gizi yang hilang, tapi kondisinya takkan
sama seperti semula. Apalagi, menurut Made Astaman, bisa timbul reaksi
Maillard, yaitu terjadi pigmen coklat antara gula dan protein susu karena
pemanasan yang lama, menyebabkan protein makin sulit dicerna.

Akhirnya, upaya mengawetkan susu dan gizinya sampai pada metode  都usu
UHT・(ultra high temperature), yaitu memanaskan susu segar selama empat detik
pada suhu 140ーC untuk mematikan semua bakteri tanpa merusak mutu gizinya.
Teknologi pengawetan ini diiringi penemuan teknologi pengemasan aseptic pada
1989, yang menggunakan enam lapis kertas, plastik polyethylene, dan
alumunium foil yang mampu melindungi susu dari udara luar, cahaya,
kelembaban, aroma luar, dan bakteri.

Susu UHT dalam kemasan aseptik ini tahan disimpan dalam suhu kamar sampai 10
bulan, tanpa bahan pengawet. Di pasar swalayan, kita bisa menemukan susu
jenis ini di rak biasa, sejajar dengan kemasan pangan kering lain.

Sampai saat ini, susu berkemasan aseptik dianggap sebagai penemuan terbesar
dalam teknologi pengemasan pangan 50 tahun terakhir. Namun, begitu
kemasannya dibuka, harus tetap masuk kulkas. *(Intisari).*

Kirim email ke