Sebanyak 43 Juta Anak Indonesia Terpapar Asap Rokok Gatra.com Lebih dari 43 juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok dan terpapar asap tembakau pasif atau asap tembakau lingkungan (Environtmental Tobacco Smoke/ETS).
"Pajanan ETS pada anak sekolah juga mencapai 30,9 persen, atau enam dari 10 siswa yang diwawancara terpapar asap rokok selama di rumah," kata Direktur Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan, I Nyoman Kandun, pada pembukaan pertemuan nasional pengendalian masalah tembakau yang diselenggarakan di Jakarta, Senin. Kandun menjelaskan, anak-anak yang terpapar asap tembakau pertumbuhan parunya lebih lambat serta lebih mudah terkena bronkitis, asma dan infeksi saluran pernafasan. Intinya, ia melanjutkan, paparan asap tembakau menyebabkan gangguan kesehatan anak pada usia dini dan kesehatan yang buruk pada usia dini itu akan berlanjut hingga ia dewasa. Lebih lanjut ia menjelaskan pula bahwa selain tingkat paparan asap tembakau yang tinggi pada anak, jumlah pelajar yang dilaporkan biasa merokok juga cukup tinggi. "Tahun 2006, The Jakarta Global Youth Survei melaporkan bahwa sepertiga pelajar punya kebiasaan merokok," katanya. Gambaran tersebut, kata dia, memerlihatkan bahwa konsumsi rokok atau tembakau telah menjadi masalah kesehatan yang memerlukan penanganan serius, komprehensif dan konsisten. "Pengendalian masalah tembakau merupakan tanggung jawab semua komponen bangsa untuk melindungi generasi bangsa karenanya harus dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan melibatkan berbagai sektor terkait," jelasnya. Sebenarnya salah satu tindakan yang harus dilakukan pemerintah untuk mengendalikan dampak tembakau adalah menandatangani dan meratifikasi Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) pada sidang Majelis Kesehatan Dunia ke-56 tanggal 21 Mei 2003. Namun karena alasan tertentu pemerintah Indonesia tidak menandatangani atau meratifikasi kerangka kerja yang ditujukan untuk melindungi generasi muda dari resiko kesehatan, sosial, lingkungan dan konsekuensi ekonomi akibat konsumsi tembakau dan paparan asap tembakau itu. "Kita memang belum menandatangani dan meratifikasi, tapi pemerintah tetap melakukan upaya pengendalian," kata Kandun. Menurut dia, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 1999 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan yang selanjutnya diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. Peraturan pemerintah tersebut, katanya, mengatur larangan merokok di tempat umum dan memerintahkan setiap pemerintah daerah di Indonesia membuat peraturan daerah serupa. Ia mengatakan saat ini peraturan daerah semacam itu telah dibuat pemerintah daerah DKI Jakarta, Bogor, Cirebon dan Bandung. Atas inisiatif DPR, kata anggota Komisi IX DPR RI Hakim Sorimuda Pohan, saat ini pemerintah dan badan legislatif juga tengah menyiapkan rancangan undang-undang tentang pengendalian masalah tembakau. [TMA, Ant]