ATM LANGIT
Apa itu ATM langit...?
Suasana haji memang sangat istimewa. Paling tidak, bagiku. Sebab setiap
kegiatan apa saja, selalu saja aku hubungkan dengan kebesaran Allah Swt,
sebagai Dzat Yang Maha Pengatur segala urusan makhlukNya.
Tidak terkecuali ketika aku sedang istirahat setelah melakukan shalat
dhuhur. Tiba-tiba saja aku teringat akan semua persoalan dalam hidup,
khususnya tentang keuangan atau rezeki yang oleh setiap orang dalam
kehidupan rumah tangganya selalu menjadi fokus perhatian utama.
Saat itu aku bisa melihat suatu keanehan pada perjalanan hidupku. Khususnya
berkaitan dengan rezeki. Tetapi hal itu tentu berlaku secara umum, artinya
bagi siapa saja. Hanya saja mungkin tidak banyak orang-orang yang sempat
bertafakur tentang keanehan ini. Aku merasa bahwa dalam persoalan rezeki,
Allah Swt telah 'mengemudikan' perputaran rezeki setiap orang dengan luar
biasa. Begitu cermat, dan tepat waktu.
Maka anganku melayang pada berbagai peristiwa yang terjadi beberapa waktu
yang lalu...
Suatu saat, temanku, pak Riduwan bercerita. "Baru saja kami memberi pisang
satu sisir kepada famili yang mau pulang dari rumah kami setelah ia
bermalam satu hari, ternyata tanpa kami sangka-sangka pada sore harinya ada
seorang kenalan yang datang ke rumah membawa pisang satu tandan (berisi
sekitar 7 sisir pisang) MasyaAllah... pisang satu sisir yang kami berikan
tanpa tendensi apa-apa tersebut, di ganti oleh Allah dengan tujuh sisir... "
Lain lagi pengalaman pak Mansyur. Suatu saat pak Mansyur kehilangan sepeda
motor kesayangannya. Sepeda motor tersebut dicuri orang di hadapan pak
Mansyur sendiri, saat ia mau berangkat sholat jum'at.
Sepeda motor yang sudah dikunci itu ia letakkan di teras rumahnya. Ketika
orang di kampungnya sudah hampir berangkat ke masjid, saat itu pula pak
Mansyur keluar untuk pergi ke masjid. Tak disangka ada seorang yang tak
dikenal masuk lewat pintu pagar. Kebetulan tidak terkunci. Langsung saja
sepeda motor itu dilarikan oleh orang tak dikenal tersebut...
Pak Mansyur berusaha mengejar. Tapi tak mampu berlari mengejar sepeda motor
yang dilarikan dengan kencang itu. Apalagi saat itu pak Mansyur sedang
memakai sarung mau berangkat ke masjid. Maka ia hanya bisa berteriak minta
tolong.
Namun apa dikata, semua orang laki-laki sudah sepi karena semua sedang
berada di masjid. Maka sepeda motor satu-satunya yang dimiliki pak Mansyur
itu pun hilang. Padahal ia sangat memerlukannya untuk antar jemput sekolah
anak-anaknya! Raib bersama sang pencuri yang kabur dengan begitu cepatnya...
Tinggallah pak Mansyur yang merana, merenung, bersedih, bahkan bingung...
Apa yang harus dibuatnya ia tidak tahu.
Hari-hari setelah kehilangan sepeda motor itu, pak Mansyur bersama istrinya
hanya bisa berdo'a dan berdo'a. Bahkan sering ia melelehkan air mata
sendirian ketika anak-anaknya bertanya, dengan apakah mereka berangkat
sekolah? Padahal sepeda motor itu dipakai bergantian untuk mengantar dan
menjemput dua anaknya yang sekolah di Sekolah Dasar, dan seorang anaknya
yang di Sekolah Menengah Pertama.
Ah, sudahlah! Semua yang sudah terjadi merupakan ketetapan yang tidak bisa
diubah lagi...." Demikian pak Mansyur menghibur dirinya. Akhirnya ia
berusaha untuk merupakan kejadian itu.
Satu hari, dua hari, seminggu, dua mingu..!
Hari itu tepat dua minggu atau empat belas hari, dari kejadian hilangnya
sepeda motor pak Mansyur. Pada hari itu kebetulan istri pak Mansyur membuat
kue sederhana untuk dimakan sekeluarga. Seperti kebiasaan keluarga itu,
mereka sering memberi kue kepada para tetangganya kalau kebetulan sedang
membuat kue. Memang bu Mansyur dikenal cukup supel dan sangat ringan tangan
kepada para tetangganya. Ia selalu membagi-bagi kue hasil tangannya untuk
siapa saja. Ketika itu pak Mansyur dan istrinya memberi kue kepada seorang
kenalan yang sudah cukup lama, mereka tidak silaturahim ke rumahnya.
Sore itu, sambil bercanda ala kadarnya pak Mansyur dan istrinya terlibat
dalam percakapan akrab dengan kenalannya yang sudah cukup lama tidak mereka
temui itu.
Tiba-tiba pak Sofyan, dan istrinya bertanya: Saya dengar anda barusan
kehilangan sepeda motor...?", pak Mansyur pun menjawab ala kadarnya.
"..iya, pak, iya bu... koq bapak-ibu tahu... dari mana?" Jawab pak Sofyan
dan bu Sofyan hampir bersamaan : "... iya, ada orang yang kira-kira
seminggu yang lalu bercerita kepada kami..."
"..Terus bagaimana pak Mansyur mengantarkan anak-anak ke sekolah ?"
Pak Mansyur pun seperti diingatkan akan sesuatu yang sudah terlupakan...
Maka kembali pak Mansyur tanpa sengaja menunjukkan ekspresi sedihnya.
Karena ia teringat kepada anak-anaknya.
Pak Mansyur tidak menjawab, ia hanya bisa menerawang ke langit berusaha
menyembunyikan rasa sedihnya.
Pak Sofyan dan bu Sofyan, rupanya mengetahui perasaan itu, maka mereka juga
berdiam diri.
Akhirnya setelah mereka sama-sama terdiam beberapa saat, Bu Sofyan membuka
pembicaraan, yang sangat mengejutkan pak Mansyur dan istrinya: "... Pak
Mansyur, bu Mansyur, janganlah bersedih hati. Kami sebenarnya sejak
beberapa hari yang lalu memang sedang mencari bapak dan ibu. Kami kebetulan
sedang mendapat rezeki. Karena itu kami ingin membagi rezeki ini kepada
bapak dan ibu yang sedang kehilangan sepeda motor... Kami akan mengganti
sepeda motor bapak dengan sepeda motor yang baru. Uangnya sudah kami
siapkan. Silahkan pak Mansyur dan ibu besok memilihnya di toko. Terserah
sepeda motor apa yang bapak ibu kehendaki..."
Kalaulah ada geledek di sore hari itu, mungkin pak Mansyur dan bu Mansyur
tidak seterkejut ketika mendengar perkataan yang halus dan penuh iba itu.
Lidah mereka terasa kaku untuk bicara. Hati mereka terkejut setengah mati.
Betapa mungkin... tiba-tiba tanpa disangka-sangkanya, sore itu ada orang
yang akan mengganti sepeda motornya yang hilang, hanya 'karena' bersilaturahim?
Spontan mata pak Mansyur dan istrinya berkaca-kaca menahan tangis haru,
senang, gembira, maupun rasa syukur yang tiada terkira.
Keesokan harinya betul saja. Bu Sofyan memanggil pak Mansyur untuk
mengambil uangnya sebesar harga sepeda motor baru. Yaitu Dua belas juta
rupiah. Pak mansyur menerima uang itu dengan tiada hentinya, di dalam hati
untuk terus bersyukur kepada Allah Swt. Tidak ada kata yang bisa mewakili
ungkapan rasa syukurnya itu.
Satu hal yang membuat pak Mansyur nggak habis fikir. Betapa sepeda yang
hilang itu dahulu dibelinya dengan harga tujuh juta rupiah. Waktu itu pak
Mansyur berhasil mengumpulkan uang dari rezeki tiap bulannya. Kepinginnya
sih, membeli sepeda motor baru. Tetapi uang yang terkumpul tidak mencukupi,
akhirnya ia membeli sepeda motor bekas seharga tujuh juta rupiah. Ternyata
sepeda motor yang baru dibelinya sekitar empat bulan, hari itu hilang
diambil pencuri. Dan sekarang, sepeda motor bekas seharga tujuh juta rupiah
itu, dalam waktu empat belas hari sudah berganti dan 'berubah' menjadi
sepeda motor baru seharga dua belas juta rupiah...
Pak Mansyur hanya bisa geleng kepala, tanpa makna...
Tiga hari setelah peristiwa pembelian sepeda motor baru tersebut, seorang
familinya datang ke rumah pak Mansyur. Maka dengan penuh antusias dan penuh
dengan rasa syukur pak Mansyur bercerita panjang lebar kepada familinya itu.
Tiba-tiba pak Yusron, famili pak Mansyur itu berkata : " Wah kalau begitu
ceritanya, lebih baik kehilangan sepeda motor ya.., dari pada tidak !..ha
ha ha" "...Aku juga mau sepeda motorku hilang, kalau hanya dalam waktu
empat belas hari saja sudah berganti menjadi sepeda motor baru...!"
Pak Mansyur hanya tersenyum....
Dalam cerita pak Mansyur ini memang ada sesuatu yang menarik untuk
direnungkan. Sungguh aneh, sungguh penuh misteri hidup ini! Tetapi juga
indah. Sedih dan gembira silih berganti, tapi manusia tidak pernah
menyangkanya. Semua peristiwa, ternyata sekedar untuk menguji siapa yang
sabar, siapa tidak. Siapa yang tetap bersyukur, dan siapa yang lupa akan
nikmat Allah.
Pak Mansyur, meskipun sedih, tetapi ternyata tetap saja ia dan istrinya
sering memberi kue pada orang lain. Seperti kebiasaannya.
Mungkin itulah salah satu 'kunci' mengapa Allah mengganti sepeda motor yang
hilang itu dengan sepeda motor yang baru. Karena dari peristiwa kehilangan
itu Allah melihat bahwa pak Mansyur dan istrinya masih tetap konsisten
dengan kedermawanannya. Meskipun hanya sekedar sepotong kue buatannya.
Nyata-lah sudah, Pak Mansyur dan istrinya telah lulus dalam ujianNya...!
QS. Ali Imran (3) : 134
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang
maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Lain pak Mansyur, lain pula dengan pak Djupri. Kata pak Djupri, ia pernah
memberi pada familinya yang sedang kesulitan uang sebesar lima belas ribu
rupiah. Familinya datang dari rumahnya yang cukup jauh, perlu uang sebesar
lima belas ribu rupiah untuk membelikan buku anaknya. Sementara pak Djupri
pada saat itu juga tidak punya uang, kecuali hanya satu lembar uang dua
puluh ribuan rupiah.
Setelah dirundingkannya dengan sang istri, maka ditukarkannyalah uang
tersebut ke toko di sebelah rumahnya. Selanjutnya yang lima belas ribu
diberikan kepada famili yang sedang kesulitan itu. Sisanya yang lima ribu
ia simpan kalau-kalau ada keperluan untuk rumah tangganya. Meskipun dengan
hati sedikit agak berat, karena tidak ada uang selain itu, ia lepaskan juga
uang itu untuk kepentingan orang lain.
Waktu itu hari masih pagi, dimana anak-anak pak Djupri baru saja berangkat
sekolah. Setelah familinya pulang, dalam hati pak Djupri dan juga istrinya
terbersit rasa khawatir kalau-kalau nanti sore anak-anaknya perlu akan
sesuatu, tentu mereka akan mengalami kesulitan. Sebab di tangan mereka kini
hanya ada uang lima ribu rupiah saja. Tetapi perasaan itu ditepisnya.
Mereka yakin, Allah tidak akan membiarkan hambaNya yang lagi kesulitan.
Mereka berdo'a semoga anak-anaknya tidak membutuhkan uang pada saat itu.
Ketika hari menjelang sore, tiba-tiba saja di depan rumah pak Djupri ada
seseorang yang sedang mencarinya. Ia bertanya pada tetangga sebelah.
Katanya ia ingin bertemu sebentar dengan pak Djupri. Tetapi saat itu pak
Djupri tidak ada di rumah. Ia sedang keluar untuk suatu keperluan.
Orang tersebut hanya berkata pada istri pak Djupri, bahwa tidak ketemu pun
tidak apa-apa. Dia hanya ingin menitipkan sebuah bungkusan koran bekas
kepada istri pak Djupri agar bungkusan itu disampaikan sendiri kepada pak
Djupri.
Selang beberapa waktu sebelum mangrib, pak Djupri pulang. Ketika ia
diberitahu oleh istrinya, pak Djupri pun agak heran. Maka dibukalah
bungkusan itu. Ternyata di dalamnya tidak ada barang apa-apa, kecuali
amplop kecil, yang bertuliskan :
"Terima kasih atas pertolongan yang pak Djupri berikan kepada keluarga kami
beberapa waktu yang lalu, semoga Allah membalas budi baik bapak"
Pak Djupri dan istrinya hanya bisa saling pandang. Dibukanya amplop kecil
itu, ternyata di dalamnya ada uang sebanyak seratus lima puluh ribu rupiah...
Aku pun terpekur sendiri di Masjid, mengenang beberapa cerita pendek tersebut.
Dalam Kasus pak Djupri, Allah meminjam lima belas ribu rupiah, untuk
keperluan seseorang yang sedang kesulitan, dan Allah mengganti sepuluh kali
lipatnya dalam waktu hanya beberapa jam saja...subhaanallaah...
Satu lagi !
Pak Afandy pernah bercerita tentang kehidupannya ketika masih remaja. Ia
berjuang mencari rezeki untuk biaya sekolah adik-adiknya. Setiap pulang
kuliah ia memberi les pada anak-anak tetangganya. Suatu saat ia bertemu
dengan teman lamanya yaitu pak Ismail.
Pak Afandy oleh pak Ismail diminta memberi les privat kepada cucunya pak
Djoyo. Menurut pak Ismail, pak Djoyo adalah teman lamanya yang saat itu
sedang sukses. Ketika Afandy yang masih remaja itu memberi les kepada cucu
pak Djoyo, saat itu pak Djoyo sekeluarga sedang pergi ke luar negeri.
Mereka pergi ke Jepang untuk urusan bisnisnya. Di samping urusan bisnis,
mereka juga sekaligus mengajak beberapa anggota keluarganya untuk sekalian
rekreasi di negeri Sakura tersebut.
Maka tinggallah Afandy muda yang saat itu sendirian memberi les kepada cucu
pak Djoyo yang bernama Anas. Saat itu Anas sedang duduk di kelas tiga SMP.
Ia sedang melakukan persiapan untuk menghadapi ujian akhir.
Afandy muda pun memberikan pelajaran lesnya dengan serius, agar Anas bisa
lulus dengan nilai yang memuaskan, seperti pesannya pak Djoyo. Setiap dua
hari sekali Afandy pergi ke rumah Anas dengan naik sepeda motor bututnya.
Dimana jarak rumah Afandy dengan rumah Anas cukup jauh, yaitu sekitar 6 km.
Dan les privat pun berjalan lancar selama dua bulan. Akhirnya Anas pun
lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan.
Selama kurun waktu dua bulan tersebut, pak Djoyo sudah dua kali pergi ke
luar negeri. Ketika Afandy saat-saat akhir memberi les pada Anas, yaitu
sekitar tiga hari sebelum Anas menempuh ujian, pak Djoyo pergi lagi ke Luar
negeri.
Saat pak Djoyo tidak ada di rumah, ternyata bertepatan dengan saat Afandy
mengakhiri les privatnya kepada Anas. Tak ayal, Afandy pulang dan
mengakhiri masa lesnya tanpa bisa 'pamit' kepada pemilik rumah. Alias,
Afandy muda tidak mendapat uang sepeser pun dari keluarga kaya itu.
Meskipun untuk uang lelah atau untuk sekedar tranportasinya.
Ketika aku tuliskan cerita ini, kejadian itu sudah berlalu dan sudah
terjadi sekitar dua puluh lima tahun yang lalu. Ketika aku mencoba bertanya
kepada pak Afandy yang kini sudah berumur lima puluh tahun itu, bagaimana
perasaannya waktu itu, ia hanya menjawab sambil tersenyum :
"...ah, biarlah.. Kan itu sudah berlalu. Dan itu saya anggap saya telah
menyimpan dan menabung di langit. InsyaAllah, Allah akan menjadikan rezeki
yang tidak saya terima saat itu sebagai ATM langit. Semoga Dia Yang Maha
Kaya dan Maha Kuasa atas segala sesuatu akan mencairkan ATM tersebut ketika
saya sedang membutuhkannya...."
Aku termangu mendengar jawabannya! Ah, sungguh luar biasa Afandy muda waktu
itu. Saat ia membutuhkan biaya sekolah untuk adik-adiknya, saat ia
mendambakan rezeki untuk kebutuhannya yang sangat banyak, justru dari les
yang ia harapkan itu, ia tidak mendapatkan apa-apa. Padahal biaya untuk
tranportasinya saja cukup besar bagi ukuran Afandy muda saat itu. Belum
lagi waktu yang terbuang untuk memberikan ilmunya. Belum pengorbanan
perasaannya yang saat itu pupus... dua bulan ditunggunya, tetapi situasi
dan kondisi pada saat itu tidak seperti yang diharapkannya.
ATM LANGIT...!
Ah, bisa aja pak Afandy membuat istilah itu.
Dalam kehidupan modern ini, memang kalau kita lagi membutuhkan uang, maka
kita akan menuju mesin ATM. Di Bank mana saja kita telah menabung uang
milik kita. Maka dengan nomor pin yang kita miliki, kita akan bisa
mengambil uang sesuai dengan kebutuhan kita saat itu.
Menurut pak Afandy, dia telah berbuat sesuatu, maka pasti Allah Swt Yang
Maha Kaya, akan memberikan hasil dari jerih payahnya. Meskipun tidak ia
terima pada saat itu. Tetapi hasil itu oleh Allah telah ditabungkan di
sebuah mesin super canggih yang ada di 'langit'. Dan akan dicairkan dengan
nomor pin rahasiaNYA, pada saat kita membutuhkannya...
QS. An-Nahl (16) : 96
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
QS. Az-Zalzalah (99) : 7
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan) nya.
Pak Afandy rupanya tidak sembarangan memberikan informasinya, sebab apa
yang telah ia sampaikan itu, telah terbukti dalam kehidupannya. Sejak
peristiwa itu ia semakin mantap dalam menyikapi hidup ini.
Setiap ia memerlukan dana untuk kebutuhan hidupnya, selalu saja ada jalan
dan solusinya yang cukup ajaib tetapi nyata menurutnya.
"... ketika tanggal tua, dimana kami sekeluarga tidak punya uang sama
sekali, pada saat yang sangat kritis itu, tiba-tiba ada rezeki yang tidak
kami sangka-sangka. Maka tertutuplah kebutuhan kami saat itu. Dan anehnya
kondisi semacam itu terus berlanjut setiap bulan, setiap waktu...."
"... ketika anak saya sedang membutuhkan dana untuk uang sekolah, di tahun
ajaran baru yang berjumlah lima ratus ribu rupiah, padahal saat itu saya
tidak punya uang sama sekali, pada saat yang bersamaan, pada hari itu pula,
tiba-tiba ada orang datang ke rumah memberi uang sebesar lima ratus ribu
rupiah. Tidak lebih dan tidak kurang... Jumlahnya persis seperti yang kami
butuhkan.
Uang itu, kata orang yang datang ke rumah, adalah hasil kerja saya beberapa
bulan yang lalu, ketika saya memberi saran pada suatu persoalan yang
ternyata ada kaitannya dengan bisnis. Dan ternyata bisnis itu memiliki
keuntungan yang cukup besar. Dan pada saat yang tepat 'upah' itu datang
untuk menutup persoalan anak saya yang belum membayar uang gedung di
Sekolahnya.... subhaanallaah."
Inilah ATM langit. Yang apabila kita menabung dengan melakukan perbuatan
baik, maka akan menuai hasil ketika membutuhkannya.
Ternyata semua persoalan yang ada pada diri manusia, semuanya dikendalikan
oleh Sang Maha Pencipta. Yang Maha Pengasih dan Penyayang kepada
makhlukNya. Dan hal itu sangat jelas nampak pada setiap persoalan dalam
kehidupan kita. Hanya saja banyak sekali orang tak bisa dan tak mampu, atau
tak merasakan hal tersebut. Mengapa?
Sebab mereka tidak menghiraukan keberadaanNya, tak menghiraukan
kehadiranNya, dan tak mau memperhatikan tanda-tanda yang sangat jelas yang
melekat pada setiap persoalan kita.
QS. Yusuf (12) : 105
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang
mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.
Setiap orang pasti mempunyai persoalan mencari rezeki untuk bisa mencukupi
kebutuhannya. Hal tersebut berlaku secara universal, baik terhadap orang
miskin, atau orang kaya raya sekali pun. Dan Allah dengan begitu indahnya
mendistribusikan rezeki kepada seluruh umat manusia, dengan suatu 'rumusan'
yang sangat misterius, yang kadang kita tidak faham dibuatnya. Tetapi kita
akan masih bisa melihat kehebatan dan keindahan rumusan tersebut jika hati
kita bersih dari berbagai penyakit duniawi.
"jika hati seseorang telah diberi makanan berupa dzikir, dan diberi minuman
berupa tafakur, serta bersih dari penyakit duniawi, maka akan nampak
berbagai keajaiban olehnya. Dan ia akan memperoleh hikmah dari manapun"
(Ibnul Qayyim)
Satu hal yang perlu direnungkan, adalah dari sekian juta manusia, atau
bahkan sekian miliar manusia yang pernah hidup di bumi ini, dari tata cara
pembagian rezeki saja, kita sudah bisa mengetahui bagaimana keindahan cara
Allah membaginya.
Sungguh luar biasa cara Allah mendistribusikan rejekiNya. Luar biasa
rumitnya tetapi sekaligus luar biasa indahnya.
Inilah sebagai salah satu bukti, bahwa Tuhan Allah itu hanya satu. Bukan
dua, bukan tiga atau bukan sepuluh. Andai setiap orang punya tuhan
masing-masing, dan tuhan-tuhan mereka itu mengabulkan permintaan
masing-masing manusia, maka sungguh akan berantakan sejak dahulu bumi ini.
Maka betapa indahnya kalimat kesaksian kita :
"asyhaduallaa ilaaha illallah, wa asyhaduanna Muhammad rasulullah"
--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]