hmmmm.....
beda pendapat itu lumrah..
tanpa banyak kata....semua ada alasan kenapa bekerja...
tapi jika kasusnya suami sudah punya penghasilan tetap..sy sangat setuju 
sekali jika anak' Ibu yang memanfaatkan waktunya 8
jam untuk mendidik anak-anaknya setiap hari'

bagaimanapun juga.. BUKAN uang adalah pedang tapi WAKTU itu adalah 
pedang...

hidup FTM dg tanda kutip (yg berhenti dg case suami msh bekerja)
justru dg memberi kepercayaan sepenuhnya kepada suami, makin membuat suami 
semangat untuk mencari segenggam mutiara ;p
artinya bagaimanapun juga laki2 adalah tugasutamanya mencari rejeki..
seperti yg saya tulis sebelumnya ' dibalik kesuksesan seorang laki2 ada 
seorang wanita yg tangguh dibelakangnya' 

walau sy masih bekerja..tapi sy setuju dan sepaham dg 
bapak...insyaallah...saatnya nanti waktuku hanya untuk anak2 dan suamiku 
amiiin...









Erwinh <[EMAIL PROTECTED]> 
05/10/2007 10:20 AM
Please respond to
balita-anda@balita-anda.com


To
balita-anda@balita-anda.com
cc

Subject
Re: [balita-anda] buat ibu2 yang kerja kantoran... semoga menjadi 
renungan...






Assalamu'alaikum wr wb,

Saya adalah ayah dari 2 orang putra dan seorang putri. Istri saya
lulusan ITS. Sebelum menikah, istri saya bekerja di sebuah perusahaan
Telekomunikasi terkemuka di Surabaya. Karena saya berdomisili di
Jakarta, setelah menikah, istri saya ikut tinggal di Jakarta dengan
resign terlebih dahulu dari pekerjaannya yang lama. Setelah menikah,
istri saya pengen punya anak terlebih dahulu, sebelum nantinya, akan
mencari pekerjaan lagi setelah melahirkan. Singkatnya, setelah anak
saya lahir, istri saya akan mengasuhnya sendiri terlebih dahulu sampai
usia 6 bulan, dan berencana untuk mencari pekerjaan setelah itu (bagi
saya pribadi, sejak awal saya lebih suka istri saya tinggal di rumah,
sekalipun saya tidak pernah memaksakannya kepada istri saya, saya
serahkan kepadanya untuk memilih). Setelah 6 bulan berjalan, saya
menanyakan kepadanya apakah tidak mencoba cari kerja Ma ? Zidane udah
berumur 6 bulan tuh.................
"ehmmm........nanti dulu deh, aku masih gak mau pisah jauh-jauh dari dia"
6 bulan, 7 bulan, 10 bulan, 12 bulan, kembali saya tanyakan hal
tersebut kepadanya, sampai akhirnya dia memutuskan dengan tegas, bahwa
dia tidak mau lagi kerja di kantoran, "insyaAllah lebih bermanfaat
kalau di rumah" katanya kala itu.
Sekalipun sebetulnya kami hidup sederhana, gaji mengandalkan gaji saya
yang sebetulnya masih jauh kalau dibanding dengan rata-rata yang dobel
gardan :) sekolah anak saya pilihkan yang sedang-sedang saja, mobil
second seharga di bawah 100 juta (alhamdulillah belum pernah mogok),
rumah milik sendiri sekalipun kecil (tapi alhamdulillah ga ngontrak).
Anak 3, semuanya sehat, Alhamdulillah ya Allah, sesungguhnya sangatlah
banyak nikmatmu kepada keluargaku, hanya kadangkala sayalah yang tidak
pandai bersyukur........

--

Ibu-ibu yang dirahmati Allah,
1. Saya coba menggarisbawahi kalimat ibu ".......aku kerja juga demi
kesejahteraan anak dan juga untuk jaga2 seandainya ada sesuatu yang
mengusik sumber pendapatan utama (suami)........"
Saya coba list apa saja kejadian yang mungkin akan menyebabkan
pendapatan utama (suami) tersendat :
   a. Suami meninggal dunia
   b. Suami diPHK
   c. Suami cacat parah seumur hidup
   d. Suami menceraikan para Ibu
Astaghfirullahal adziiim, semoga bukan itu do'a dari Ibu-ibu untuk
suaminya. Ibu-ibu, terutama Ibu-ibu muslim, pernahkah Ibu
mendengar/membaca firman Allah "Aku bertindak sesuai sangkaan hambaKu"
Jauhkanlah semua pikiran negatif, sebaiknya kita ganti dengan pikiran
positif selalu berdo'a semoga suami kita panjang umur, diberkahi,
diberi keselamatan, setia, dsb-dsb.
Oke, mungkin Ibu bilang, sekedar jaga-jaga. Kalau demikian, boleh dong
kalau kita mengajukan pertanyaan yang sebanding (biar imbang), Ibu
bekerja untuk berjaga-jaga manakala sumber utama terusik, apakah
sekarang kita juga sudah berjaga-jaga agar anak-anak kita kelak tidak
terjerumus ke hal-hal yang dimurkai Allah :
pergaulan bebas, hamil di luar nikah, terjerumus narkoba, dsb-dsb
Andaikata hal itu terjadi, apakah uang yang susah-susah kita kumpulkan
bisa melunasinya ?
Bukankah kita diajarkan do'a untuk kedua orang tua "Ya Allah,
ampunilah Ayah bundaku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku
di waktu kecil ?"
Mari kita renungkan, kira-kira do'a ini lebih pantas untuk siapa atau
akan diberikan oleh Allah kepada siapa ?
apakah kasih sayang yang dimaksud adalah kasih sayang ketika
mengandung, kemudian melahirkan ditambah 3 bulan ketika para Ibu
mengambil cuti melahirkan ? ataukah kasih sayang sejak anak kita kecil
sampai usia pernikahan (>23 tahun). 12 bulan dibanding 22 tahun.
Kemudian, apakah kasih sayang itu adalah materi/uang/pemenuhan
kebutuhan lahiriah. Tentu tidak, karena kasih sayang itu bahasa ruhani
bukan materi. Sehingga kalau kasih sayang selalu dihubungkan dengan
materi tentu saja tidak akan mengena.
Seperti halnya, kasih sayang kita kepada orang tua, apakah Anda akan
menjualnya kepada orang yang bisa membelinya ? Coba sebutkan berapa
harganya kasih sayang (dalam rupiah).
Jelaslah bahwa bahasa ruhani harus dijawab dengan ruhani.


2. Saat ini biaya pendidikan mahal. Betul. Tapi bukankah kita bisa
menyekolahkannya di sekolah-sekolah yang biasa-biasa saja ? Pertanyaan
mendasar, apa yang kita kejar dari sekolah favorit ? cerdas akademik,
status sosial, atau cerdas akhlak ?
Apakah sekolah favorit menjadi anak kita akan cerdas secara akademik ?
belum tentu, banyak contoh anak yang cerdas akademik berasal dari
keluarga dan sekolah yang biasa-biasa saja.
Apakah sekolah favorit pasti menjadikan anak kita berakhlak mulia ?
Sudah banyak pakar yang bilang, bahwa akhlak itu dimulai dari
keluarga, teladan dari Ayah bundanya, bukan dari sekolah.
Jadi, sebetulnya kita bisa mengurangi anggaran tersebut dengan
menyekolahkan anak-anak kita di sekolah yang sedang-sedang saja.

3. Pertanyaan selanjutnya, Apakah Ibu di rumah menjamin bisa
menjadikan anak-anak kita berakhlak mulia ? Jawabnya jelas tidak,
tergantung bagaimana kita sebagai Ibu di rumah memanfaatkan waktu.
Jangankan itu, bahkan tidak ada jaminan bagi seorang Nabi memiliki
anak yang sholeh sholehah, contoh Nabi Adam dan Nabi Nuh.
Demikian juga tidak ada jaminan seorang yang rajin shalat akan masuk
syurga (kedua hal tersebut sudah ada di dalam Al-Qur'an).
Dalam hal ini, mari kita gunakan logika normatif saja, bahwa siapa
yang menanam benih maka dia yang akan menuai. Siapa yang berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anak agar menjadi anak yang
barakah, maka insyaAllah dia akan memperolehnya (semoga saya bisa
melaksanakannya, amiiin).
Coba renungkan, Apa yang bisa didapat Ibu yang memanfaatkan waktunya 8
jam untuk mendidik anak-anaknya setiap hari, dengan Ibu yang
meluangkan waktu 2 jam sehari ?

Maaf kalau terlalu panjang lebar, hanya sharing.
Ayah Zidane.

> >
> > On 5/9/07, dhani resya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > > hmh.. pengen curhat.. mudah2an bisa jadi masukan buat
> > > yang lain...
> > >
> > > kalo dipikir-pikir aku ini kurang bersyukur... udah
> > > dapet kerja, gaji lumayan, tapi merasa kurang, bukan
> > > soal materi tapi kurang waktu bersama anak...
> > >
> > > kadang suka mikir kenapa juga kerja di kantoran kalo
> > > di rumah bisa ngurus anak, padahal kalo dipikir-pikir
> > > lagi aku kerja juga demi kesejahteraan anak dan juga
> > > untuk jaga2 seandainya ada sesuatu yang mengusik
> > > sumber pendapatan utama (suami).
> > > kalo pagi suka maleeeessss banget pergi kerja karena
> > > masih kangen banget sama anak.
> > >
> >
> > --------------------------------------------------------------
> > Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
> > Info balita: http://www.balita-anda.com
> > Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> > menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> >
> >
>
>
> --
> Laksmi Juwita
>
>
>
>
>
>
> Send instant messages to your online friends 
http://uk.messenger.yahoo.com

--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke