Plastik dan Gabus Sama Resikonya Sumber : Kompas (Juni 2003) Plastik dan gabus sama-sama praktis sebagai kemasan makanan. Tetapi keduanya juga mengandung zat-zat yang amat berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kanker salah satu ancamannya. Ingat iklan tentang pipa plastik dari bahan polyvinyl chlorida (PVC) yang tak hancur meski diinjak-injak gajah? Sekarang, bayangkan bila unsur-unsur zat itu masuk ke tubuh melalui kemasan makanan dari bahan plastik maupun styrofoam (gabus). Tentu saja sistem pencernaan kita sulit mencernanya.
Tanpa memikirkan atau sekedar mau tahu mengenai risikonya terhadap kesehatan, kemasan makanan dari bahan plastik maupun styrofoam sudah pasti menjadi pilihan utama karena praktis, ringan, dan bisa digunakan berulang kali. Tetapi pada kedua jenis bahan ini justru ditemukan kandungan dioctyl phthalate (DOP) yang menyimpan zat benzen, suatu larutan kimia yang sulit dilumat oleh sistem percernaan. Benzen ini juga tidak bisa dikeluarkan melalui feses (kotoran) atau urine (air kencing). Akibatnya, zat ini semakin lama semakin menumpuk dan terbalut lemak. Inilah yang bisa memicu munculnya penyakit kanker. Dr. Eng. Agus Haryono, peneliti bidang teknologi proses dan katalisis Puslit Kimia LIPI menjelaskan, banyak kandungan berbahaya dari kantong plastik (kresek) bisa mengontaminasi makanan. Bila terkena suhu tinggi, pigmen warna kantong plastik akan bermigrasi ke makanan. Agus yang khusus meneliti plastik dan styrofoam hingga meraih gelar S3 ini menjelaskan, bila makanan yang baru digoreng ditempatkan di kantong kresek, suhu minyak yang tinggi akan menghasilkan kolesterol atau lemak jenuh yang tinggi pula. Belum lagi, kantong kresek ini mengandung DOP serta logam berat Zn (seng) yang biasanya ditambahkan pabrik plastik sebagai bahan stabilizer untuk plastik. DOP memang populer digunakan dalam proses plastisasi. Konsumsi DOP pada industri PVC mencapai 50-70% dari total produksi plasticizer (senyawa aditif yang ditambahkan ke dalam polimer untuk menambah fleksibilitas dan daya kerjanya). Selain efisien, DOP juga memberikan viskositas yang stabil pada saat aplikasinya pada PVC. Lebih dari itu, harga DOP paling murah di antara sekitar 300 plasticizer yang dikembangkan, karena proses sintesanya sederhana dan bahan baku industri petrokimia ini juga melimpah. Namun, ungkap Agus, pemakaian DOP, terutama aplikasinya pada food-drug packaging (kemasan makanan dan obat-obatan) atau mainan anak-anak mulai dipermasalahkan. Karena migrasi senyawa aromatik dari PVC yang masuk ke dalam tubuh amat membahayakan kesehatan manusia. Ancaman terhadap kesehatan lainnya datang dari kantong plastik berwarna-warni. Menurut Agus, masalahnya adalah seringkali tidak diketahui bahan pewarna yang digunakan. "Memang ada pewarna food grade untuk kantong plastik yang aman untuk makanan. Tetapi di Indonesia jarang ditemukan hal yang demikian. Biasanya produsen di sini menggunakan pewarna nonfood grade. Akan tetapi menurut ilmu kimia, yang perlu diwaspadai adalah plastik yang tidak berwarna ini. Semakin jernih, bening, dan bersih plastik tersebut, semakin sering terdapat kandungan zat kimia yang berbahaya dan tidak aman bagi kesehatan manusia," terang Agus. Styrofoam yang masih tergolong keluarga plastik ternyata juga memiliki bahaya yang sama. Sebagaimana plastik, styrofoam bersifat reaktif terhadap suhu tinggi. Padahal salah satu kelebihan styrofoam adalah kemampuannya menahan panas (lihat Tabel). Tidak hanya itu, styren, bahan dasar styrofoam, bersifat larut lemak dan alkohol. Ini berarti, kata Prof.Dr.Hj. Aisjah Girindra, ahli biokimia pada Lab Biokimia FMIPA IPB, wadah dari jenis ini tidak cocok untuk tempat susu yang mengandung lemak tinggi. Begitu pun dengan kopi yang dicampur krim. Padahal, tidak sedikit restoran cepat saji yang menyuguhkan kopi panasnya dalam wadah ini. "Karena itu sewajarnya kita berhati-hati menggunakan styrofoam. Kalau untuk makanan dingin tidak perlu khawatir, tapi bagaimana pun, penggunaannya sebaiknya dihindari," kata Aisjah. Ketika meminta konfirmasinya mengenai hal ini, Prof.Ir. Dedi Fardiaz, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) meminta masalah ini dipandang pada tempatnya. Di dalam styrofoam dan plastik memang ada ancaman bagi kesehatan akibat kemungkinan imigrasi komponen-komponen dari plastik dan styrofoam ke barang yang kita konsumsi, tuturnya. Tetapi kemungkinan ini tergantung dari jenis pangannya, lama kontaknya, luas cakupan bahannya (plastik/styrofoam) dan sebagainya. "Karena itu kita harus fair membahasnya. Jangan sampai nantinya malah menimbulkan kepanikan di masyarakat akibat adanya pembahasan bahwa styrofoam dan plastik berbahaya," tegasnya. Penelitian yang dalam dan menyeluruh mengenai ancaman di balik kemasan dari bahan styrofoam dan plastik memang belum dilakukan. Meski demikian, ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memuat tentang kemasan sebenarnya sudah ada di Badan Standardisasi Nasional (BSN). Contohnya saja, SNI tentang film PVC untuk kemasan kembang gula, SNI tentang botol plastik wadah obat, makanan, dan kosmetika, SNI tentang etilen vinil asetat untuk laminasi pangan dan SNI tentang botol gelas minuman bertekanan dipakai ulang. Golongan : Keluarga plastik Sifat : Lebih ringan, praktis, tahan bocor, bisa menjaga suhu makanan dengan baik Ancaman Bahaya : Sama berbahayanya dengan plastik Tambahan : Styrofoam. Bahan pengemas styrofoam atau polystyrene telah menjadi salah satu pilihan yang paling populer dalam bisnis pangan. Tetapi, penelitian terakhir membuktikan styrofoam sangat diragukan keamanannya. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain itu, bahan tersebut juga mampu mempertahankan panas dan dingin tetapi tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, biaya murah, lebih aman, serta ringan. Divisi Keamanan Pangan Jepang, Juli 2001, mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan endocrine disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada sistem endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan. Saat ini masih banyak restoran-restoran siap saji (fast food) yang masih menggunakan styrofoam sebagai wadah bagi makanan atau minumannya. Sedapat mungkin Anda harus menghindari penggunaan styrofoam untuk makanan atau minuman panas, karena sama halnya dengan plastik, suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perpindahan komponen kimia secara difusi dari styrofoam ke dalam makanan Anda. Plastik. Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering menggunakan plastik, baik untuk mengolah, menyimpan atau mengemas makanan. Dibandingkan dengan kemasan tradisional seperti dedaunan atau kulit hewan, plastik memang lebih praktis dan tahan lama. Sedangkan kelemahannya, plastik tidak tahan panas dan dapat mencemari produk akibat migrasi komponen monomer yang akan berakibat buruk terhadap kesehatan konsumen. Selain itu, plastik juga bermasalah untuk lingkungan karena merupakan bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (nonbiodegradable). Sebenarnya plastik itu tidak berbau dan berwarna. Jadi hindari penggunaan plastik yang berbau dan berwarna gelap untuk membungkus makanan secara langsung. Plastik kresek hitam yang sering digunakan sebagai pembungkus gorengan, gelas plstik yang dipakai untuk air mendidih, botol kemasan air mineral yang diterpa sinar matahari setiap hari, serta penggunaan plastik kiloan untuk membuat ketupat, adalah contoh-contoh penggunaan kemasan plastik yang salah dan sangat berbahaya. Akibat dari penggunaan plastik yang tidak sesuai dengan fungsinya ini, dikhawatirkan akan terjadi perpindahan komponen kimia dari plastik ke dalam makanan. Sebagian di antaranya kemasan plastik berasal dari material polyetilen, polypropilen, polyvinylchlorida (PVC) yang jika dibakar atau dipanaskan bisa menimbulkan dioksin, yaitu suatu zat yang sangat beracun dan merupakan penyebab kanker serta dapat mengurangi sistem kekebalan tubuh seseorang. Sehingga menjaga plastik agar tidak berubah selama digunakan sebagai pengemas makanan merupakan cara aman untuk menghindari bahaya-bahaya tersebut. Kertas Kertas kemasan dan nonkemasan, seperti kertas koran dan majalah yang sering digunakan untuk membungkus makanan telah terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan. Di dalam tubuh manusia, Pb atau timbal masuk melalui saluran pernapasan atau pencernaan menuju sistem peredaran darah. Kemudian menyebar ke berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan paralysis (kelumpuhan), pallor (pucat), dan pain (sakit). Keracunan yang terjadi pun bisa bersifat kronis dan akut. Agar terhindar dari makanan yang telah terkontaminasi oleh logam berat seperti timbal, memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan koran, karena pengetahuan yang kurang dari si penjual. Padahal bahan yang panas dan berlemak akan mempermudah berpindahnya timbal ke makanan tersebut. Oleh karena itu, ada baiknya kita lebih selektif dalam memilih kemasan makanan.*** Regards, M Tri Agus http://agusklink.multiply.com