mom's n dad's ini bekal makan sore/malamnya yah...mudah2an doyan..
maaf jika ga suka menunya..

Sefty
++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++


Sebatang Pohon Bambu


"Seni harus mampu membebaskan diri dari belenggu kemapanan, dan 
kreativitas harus mampu memberi nilai tambah bagi kehidupan ini."

Pagi itu si petani tua menjumpai serumpun bambu di halaman rumahnya. Hari 
terus melaju, dan bambu-bambu itu pun semakin bertambah tinggi dan kuat. 
Petani tua itu berdiri di depan sebatang bambu yang tertinggi dan berkata, 
“Sobat, aku membutuhkanmu.”


Bambu itu pun menjawab, “Tuan, pakailah aku seperti yang engkau inginkan, 
aku siap membantu.” Lalu petani itu mulai berbicara serius, “Agar aku bisa 
memakaimu, engkau harus dibelah menjadi dua.”

Serumpun bambu bergoyang kencang. Mereka terkejut mendengar pernyataan si 
petani. Sebatang bambu itu pun gemetar, “Membelahku? Mengapa? Tidakkah 
tuan melihat bahwa aku ini bambu tertinggi dan terbaik di antara 
teman-temanku? Tuan, jangan belah aku. Pakailah aku seperti yang tuan 
kehendaki, tapi, please, jangan belah aku....”


Si petani mencoba memberi penjelasan kepada bambu itu, “Begini, jika aku 
tidak membelahmu, aku tidak bisa memakaimu.” Seluruh flora di kebun 
belakang rumah jadi heboh. Angin juga ikut menahan napasnya. Bambu yang 
tinggi semampai, anggun nan menawan itu pun berkata lirih, “Tuan, jika 
memang itu adalah satu-satunya jalan untuk memanfaatkan aku, maka 
lakukanlah! Aku menurut....”

“Tapi, itu hanya awalnya saja, “ petani tua itu ingin menjelaskan 
rencananya lebih lanjut, “Aku juga harus memotong semua cabang dan 
daunmu.”

“Ya Tuhan, jangan biarkan ini menimpaku!” jerit si bambu, “Tuan, apa yang 
akan tuan lakukan benar-benar akan merusak penampilanku. Tuan, kalau bisa, 
janganlah pangkas cabang dan daunku.”

“Jika aku tidak memangkas semua cabang dan membersihkan daunmu, bagaimana 
aku bisa memakaimu?” si petani mulai mendesak si bambu. 

Matahari ikut prihatin dan menyembunyikan wajahnya. Sekawanan kupu-kupu 
terbang mengitari bambu itu dengan gelisah. Serumpun bambu di kebun 
benar-benar terpukul, dan akhirnya sebatang bambu itu menjawab, “Tuan, 
pangkaslah aku.”

“Sobat, aku juga harus menyakitimu lagi. Aku harus mengambil hati dan 
bagian dalammu. Aku harus mengeluarkan isi tubuhmu. Jika ini tidak aku 
lakukan, aku tidak akan bisa memakaimu.” Tak ada jawaban lagi dari 
sebatang bambu itu kecuali memberi isyarat patuh dan setuju saja.


Disaksikan serumpun bambu di kebun, si petani menebang bambu itu, 
membelahnya menjadi dua, memangkas semua cabang dan daun, serta 
mengosongkan ruas-ruas dalam tubuh bambu itu. Lalu, si petani membawa 
belahan bambu ke sebidang tanah yang kering, dan menghubungkannya dengan 
sumber air.


Air pun mengalir melalui bambu, membasahi dan membuat subur tanah yang 
kering. Akhirnya bambu menjadi paham akan hakikat hidupnya. Bambu memang 
harus dipotong, dibelah, dan dipangkas agar menjadi berkat bagi kehidupan. 
Demikian pula, seni harus mampu membebaskan diri dari belenggu kemapanan, 
dan kreativitas harus mampu memberi nilai tambah bagi kehidupan ini.

*) Dipetik dari kumpulan tulisan Bp. Jansen H. Sinamo dalam kontempelasi 
yang berjudul "Dari Pemikat Perkutut sampai Pemenang Nobel."

Kirim email ke